Sebenarnya, Ares ingin mengajak Rere bermain ski. Tetapi, melihat kondisi wanita itu yang agak sulit untuk berjalan lama-lama membuat Ares tidak tega. Alhasil, sekarang mereka hanya bermain salju di depan rumah. Rere masih sibuk dengan aktivitasnya membuat boneka salju, sedangkan Ares—pria itu memperhatikan Rere dengan mengabadikan momen yang ada di depannya dengan kamera yang ia pegang.
“Lihatlah ke sini, Re.” Ares memberi instruksi. Rere langsung mendongak, ia tersenyum lebar saat Ares mengarahkan kamera di hadapannya. Beberapa jepretan sudah Ares dapatkan dengan Rere yang selalu berganti gaya. Setelah itu, Rere melanjutkan aktivitasnya membuat boneka salju yang hampir selesai.“Ayo, foto bersamaku. Lihatlah ke sini!” ujar Ares. Ia mendekat ke arah Rere, lalu mengarahkan kameranya ke mereka dan mengambil foto.Sembari menunggu Rere bermain salju, Ares memutuskan untuk duduk di salah satu bangku yang jaraknya tidak jauh dari Rere. Ia melihat-lihat foto“Kak Ares, tangkap aku!” Rere berselancar di atas tumpukan salju. Sesuai yang dikatakan oleh Ares jika mereka akan bermain ski. Wanita itu tertawa lebar, membuat Ares yang berada di bawah ikut tersenyum hangat melihat tawa Rere. Lalu dengan sigap, Ares merentangkan tangannya saat jarak Rere dengannya sudah dekat. Hingga beberapa detik kemudian, tubuh Rere menubruk tubuh Ares membuat mereka terjatuh. Ares langsung memeluk Rere, melindungi wanita itu. Menyadari apa yang baru saja terjadi, mereka tertawa bersama. Rere benar-benar menikmati momen bersama Ares setiap detiknya. Entah kapan semua ini akan terjadi lagi. “Woah, ini sangat menyenangkan!” seru Rere dengan senyum lebarnya.Mereka terlentang di atas salju. Sembari menatap ke arah langit yang terlihat cerah. “Kak ... kita sudah menikah selama tujuh tahun. Aku ingin mengetahui tentang dirimu lebih jauh, apakah boleh?” Rere membuka percakapan, setelah mereka hening untuk beberapa saat. Mendengar pertanyaan Rere,
Seorang wanita sedang menikmati rokoknya, sembari duduk di salah satu bangku yang ada di taman. Ia sedang menunggu seseorang. "Excuse me. Kau Nyonya Admaja?" tanya seorang gadis kecil dengan rambut pirangnya. Wanita itu tersenyum, mengangguk. Ia melepas kaca matanya. "Kau Josephine?""Ya, Nyonya.""Bagaimana Josephine, sudah memberikannya?" tanya Nyonya Admaja itu pada gadis kecil di depannya.Gadis kecil bernama Josephine itu mengangguk. Ia tersenyum lebar, lalu menodongkan kedua tangannya pada wanita dewasa di depannya. "Aku sudah melakukan sesuai apa yang kau perintahkan. Lalu mana upahnya, Nyonya?" Wanita itu terkekeh, mengangguk. Tangannya merogoh tas untuk mengambil dompet, membukanya. Ia mengambil beberapa lembar uang berjumlah 350 Franc Swiss, lalu memberikannya pada Josephine. "Ini untukmu," ujarnya.Josephine menerima, lalu tersenyum. "Thanks." "Your welcome. Ah, jika aku membutuhkan bantuanmu lagi
Kavita dan pak Gio sudah sampai di rumah yang Ares dan Rere tinggali selama di Swiss. "Silakan diminum dan dinikmati makanannya, Paman, Kavita." Rere datang dengan membawa beberapa makanan dan juga minuman untuk dihidangkan pada kedua tamu Ares. "Terima kasih, nak Rere," ujar pak Gio."Terima kasih, Re," ujar Kavita bersamaan dengan pak Gio.Rere tersenyum, mengangguk. Setelah itu ia pamit undur diri dan tidak berselang lama, Ares datang ikut bergabung dengan pak Gio dan Kavita."Bagaimana keadaan kantor, semua baik-baik saja?" tanya Ares. Meskipun sedang berada di negara yang berbeda, tentu saja Ares tetap mengurus semua pekerjaan-pekerjaan kantor secara online atau mengutus pak Gio dan Kavita untuk datang ke Swiss. Lalu bagaimana jika ada rapat? Tentu dilakukan secara daring. Mereka berdiskusi membahas masalah pekerjaan dengan serius. Sesekali menikmati hidangan yang sudah disediakan oleh Rere. Tidak terasa, sudah 4 jam berlalu, Ares
“Hai, siapa namamu?” Seorang wanita dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya itu menyapa seorang gadis kecil yang sedang berjaga di tempat penjual permen kapas. “Ya? Ada yang bisa kubantu?” tanya gadis kecil itu tanpa menjawab siapa namanya.“Aku membutuhkan bantuanmu,” ujar wanita itu. “Panggil saja aku Kirana.”“Oke, baiklah Nona Kirana. Apa yang perlu kubantu?”“Perkenalkan terlebih dulu, siapa namamu, cantik?”“Josephine.”“Ah, Josephine. Nama yang cantik,” ujar wanita itu berbasa-basi. “Thank you.”“Bisakah kau memberi coklat ini pada seseorang?” tanya wanita itu pada Josephine. “Siapa?” “Temanku, kau bisa menemuinya di mini market dekat taman. Yang ada di seberang sana,” ujarnya menjelaskan sembari menunjuk salah satu mini market yang dimaksud.“Kenapa tidak memberikannya sendiri, kau bilang dia adalah temanmu?”Wanita itu tersenyum ramah. “Dia belum menge
Akhirnya, jadwal ke Zürich diundur karena permintaan Rere yang ingin bertemu dengan Josephine. Namun sayangnya, mereka belum bisa bertemu karena gadis kecil itu ternyata sedang pergi ke Bern untuk beberapa waktu yang tidak bisa dipastikan. Lalu Pak Gio dan Kavita juga sudah pulang dua hari yang lalu, setelah berada di sini selama satu minggu, bekerja sekalian berlibur. “Bagaimana jika kita ke Zurich terlebih dulu, Re?”“Nanti saat mendekati jadwal pulang, kita bisa kembali lagi ke sini untuk menemui Josephine.” Lanjut Ares mengusulkan.“Haruskah begitu?” Rere balik bertanya. “Kupikir begitu lebih baik, Re. Karena kita juga belom tau kapan Josephine akan kembali dari Bern.”Rere mengangguk setuju dengan kalimat Ares. “Oke. Jika begitu, kita ke Zurich terlebih dulu, kak.”“Jika begitu, besok kita berangkat.” “Besok?” tanya Rere memastikan. “Ya, besok. Tidak mungkin jika tahun depan, bukan?” Ares terkekeh kecil. Karena i
Karena Rere yang mendadak demam, alhasil keberangkatan mereka ke Zürich lagi-lagi diundur. Saat ini yang dilakukan Rere hanya istirahat dengan menonton serial Net-flix. Sedangkan Ares, pria itu sudah keluar sejak pagi, karena mendadak ada urusan. Lalu suara bell yang berbunyi, membuat Rere bangun dari tidurnya. Meskipun pusing masih terasa di kepala dengan pandangan mata yang sedikit mengabur, ia tetap berusaha berjalan dengan tangannya yang menyentuh tembok untuk menahan dirinya. Saat pintu sudah terbuka, Rere melihat sosok gadis kecil berdiri di depannya. “Apakah kau Nona Rere?” tanyanya to the point. Rere mengangguk, menampilkan senyum manis di wajahnya. “Iya, aku Rere. Mencariku?”Terlihat gadis kecil itu tersenyum, mengangguk. “Aku Josephine.”“Ahhh, kau Josephine. Masuklah, honey.” Rere mengajak Josephine masuk ke dalam rumah, lalu mempersilakan gadis kecil itu untuk duduk menunggunya sembari ia menyiapkan minuman dan camilan.“Dad memberitahukan kepadaku jika ada yang mencari
Rere menuruni anak tangga. Entah kenapa sejak pulang dari Swiss, ia merasa sangat lelah dan rasanya hanya ingin tiduran saja di atas kasur. Namun, baru saja di anak tangga keempat, Rere sudah dikejutkan dengan keadaan ruang bersantainya yang sudah disulap dengan sedemikian cantik dan jangan lupakan Serena yang berdiri dari duduknya, menyambutnya hangat dengan senyum manisnya. “Surprise!” “Astaga!” Rere tidak bisa menahan keterkejutannya. “Sejak kapan ini disiapkan?”“Sejak dua jam yang lalu,” balas Serena berjalan menghampiri Rere. “Awalnya bi Nur mau bangunin kamu, tapi aku langsung kasih tau aja jangan. Biar kamu bangun sendiri, sekalian ini semua siap.”“Tidak bertemu kak Ares?” Serena menggeleng. “Pras bilang, dia berangkat pagi-pagi sekali. Katanya ada urusan mendadak.”Mendengar penjelasan Serena, membuat Rere mengangguk mengerti. “Seperti sudah satu abad saja rasanya tidak bertemu denganmu!” Serena langsung memeluk tubuh Rere dengan erat. “Selamat ulang tahun, Re. Aku selalu
Setelah kepergian Serena, Rere langsung naik ke atas kamar untuk mengecek keberadaan Ares. Namun, saat sudah masuk ke dalam kamar pria itu, ternyata Ares tidak ada di sana. “Kak Ares?” Panggil Rere dengan suara yang lumayan keras. “Aku di sini, Re.” Ares balas berteriak, menjawab pertanyaan Rere. Sejenak, Rere terdiam saat mendengar jawaban Ares. Suara itu berasal dari kamarnya. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar untuk segera memastikan. Benar saja, pria itu sudah berbaring sangat nyaman di atas kasur dengan matanya yang terpejam. “Aku ingin tidur di sini. Tidak masalah, kan?” ujarnya dengan mata yang masih terpejam.“Terserah kak Ares,” balas Rere. “Kak Ares sudah makan?”Pria itu menggelengkan kepala sebagai jawaban. “Jika begitu kubuatkan makanan terlebih dulu. Ada yang kak Ares inginkan?”“Mmm ... bubur. Aku ingin bubur buatanmu,” balas Ares membuat Rere mengangguk paham.“Menginginkan apa lagi?”Ares membuka matanya, lalu menatap Rere serius. “Menginginkanmu.”Mendengar jawab