Setelah beberapa jam mereka menikmati makan malam bersama. Raccel dan Cassel pulang bersama Thom atas perintah Damien. Dan kini, Damien memulai rencana utamanya membuat Dalena mabuk untuk mengungkit suatu hal. Laki-laki itu memesan minuman mahal, dan mereka berdua minum bersama meskipun awalnya Dalena menolak. Tapi kini Dalena sudah mabuk dan meracau sedih merintih menyuarakan isi hatinya. "Sudah..." Damien beranjak dari duduknya dan melepaskan tuxedo yang ia pakai, ia selimutkan pada tubuh Dalena. "Hiks... Damien," lirih Dalena meluruskan tangannya di atas meja dan menangis tertunduk. "Sudah cukup, jangan minum lagi. Kau sudah mabuk," ujar laki-laki itu kini duduk merangkulnya. Dalena mengangkat wajahnya, ia menatap Damien dengan tatapan kiyip. Dalena hanya minum beberapa gelas, tak ia sangka dirinya langsung mabuk. "Aku minta maaf padamu," ucap Dalena mencengkeram bagian dada pada kemeja yang Damien pakai. "Untuk apa?" Damien bertanya datar. Wanita itu mendongakkan kepalan
Keesokan paginya, Damien merasakan lengan kanannya sangat pegal. Laki-laki itu membuka kedua matanya perlahan. Ia merasakan embusan napas hangat menyapu kulit lehernya, seorang wanita cantik meringkuk seperti bayi memeluknya dengan erat dan mendusal mencari kehangatan. Damien tersenyum tipis. "Wanita ini..." Ia mengecup pipi Delana dan menarik lengannya pelan-pelan. Damien beranjak dari atas ranjang perlahan-lahan. Laki-laki itu melepaskan kemeja putihnya dan berjalan menuju kamar mandi. Damien memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dan menyegarkan pikirannya pagi ini. Sementara di dalam kamar, Dalena terbangun dari tidurnya. Tidak nyaman setelah merasakan kehangatan yang menempel sejak semalam tiba-tiba tidak ada. "Emmm, ini di mana?" lirihnya membuka mata, kepalanya terasa amat pening. Suara gemericik air di dalam kamar mandi terdengar di telinga Delana. Wanita itu langsung duduk dan diam memegangi kepalanya. Lamat-lamat Dalena teringat tentang semalam, sebelum dia mabuk. Ac
Damien meminta Thom dan Mery untuk menjaga Raccel. Selama anak itu tidak rewel, maka akan baik-baik saja. Sedangkan dirinya kini mengantarkan Dalena dan Cassel pulang. Sebelumnya Damien mengajak Cassel mondar-mandir ke toko buku, berharap ada yang cocok, bukannya beli tapi putranya malah mengamuk. "Sudah, sudah... Tidak papa kok, iya, iya kita pulang Cassel. Jangan menangis lagi, Cassel tidak kasihan sama Mami kalau Mami pusing?" Dalena menunduk mengusap punggung kecil Cassel. "Ma-mami hiks... Mami nakal!" pekiknya memeluk erat-erat tubuh Dalena sembari mencengkeram erat boneka dinosaurus berwarna biru yang baru Damien belikan barusan. "Sudah nak, iya iya Papi antarkan Cassel dan Mami pulang sekarang," ujar Damien menoleh dan mengusap kepala sang putra. Cassel menangis sesenggukan bercampur mengantuk. Tak berselang lama pun anak laki-laki itu terlelap dengan wajah sembab dalam dekapan Dalena. Udara di luar yang kini cukup dingin membuat Dalena menyelimutkan jaket bulu-bulu milik
"Pulanglah, kasihan Raccel kalau ditinggal di rumah. Aku dan Cassel baik-baik saja kok..." Dalena mengusap pucuk kepala Cassel sembari menatap Damien yang masih berdiri di teras, laki-laki terasa enggan untuk pulang. Namun di rumah ada Raccel yang ia tinggalkan. Thom belum mendapatkan bukunya hingga menjelang malam. Damien menghela napasnya pelan. "Kalau ada apa-apa segera hubungi aku, kau mengerti!"Anggukan diberikan oleh Dalena disertai senyuman di sudut bibirnya. "Iya. Aku sudah terbiasa hidup berdua dengan Cassel. Jangan khawatir," balas Dalena. Barulah Damien mengangguk, laki-laki itu kini menekuk kedua lututnya di hadapan Cassel. Damien mengulurkan tangannya mengusap pipi gembil Cassel dengan lembut. "Cassel jagain Mami dengan baik ya Sayang, kalau sudah malam nanti cepat tidur, jangan menangis, jangan nakal, jangan rewel, okay?" Damien menatap wajah tampan Cassel dengan tatapan yang sangat dalam. "Iya Papi..." Cassel mendekat dan merentangkan kedua tangannya di hadapa
"Eum, Papi kok bobo sini sama Cassel?" Suara kecil Cassel membangunkan Damien. Laki-laki itu mengusap wajahnya dan menatap Cassel yang sudah bangun, putra kecilnya itu duduk bersila dengan kaos kaki panjang yang ia pakai dan menoleh mencari-cari. "Maminya Cassel mana, Papi?" tanya anak itu ingin menangis. "Mami ada di bawah, Mami tidur dengan adik. Kita ke sana ya," ajak Damien. Cassel langsung turun dari atas ranjang sembari menggandeng tangan Damien. Mereka berdua turun ke lantai satu. Damien mengangkat tubuh Cassel saat merasakan lantai di bawah terasa sangat dingin. Cassel membuka pintu kamar di depannya, nampak Dalena tidur memeluk Raccel di sana. "Ihhh, Mamiku!" Cassel turun buru-buru dari gendongan Damien dan berlari naik ke atas ranjang kesusahan. Damien terkekeh dengan tingkah anaknya. Ia membantu Cassel naik ke atas ranjang. "Mami... Peluk Cassel, Mami..." Anak itu membangunkan Dalena, dengan manja Cassel tidur menumpang di atas tubuh Dalena seperti anak koala. Dam
Beberapa hari berjalan dengan nyaman dan lebih menyenangkan. Damien merasa nyaman bersama Dalena, wanita yang akhir-akhir ini banyak mengisi kehidupannya dan Raccel. Kini Damien tengah berada di dalam kantornya, ditemani tumpukan berkas yang menumpuk banyak di atas meja. "Permisi Tuan," sapa Thom membuka pintu ruangan Damien. "Ada apa?" Damien menatap anak buahnya tersebut. "Ada Nyonya dan Tuan besar ingin menemui Tuan," ujar Thom. Damien mengerutkan keningnya, tumben sekali mereka sampai datang ke kantornya. "Heem, suruh mereka menungguku sebentar." "Baik Tuan." Thom kembali menutup pintu tersebut. Sementara Damien diam dan mulai menerka-nerka apa yang membuat kedua orang tuanya datang.Damien beranjak dari duduknya, laki-laki itu berjalan keluar dari ruangan kerjanya. Ia melangkah menuju sebuah ruangan khusus di ujung. Dibukanya pintu kayu cokelat di hadapannya, Mama dan Papanya menatap lekat ke arah Damien yang kini berjalan masuk ke dalam dan langsung duduk berhadapan den
"Mami dimarahin sama Oma, kasihan Mami..." Cassel berucap sedih, anak laki-laki itu mengintip dari balik pilar besar di lantai dua. Di sampingnya ada Raccel yang diam menatap para orang dewasa di lantai satu yang nampak berseteru. "Iya. Padahal Mommy kita kan baik," seru Raccel cemberut. Cassel menatap kembarannya tersebut. Ia merentangkan kedua tangannya hingga mereka berpelukan dengan wajah sama-sama sedih. "Cassel, ayo telfon Papi. Kalau Papi pulang, nanti Oma dan Opa tidak akan berani marah-marah sama Mommy," ajak Raccel. Kedua bola mata Cassel melebar. "Heem, ayo...!" Si kembar berlari menuju ke dalam kamar, anak-anak itu mengambil sebuah ponsel milik Dalena yang berada di atas ranjang. Cassel mencari nama Damien di sana, anak itu mengingat gambar foto pada profil nomor Papinya tersebut. "Papi... Ini, Papi kan?""Iya. Ini gambarnya Daddy-ku." Panggilan itu sudah dijawab, di baliknya Damien hanya mendengar suara bisikan-bisikan dua buah hatinya. "Halo... Halo kembar?" D
"Sudah, sudah... Dalena, jangan menangis lagi," bisikan lembut itu terucap dari bibir Damien. Laki-laki itu duduk di hadapan Dalena yang berdiam diri di atas ranjang kamar milik Cassel. Sementara si kembar kini tengah pergi bersama Thom. Kini Damien memiliki kesempatan berbicara berdua dengan Dalena. "Kenapa kau mengetahui semuanya?" tanya Dalena menatap kedua mata Damien dengan lekat. Laki-laki itu terkekeh, ia duduk di hadapan Dalena dan mengusap satu pipi putih wanita itu dengan ibu jarinya. "Tidak ada orang baru dalam hidupku yang tidak aku cari tahu latar belakangnya, Sayang," jawab Damien tersenyum tipis. Iris cokelat Damien mengintimidasi wajah cantik Dalena. "Kau mau mengaku sekarang?" tanya laki-laki itu dengan begitu sabarnya. Dalena menggelengkan kepalanya dan menangis lagi. Ia menundukkan kepalanya di atas punggung tangan Damien yang berada di atas kedua lututnya yang tertekuk. "Kau sekarang bisa bebas membenciku seperti yang pernah kau katakan padaku, Damien... K
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris