Si kembar berada di pusat perbelanjaan bersama Dalena dan Damien. Kedua anak itu masih saling berebut Dalena. Tapi kini Damien tetap menggendong Cassel, sedangkan Raccel berjalan menggenggam tangan Dalena. Mereka berjalan menuju game zone. "Jangan nakal ya Sayang, jangan bertengkar lagi, mengerti!" seru Dalena menatap Raccel. "Iya Mommy-ku!" Anak itu mengecup pipi Dalena dan menoleh pada Cassel. Cassel bersama Damien, anak itu cemberut pada Raccel. "Sudah ayo main, Papi dan Mami akan menunggu kalian di sini. Tidak boleh ribut-ribut, nanti penjaganya marah, okay!" Damien mengusak pucuk kepala Cassel. Anak laki-laki itu memeluk leher Damien dan menggelengkan kepalanya. Berbeda dengan Raccel yang sudah berlari bermain masuk ke dalam sana. Sementara Dalena melihat putranya yang masih bermanja-manja pada Damien. Telepati luar biasa membuat Dalena merasakan apa yang kini Cassel rasakan. Ia pun tak menyalahkan keadaan yang membuat Cassel menjadi begitu menyayangi Damien. "Sayang, ay
Damien mengajak Cassel ke rumahnya, untuk kedua kalinya. Namun kedatangannya yang kedua kalinya ini, dia sedang tidak baik-baik saja dengan Raccel. "Kita sudah sampai," ujar Damien menggandeng tangan Cassel. "Wahhh... Rumah Papi bagus!" seru Cassel tersenyum menunjukkan deretan gigi kecilnya. Damien terkekeh mendengar pujian itu. Ia menoleh pada Dalena yang bersama Raccel, mereka sibuk membawa belanjaan. Memang para wanita di dunia ini akan sibuk dengan semua barang-barangnya. "Mami... Ayo sini cepat! Ini rumah Papi, bagus ya..." Cassel berjalan mendekati Dalena dan menarik lengannya. Dalena mengangguk dan tersenyum, semua pelayan yang tengah berada di sana menatap tak percaya saat anak kecil laki-laki itu memanggil Dalena, di pengasuh dengan sebutan 'Mami'. Sorot iris cokelat pelayan Mery seolah ingin bertanya-tanya, wanita setengah baya itu memperhatikan Damien dengan sangat penasaran. "Bibi Mery, siapkan makan siang untuk anak-anak!" perintah Damien. "Baik Tuan." Wanita itu
"Apa yang kau katakan?!" Dalena melepaskan tangan Damien dari pipinya. Namun air mata wanita itu tak kunjung mereda. Ekspresi dingin Damien membuat Dalena menggigil takut. "Mau sejauh apa kau berpura-pura?" Kali ini Damien mencekal kedua pundak Dalena dengan rengkuhan. "Sejak awal kedatanganmu, kau membuatku curiga, Dalena!" "Lepaskan, tolong..." Dalena menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan begini!" "Kenapa kau menangis? Kau takut padaku? Apa yang kau pikirkan tentang aku, Dalena?!" Damien menangkup satu pipi wanita itu tuk menatapnya. Dalena terisak-isak menangis dengan suara yang kini ia keluarkan, tangisan yang sama seperti Raccel saat sedih. Tatapan mata yang begitu terluka bercampur ketakutan ia berikan pada Damien. Kedua telapak tangannya tergerak mencengkeram lengan kekar Damien. Dalena kembali menggelengkan kepalanya. "Kumohon, jangan membahas apapun... Aku takut," lirihnya menundukkan kepalanya di dada Damien. "Aku takut padamu, kumohon." Rasa nyeri di uluh hati D
Hari sudah larut malam, Damien berada di dalam ruangan kerjanya sendiri ditemani berkas-berkas yang menumpuk dan pekerjaan yang tak ada habisnya. Laki-laki itu menyeruput secangkir kopi dan menyamankan posisi kaca mata bening yang dia pakai. "Huffftttt... Bagaimana bisa undangan ini datang mendadak, jadwalnya pasti benturan sekali dengan semua meeting di kantor," gerutu Damien membuka selembar undangan penting dari rekan bisnisnya. Di tengah-tengah kesibukannya saat ini, Damien tidak sadar bila pintu ruangan kerjanya yang terbuka, sosok anak kecil laki-laki berdiri di sana membawa botol minumnya, menatap mengantuk dengan muka bantal. "Papi..." Cassel mengucek kedua matanya.Damien mengangkat kepalanya cepat mendengar suara Cassel. Laki-laki itu langsung beranjak cepat. "Kenapa sudah bangun, Sayang?" tanya Damien mendekati Cassel. Anak itu mengangkat botol minumnya. "Papi punya susu rasa cokelat?" pintanya dengan suara gemas. Damien tersenyum, ia membungkuk dan mengangkat tubuh
Setelah Damien meluapkan sedikit emosinya pada Delana, sampai membuat wanita itu menangis. Kini Damien merasa menyesal, apalagi saat melihat si kembar yang tengah mengerumuni Maminya. Damien memijit pelipisnya frustrasi. "Sial, apa yang tadi kulakukan?!'" ucapnya kecewa pada diri sendiri. Kepala Damien terasa pening, hanya ada sisa amarah dan penyesalan. Bahkan Dalena tadi tak bisa membuka kata sedikitpun untuk menjelaskan, wanita itu hanya menangis sakit dalam pelukan Damien. "Daddy... Ayo sarapan, sama Mami juga!" ajak Raccel mendekati Damien. "Come on, Cassel duduk di sana, di dekat Daddy dan Raccel di dekat Mommy!" Wajah cemerlang Raccel membuat kekesalan di hati Damien perlahan menipis dan lenyap. "Ayo Princess," balas Damien menggendong Raccel. Mereka berdua berjalan menuju ruang makan. Di sana, para pelayan tengah menggoda Cassel hingga membuat semua orang tertawa dengan kelucuannya. Juga ada Dalena yang tengah membantu menyiapkan sarapan. "Selamat pagi, Tuan..," sapa p
Si kembar bermain di teras depan rumah Damien sejak pagi tadi, lebih tepatnya saat mereka sukses membujuk Dalena untuk tidak diajak pulang. Raccel dan Cassel bermain mainan mereka masing-masing tanpa ada keributan. "Emm Raccel, ada yang datang!" seru Cassel menunjuk ke arah mobil merah yang kini memasuki kawasan pekarangan rumah Damien. Bocah perempuan itu mengangkat wajahnya menatap ke depan sana. "Itu Oma dan Tante Sabrina," ujar Raccel. "Emmm, Oma?" cicit Cassel mengerjapkan kedua matanya berdiri memegangi mobil-mobilan yang dia bawa. Anak laki-laki itu bergeming di tempat. 'Mami tidak pernah bilang kalau Cassel punya Oma... Tapi ternyata malah Papi yang punya Oma. Kalau ini Oma-nya Raccel, berarti Oma-nya Cassel juga!' Cassel tak sabar ingin menyapa wanita dengan pakaian formal dan glamor tersebut. Berbeda dengan dua wanita yang kini berjalan menaiki tangga teras. Lora dan Sabrina menatap penuh tanda tanya begitu mereka melihat sosok anak kecil laki-laki berwajah manis, d
"Aku antarkan kau pulang!" Damien mencekal lengan Delana dari belakang dengan cepat. Seketika Dalena membalikkan badannya, wanita itu melihat keseriusan Damien. Juga Raccel langsung mengulurkan kedua tangannya pada Dalena. "Mau ikut Mommy," rengeknya. Dalena tertunduk melepaskan cekalan tangan Damien di lengannya. "Ada Mama dan calon istri Tuan di dalam, kenapa Tuan malah memilih mengantarkan saya pulang?" Damien kembali menarik lengan Dalena diajaknya mendekati mobilnya. "Karena aku mau. Aku tidak akan mengizinkanmu pulang berdua dengan Cassel naik bus. Jangan membuat putraku dalam bahaya, Dalena!" omel laki-laki itu sampai mereka masuk ke dalam mobil. Bibir Dalena cemberut seketika dengan amukan Damien. Wanita itu duduk di samping Damien, sementara di kembar ingin duduk berdua di belakang. "Sekarang gantian ya, Raccel sama Papi yang main ke rumah Cassel," ujar Cassel dari belakang. "Heem. Nanti lanjut main ya, Cassel..." "Iya. Nanti Raccel ikut Cassel kasih makan kelinci
Dua Hari Kemudian."Raccel sama Cassel tunggu di sini dulu ya... Katanya minta sandwich, Mami buatkan sebentar. Jangan bermain di dekat kolam, mengerti Sayang!" Dalena menatap dua buah hatinya yang tengah bermain di teras rumah megah Damien. Dan si kembar pun mengangguk patuh. Mereka kini selalu bersama, baik di sekolah maupun di rumah, hanya saja Cassel selalu pulang setiap sore hari. Hari ini mereka hanya bertiga di rumah, para pelayan sedang mengambil cuti beberapa hari. "Raccel, Tante itu datang lagi," ujar Cassel menunjuk ke arah belakang Raccel. Seketika Raccel menoleh. Di belakang sana nampak Sabrina yang datang, wanita itu berjalan mendekati si kembar. Anak perempuan bertubuh mungil dengan dress pendek merah muda itu langsung berdiri. Kedua alisnya bertaut tajam dan wajahnya berubah garang. "Tante Sabrina mau apa lagi?! Kok ke sini-sini terus sih, Raccel tidak suka, tahu!" pekik Raccel menghadang langkah Sabrina. Wanita cantik berbalut mini dress biru tua itu membungk
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris