"Besok aku harus ke Barcelona selam dua hari untuk mengurus beberapa hal penting perusahaan. Kau aku tinggal tidak papa, kan?" Damien menatap Dalena yang kini duduk di sampingnya, wanita itu sibuk merajut."Tidak papa kok, lagipula aku juga sering sendirian," jawab Dalena. "Hufffttt... Aku akan sangat sibuk selama di sini," ujar Damien, tiba-tiba dia berbaring dan menjadikan pangkuan Dalena sebagai bantalnya. Dalena menatap wajah laki-laki yang kini memejamkan kedua matanya. Ia meletakkan benang rajutannya dan beralih mengusap rambut hitam Damien. "Bagaimana dengan perusahaanmu di Barcelona?" tanya Dalena. "Tidak masalah, di sini kan ada cabangnya," jawab laki-laki itu santai. Dalena mendengus. "Orang kaya, mau ke mana saja bisnisnya ada di mana-mana." Kedua mata Damien langsung terbuka. "Tentu saja, Sayang." Damien meraih tangan Dalena, ia meletakkan di pipinya. Mereka berdua berada di dalam kamar, sementara si kembar sepertinya sudah tidur malam ini. "Kalau begitu bangun du
"Kembar, di rumah jagain Mami ya... Ingat! Kalian berdua tidak boleh nakal, tunggu sampai Papi kembali, okay?!" Damien menekuk kedua lututnya di hadapan si kembar yang berdiri di teras. Cassel dan Raccel cemberut, padahal rencananya hari ini mereka ingin mengajak Damien main ke pantai. "Papi mau ke mana?" tanya Cassel mencebikkan bibirnya. "Papi akan pulang ke Barcelona, tapi besok Papi ke sini lagi, okay?!" Damien mengecup pipi Cassel. Raccel berjalan ke belakang mendekati Dalena. Anak perempuan itu mendongak menatap Dalena. "Mom, Daddy-ku bohong itu... Dia tidak akan kembali ke sini lagi!" bisik Raccel sembari berjinjit-jinjit. Senyuman terukir di bibir Dalena bersamaan dia mengangkat tubuh mungil Raccel. "Tidak Sayang, Daddy tidak akan bohong sama kita kok," jawab Dalena. Damien menoleh cepat, laki-laki itu terkekeh mengecup pipi Raccel. "Kapan Daddy-mu ini bohong, Princess!" "Sering kok, cuma tidak ditulis saja sama Raccel!" jawab anak itu cemberut. "Raccel kan tidak b
"Papi jadi pulang hari ini kan? Mami sudah masak banyak buat Papi, jadi Papi harus cepat sampai di rumah!" Cassel mengoceh memegangi ponsel milik Dalena yang dia bawa. Anak laki-laki itu selama dua hari tidak pernah absen satu jam pun bertanya tentang Papanya. Tak kaget, Cassel tidak pernah merasakan seperti apa rasanya memiliki seorang Papa sebelumnya. "Iya Sayang, Papi akan segera sampai di rumah kok. Mungkin... Dua jam lagi," jawab Damien di balik panggilan itu. "Hem, dua jam? Dua jam itu berapa lama?" Kekehan Damien membuat Cassel mengerucutkan bibirnya. "Cassel tunggu saja Papi di teras depan, Papi membawa banyak sekali oleh-oleh untuk Cassel." "Waahhh...! Asik!" pekik anak laki-laki itu sangat kesenangan. Sedangkan Raccel bersama Dalena di ruang makan, anak perempuan yang kini duduk di tepi meja dan asik dengan susu cokelatnya di dalam botol. Mata indahnya menatap sang kembaran yang mengoceh kesenangan. "Mom, dia kenapa kesenangan begitu?" tanya Raccel menoleh pada Dale
"Oma itu cuma akting kan? Oma hanya pura-pura baik tapi Papi kok sudah percaya sih..." "Iya! Mami juga kok enak sekali memaafkan Oma, dia kan jagat!"Si kembar mengekori Damien sembari menggerutu dan mengomel tentang Neneknya. Damien yang kini menata beberapa pakaian di dalam lemari, ia menoleh pada dua duplikatnya yang sama-sama duduk di atas ranjang dengan wajah cemberut kesal."Mami saja bisa memaafkan Oma, harusnya kalian juga bisa, Sayang..." Damien menatap si kembar. "Ya tidak semudah itu Dad! Dibayar dulu paling tidak, diajak ke game zone kek," jawab Raccel sebelum dia terkekeh. Damien tersenyum lucu, laki-laki itu melangkah mendekati si kecil sebelum menekuk kedua lututnya di hadapan Cassel dan Raccel. Raccel masih bisa tersenyum, tapi tidak seperti Cassel yang memasang wajah masamnya. "Oma tidak di sini selamanya kan, Pi?" tanya anak itu. "Tidak Sayang. Nanti malam Oma sudah pulang," jawab Damien mengusap pipi Cassel. "Bagus! Kenapa tidak langsung pulang sekarang saja
Lora sudah kembali ke Barcelona sore tadi. Damien bersama Dalena dan si kembar mengantarkannya ke bandara. Dalam perjalanan pulang, si kembar tertidur pulas. Mungkin anak itu sangat lelah bermain ke sana dan kemari.Sesampainya di rumah Damien menggendong keduanya masuk ke dalam rumah, sementara Dalena membawa banyak sekali belanjaan, terutama milik anak-anaknya. "Mereka kelelahan," ujar Damien menatap Dalena. "Heem. Lihat pipinya Cassel sampai memerah begini, Raccel menggigitnya," ucap Dalena mengusap pipi Cassel dengan lembut. "Huffttt... Anak kita yang satu ini memang sangat nakal, Sayang." Damien berbaring di samping Cassel. "Tidak seperti si tampan ini, dia pintar dan anak kalem!" Damien tersenyum, ia memeluk Cassel dan Raccel dengan lengannya. Dalena mengusap pundak sang suami. "Istirahatlah dengan anak-anak, aku akan menyiapkan makan malam." "Iya Sayang." Kembali Dalena berjalan keluar dari dalam kamar si kembar. Wanita itu turun ke lantai satu, dan Dalena bergegas me
"Nicho, ayo ikut pulang ke rumah Raccel. Nanti Raccel ajak main boneka!" Anak perempuan itu memeluk lengan Nicho erat-erat saat semuanya bersiap-siap pulang. Hanya Raccel yang paling rewel di sana. Dalena langsung mendekati putrinya. "Sayang, besok lagi main sama Kak Nicho, ya?" "Tidak mau, Mom! Ini pacarnya Raccel, mau dibawa pulang saja!" teriak anak itu menangis keras-keras. Heboh dengan tangisan dan teriakan Raccel di dalam tempat itu. Damien pun langsung menggendong si kecil dan membawanya keluar lebih dulu. Raccel menangis keras-keras seperti biasa, dan Cassel hanya mengerjapkan kedua matanya melihat sang kembaran yang tantrum. Memang situasi ini tidak mengagetkan untuknya. "Mom, Adik Raccel tambah nakal ya," ujar Cassel mendongak menatap Dalena yang menggandengnya berjalan keluar dari dalam rumah makan. "Iya Sayang. Tapi semua anak kecil seperti itu. Kan Kakak Cassel katanya sudah dewasa," ujar Dalena mengelus pipi gembil Cassel. "Iya dong, Cassel sudah dewasa. Nanti k
Dalena tidak kunjung tidur semalaman, wanita itu menatap ke arah Damien yang tertidur. Sejak siang suaminya membicarakan tentang anak, Dalena merasa takut dan cemas. Sejujurnya ia takut mengatakan hal yang sebenarnya pada Damien kalau Dalena tidak akan pernah bisa memiliki anak lagi. "Hufffttt..." Dalena mengusap wajahnya pelan. Wanita itu duduk di atas ranjang menatap ke arah jendela. Dari pantulan dinding kaca, ia dapat melihat gambar dirinya. "Maaf bila mengecewakan," ucap Dalena tertunduk. "Aku tahu kau sangat mengharapkannya, tapi aku tidak bisa. Tidak ada kesempatan kedua kalinya untukku bisa hamil, kerusakan rahimku setelah operasi melahirkan si kembar, dan sekarang aku mandul. Tidak bisa memiliki anak lagi. Tidak bisa memberikan apa yang kau inginkan lagi, Damien. Aku sedih, aku sangat takut mengatakan ini semua padamu." Dalena menundukkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia menangis sedih, bagaimana dia terus ribut perkara anak, namun Dalena t
Raccel dan Cassel pagi ini datang ke sekolah baru mereka. Damien lah yang mengantarkan kedua anaknya bersama Dalena juga di sana. Namun ternyata, si kecil Raccel malah marah saat tiba di depan kelas. "Aahhh pokoknya Raccel mau pulang! Apa sekolah itu tidak enak, Mommy! Raccel pusing! Sakit kepala, tahu!" teriak anak perempuan itu menangis menolak sekolah. "Tidak boleh begini Sayang, tadi kan sudah janji sama Mommy dan Daddy kalau Raccel tidak nakal!" seru Dalena memeluk putrinya yang langsung tantrum menolak sekolah. Damien berada di dalam kelas mengantarkan Cassel. Anak laki-laki Damien dan Dalena itu tidak rewel sama sekali. Dia malah bersemangat dan sangat antusias ingin bersekolah. Barulah Damien keluar dari ruang belajar, laki-laki itu menatap si kecil putrinya yang marah-marah di depan sana. "Pulang! Ayo pulang, Mommy!" teriak Raccel menangis keras-keras. "Ya ampun, Raccel..." Damien menghela napasnya panjang mendekati putrinya dan mengambilnya dari gendongan sang istri.