Kedua mata Dalena bergetar menatap laki-laki itu. Ia melangkah menekan kuat rasa takutnya kini mendekati Damien. Sorot mata laki-laki itu begitu lekat dan tajam padanya, lalu berpindah pada Cassel yang tertidur dalam pelukan Delana saat ini. Dalena mendekapnya dengan sangat-sangat erat. "Tu-Tuan Damien sedang apa di sini?" tanya Dalena menatapnya takut. Laki-laki itu tetap menatap Cassel. "Anak ini putramu?" Damien malah balik memberikan pertanyaan lain. Lidah Dalena terasa kelu, wanita itu mau tidak mau dia menganggukkan kepalanya. "Iya. Ini putra saya," jawab Dalena berusaha menutupi wajah Cassel. Namun Damien mendekat dan menarik dengan mudah jaket yang menutupi wajah anak itu. Laki-laki tampan itu tersenyum begitu jelas, sebelum ia menatap Dalena lagi. "Anak yang tampan, Dalena," ucapnya memuji. Dalena mengangguk pasrah. Detak jantungnya kali ini benar-benar berdegup tak karuan, syukurlah Damien tidak mengenali identitas asli Cassel, meskipun mereka mengenal, itulah yan
"Mami jangan pulang ya, kalau Mami pulang nanti Raccel nangis!" Raccel, anak itu memeluk lengan Dalena dengan erat. Ia menahan Dalena di ranjang untuk terus tertidur dengannya. "Iya Sayang, Mami tidak ke mana-mana kok. Mami akan tidur di sini sama Raccel. Janji!" Dalena mengusap pipi gembil Raccel dan mengecupnya. "Saaayang Mami!" seru anak itu memeluk erat tubuh Dalena. Dalena menyanyikan lagu pengantar tidur untuk Raccel. Tak sampai sepuluh menit anak itu sudah terlelap dengan nyaman. Barulah Dalena menyelimutinya dengan hangat, ia bangkit perlahan-lahan, memberikan kecupan di wajah sang putri dan gegas beranjak pergi. "Jam berapa ini?" gumam Dalena menengok jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Huhhh... Cassel pasti sudah tidur." Langkah Dalena menuju ke lantai satu, ia memelankan tiap langkahnya saat melihat Damien duduk di sofa ruang tamu. Laki-laki itu sibuk dengan laptopnya. Seperti yang Dalena tahu, Damien itu sangat sibuk. "Permisi Tuan, Raccel sud
"Cassel capek, Kak Lizi... Mami lama sekali! Cassel padahal sudah kangen sama Mami!" Anak laki-laki berwajah tampan itu berdiri di tengah jalan perumahan yang sepi. Seperti biasa, sambil disuapi sore ini Cassel menunggu Dalena pulang. Lizi berjongkok di samping Cassel dan menyuapinya dengan lahap. "Sabar ya Cassel, Mami pasti pulang kok..." Lizi mengusap pucuk kepala Cassel dengan gemas. "Emm, iya. Kalau Mami pulang, nanti Cassel ajak Mami jalan-jalan!" seru anak itu. "Kak Lizi di rumah saja, jangan ikut." "Siap Boss kecil!" Lizi mengacungkan jempolnya dan tersenyum manis. Cassel langsung berdiri memeluk Lizi. Hingga tak lama kemudian, muncul seorang wanita cantik masuk ke dalam gerbang perumahan. Senyuman Dalena terukir indah saat kepulangannya disambut oleh Cassel. Setelah sejak kemarin siang hingga sore ini ia baru pulang dan melihat wajah tampan putra tercintanya. "Mamiku...!" teriak anak itu berlari ke arah Dalena dengan bersemangat. Cassel berlari mengulurkan kedua tang
"Mami, huwaa... Cassel takut, barusan Cassel hilang!" Dalena langsung membungkukkan badannya mendekap Cassel dengan sangat erat, ia menangis dengan mengeratkan pelukannya pada sang putra. "Mami kan sudah bilang Sayang, jangan pergi ke mana-mana! Kalau Cassel hilang Mami bagaimana, nak?!" tangis Dalena menyembunyikan wajah Cassel dalam ceruk lehernya. Sementara Damien kini mendekat dan laki-laki itu mengusap punggung Dalena. Sampai akhirnya tangisan Dalena terhenti, ia menatap Damien yang kini menyerah sebuah sapu tangan padanya. "Sudah, hapus air matamu. Banyak orang yang menatap kalian," ujar Damien. Dalena meraih sapu tangan yang Damien berikan. Sedangkan Cassel, dengan berani anak itu mengulurkan tangannya pada Damien. Tanpa ragu Damien menggendong anak laki-laki itu. Cassel benar-benar lengket dengan Damien, memeluk lehernya dan menyandarkan kepalanya di pundak kokoh sangat Papa. 'Ya ampun, Cassel...' Dalena membatin dengan penuh tangis. Dalena segera mengusap air matanya
Keesokan paginya, Cassel berangkat ke sekolah bersama dengan Dalena. Anak itu bersemangat ingin memberikan mainan baru untuk Raccel. "Nanti Raccel dikasih ya, Sayang. Tidak boleh pelit," tutur Dalena pada sang putra. "Iya Mami. Nanti Raccel yang pink, terus yang biru punya Cassel!" seru Cassel menatap sebuah mainan bola-bola di tangannya. Mereka memasuki kawasan sekolah taman kanak-kanak, di depan sana, Dalena dan Cassel melihat Raccel yang baru saja turun dari dalam mobil menangis marah-marah. "Lohh, kan... Dia nangis lagi! Hah, capek Cassel!" seru Cassel menepuk keningnya. "Dia itu cengeng sekali Mi, ingin gigit saja rasanya!" "Ehh, jangan begitu Sayang!" Dalena mengusap pucuk kepala Cassel. Anak laki-laki itu terdiam sejenak, tiba-tiba Cassel menggenggam jemari tangan Dalena. "Mami, ayo ke sana, Cassel kenalin sama Raccel! Dia pasti suka!" seru Cassel. Dalena mengangguk. Dia menyadari dan merasakan tidak mungkin selamanya dia akan begini-begini saja, Dalena menuruti apa yan
Si kembar berada di pusat perbelanjaan bersama Dalena dan Damien. Kedua anak itu masih saling berebut Dalena. Tapi kini Damien tetap menggendong Cassel, sedangkan Raccel berjalan menggenggam tangan Dalena. Mereka berjalan menuju game zone. "Jangan nakal ya Sayang, jangan bertengkar lagi, mengerti!" seru Dalena menatap Raccel. "Iya Mommy-ku!" Anak itu mengecup pipi Dalena dan menoleh pada Cassel. Cassel bersama Damien, anak itu cemberut pada Raccel. "Sudah ayo main, Papi dan Mami akan menunggu kalian di sini. Tidak boleh ribut-ribut, nanti penjaganya marah, okay!" Damien mengusak pucuk kepala Cassel. Anak laki-laki itu memeluk leher Damien dan menggelengkan kepalanya. Berbeda dengan Raccel yang sudah berlari bermain masuk ke dalam sana. Sementara Dalena melihat putranya yang masih bermanja-manja pada Damien. Telepati luar biasa membuat Dalena merasakan apa yang kini Cassel rasakan. Ia pun tak menyalahkan keadaan yang membuat Cassel menjadi begitu menyayangi Damien. "Sayang, ay
Damien mengajak Cassel ke rumahnya, untuk kedua kalinya. Namun kedatangannya yang kedua kalinya ini, dia sedang tidak baik-baik saja dengan Raccel. "Kita sudah sampai," ujar Damien menggandeng tangan Cassel. "Wahhh... Rumah Papi bagus!" seru Cassel tersenyum menunjukkan deretan gigi kecilnya. Damien terkekeh mendengar pujian itu. Ia menoleh pada Dalena yang bersama Raccel, mereka sibuk membawa belanjaan. Memang para wanita di dunia ini akan sibuk dengan semua barang-barangnya. "Mami... Ayo sini cepat! Ini rumah Papi, bagus ya..." Cassel berjalan mendekati Dalena dan menarik lengannya. Dalena mengangguk dan tersenyum, semua pelayan yang tengah berada di sana menatap tak percaya saat anak kecil laki-laki itu memanggil Dalena, di pengasuh dengan sebutan 'Mami'. Sorot iris cokelat pelayan Mery seolah ingin bertanya-tanya, wanita setengah baya itu memperhatikan Damien dengan sangat penasaran. "Bibi Mery, siapkan makan siang untuk anak-anak!" perintah Damien. "Baik Tuan." Wanita itu
"Apa yang kau katakan?!" Dalena melepaskan tangan Damien dari pipinya. Namun air mata wanita itu tak kunjung mereda. Ekspresi dingin Damien membuat Dalena menggigil takut. "Mau sejauh apa kau berpura-pura?" Kali ini Damien mencekal kedua pundak Dalena dengan rengkuhan. "Sejak awal kedatanganmu, kau membuatku curiga, Dalena!" "Lepaskan, tolong..." Dalena menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan begini!" "Kenapa kau menangis? Kau takut padaku? Apa yang kau pikirkan tentang aku, Dalena?!" Damien menangkup satu pipi wanita itu tuk menatapnya. Dalena terisak-isak menangis dengan suara yang kini ia keluarkan, tangisan yang sama seperti Raccel saat sedih. Tatapan mata yang begitu terluka bercampur ketakutan ia berikan pada Damien. Kedua telapak tangannya tergerak mencengkeram lengan kekar Damien. Dalena kembali menggelengkan kepalanya. "Kumohon, jangan membahas apapun... Aku takut," lirihnya menundukkan kepalanya di dada Damien. "Aku takut padamu, kumohon." Rasa nyeri di uluh hati D
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris