Aldo membawakan barang-barang milik Desy. Mereka berdua berjalan menyusuri koridor rumah sakit dan ke luar menuju parkiran mobil. "Kamu tunggu di sini. Aku akan menemui Nyonya Melani lebih dulu," ucap Aldo seraya memasukkan barang-barang Desy ke dalam bagasi mobil. Aldo segera membuka pintu untuk Desy. "Masuklah," ucapnya. Dia tersenyum lembut pada Desy. "Jaga dirimu baik-baik. Aku akan segera kembali." Dia menutup pintu mobil, lalu bergegas menjauh dari sana. "Ke mana saja kamu, Aldo? Kenapa lama sekali jika hanya menemui dokter?" tanya Melani begitu Aldo sampai ke kamarnya. "Maaf, Nyonya." Hanya itu yang bisa terucap dari bibir Aldo. Dia segera mengambil barang-barang Melani. "Mari kita pulang, Nyonya. Saya akan membawa barang-barang ini ke mobil," ucapnya seraya melangkah ke luar kamar. Melani, Nafisa, dan Namira mengikuti langkah Aldo. "Bagaimana dengan Desy? Apa dia boleh pulang hari ini?" tanya Melani penasaran. Dia terus mengikuti langkah Aldo hingga mereka sampai di luar r
"Ini ke mana, Nak Aldo? Ibu sangat hafal ini bukan jalan menuju rumah Nak Desy atau Nak Deon. Jadi sebenarnya kamu mau membawa kita ke mana?" Namira merasa kebingungan melihat jalan yang nampak asing baginya. Desy dan Melani saling berpandangan. Mereka hafal jalanan itu adalah jalanan menuju kantor Deon. "Betul juga. Kita mau ke mana?" tanya mereka serempak. "Kalian tenang saja. Ini sebuah kejutan. Sebentar lagi kalian akan melihatnya sendiri." Aldo menjawab dengan santai. Melani mengerutkan kening. Dia tidak mengerti apa yang dibicarakan Aldo. "Kejutan? Kejutan apa?" tanyanya penasaran. Aldo tersenyum tipis. "Maafkan saya, Nyonya. Saya tidak bisa memberitahukan pada Anda," jawabnya pada Melani. "Kamu ini, Melani. Jika sebuah kejutan diberitahukan sebelum waktunya, bukan kejutan lagi dong namanya?" Desy menjitak pelan kepala Melani. "Kau ini apa-apaan, Desy. Kenapa kamu memukulku?" Dia mengusap-usap kepalanya yang tidak terlalu sakit. "Sudahlah, kita menurut saja. Mungkin sopir
Desy berjalan masuk ke dalam butik, diikuti oleh Melani dan Namira. Sementara Aldo berjalan paling akhir dengan menggendong Nafisa. Desy menatap takjub pada interior butik yang serba putih. Butik ini terlihat jauh lebih mewah dari butik sebelumnya. "Melani, kamu beruntung sekali mempunyai suami yang rela memberikan segalanya untukmu," gumamnya. "Apa kalian menyukai butuk ini?" Tiba-tiba suara bariton terdengar dari belakang. Semuanya menoleh dan melihat Deon baru saja memasuki butik. Dia mengambil alih tugas Aldo menggendong Nafisa. Nafisa terbangun saat mendengar suara Deon. Dia mengucek-ngucek mata melihat sekeliling. "Papa! Lagi di mana kita?" tanyanya ingin tahu. "Kamu sudah bangun, Nafisa?" Deon hendak menurunkan Nafisa, tetapi Nafisa memegang erat pundak Deon. Dia masih ingin berada di gendongan papa sambungnya itu. "Kita sedang berada di butik milik mamamu. Apa kamu menyukainya?" Deon menatap lekat Nafisa. Nafisa mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu menganggukkan kepa
"Sudah sudah, jangan memaksa istriku, dia pasti malu. Aku meminta Aldo membawa kalian ke sini untuk memberikan kejutan ini untuk Melani. Kalian boleh melihat-lihat sebelum butik ini resmi dibuka," ujar Deon mengalihkan pembicaraan. Dia melirik Melani dan tersenyum geli saat melihat wajah istrinya itu telah bersemu merah. "Kamu harus pulih dan sehat dulu sebelum kembali bekerja mengurus butik ini. Aku tau kamu pasti masih trauma setelah kejadian kebakaran malam itu. Tenang saja, kali ini aku tidak akan membiarkan kebakaran itu terjadi lagi. Aku akan memberikan pengawalan dan pengawasan yang maksimal di butik ini. Kamu juga tidak perlu bekerja terlalu keras. Aku telah menyewa beberapa pelayan untuk membantu pekerjaanmu." Deon berkata panjang lebar. "Baiklah, aku sudah mengatakan semua yang harus aku katakan. Aku harus kembali bekerja lagi. Silakan kalian nikmati waktu kalian di sini. Aldo akan menunggu kalian di depan. Panggil dia jika kalian ingin pulang." Deon berpamitan pada Melani,
"Melani? Aku tidak menyangka, kamu sudah besar dan secantik ini." Nenek tua berjalan pelan mendekati Melani. Dia menatap Melani dengan mata berkaca-kaca. Mengusap lembut pipi Melani. Melani mengerutkan kening. Dia tidak mengerti apa yang dilakukan nenek tua itu. Nenek tua itu seperti memperlakukan dia sebagai cucunya. "Nenek? Bukankah Anda nenek yang sedang mencari cucu itu? Anda datang ke acara lelang beberapa hari yang lalu dan bercerita jika cucu Anda pernah hilang beberapa tahun silam," ujar Melani terbata-bata. Dia menatap iba pada nenek tua yang rambutnya telah memutih itu. Entah kenapa dia bisa merasakan kesedihan si nenek karena kehilangan cucu kesayangannya. Nenek tua itu menoleh ke arah Namira. "Namira, tolong jelaskan semuanya kepada cucuku," ujarnya tegas. "Nenek mengenal ibuku?" Melani bertanya bingung. "Apa Nenek sudah menemukan cucu Nenek?" Dia bertanya penuh harap. Dalam hatinya berdoa agar nenek itu segera menemukan cucunya agar mereka kembali berkumpul layaknya ke
Saat Melani masih berbicara serius dengan Nenek Karmila dan Namira, diam-diam Desy berjalan menjauhi mereka dan menghampiri Aldo. "Sungguh ternyata keluarga kaya tidak seindah seperti di pikiranku. Mereka mempunyai masalah yang sangat rumit. Lebih rumit dari masalah orang biasa. Aku jadi bersyukur karena tidak dilahirkan dari keluarga kaya," gumam Desy sambil melirik Melani yang masih berbincang dengan ibu dan neneknya. "Kamu yakin? Beberapa menit yang lalu kamu terus memuji keberuntungan Nyonya Melani karena menikah dengan pria kaya. Kukira kamu juga menginginkan nasib yang sama seperti sahabatmu itu," ujar Aldo. Dia menatap dingin Desy. "Aku memuji bukan berarti menginginkan nasib yang sama. Aku hanya senang karena sahabatku itu akhirnya bahagia. Apa kamu tahu? Setiap hari aku mencemaskan Melani sejak mendapat kabar jika dia bercerai dengan suaminya yang dulu. Dia pasti sangat sedih karena suaminya berselingkuh dengan adiknya sendiri," oceh Desy. "Kenapa kamu mencemaskannya? Mesk
Nenek Karmila menghembuskan napas berat. “Baiklah, jika itu maumu. Nenek akan merahasiakan identitasmu sebagai cucu keluarga Atmajaya untuk sementara. Tapi, izinkan Nenek mengunjungimu sewaktu-waktu,” ucapnya pada akhirnya. Dia memutuskan untuk mengalah sementara. “Baiklah, kamu harus beristirahat. Bagaimana jika Nenek mengantarkanmu pulang?” ujar Nenek Karmila. “Sekalian, aku ingin tahu di mana tempat tinggalmu saat ini” lanjutnya. Melani menatap Namira, meminta persetujuan. Namira menganggukkan kepala tanda setuju. “Pulanglah bersama nenekmu. Ibu akan meminta Nak Aldo untuk mengantar Ibu.” Namira mengusap lembut kepala Nafisa. “Kamu baik-baiklah bersama mamamu ya, Nafisa. Nenek pamit pulang dulu.” Setelah berpamitan, Namira melangkah ke luar butik lebih dulu. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari keberadaan Aldo dan Desy, tetapi kedua orang itu tidak kelihatan juga batang hidungnya. Di mana mereka? Namira menghembuskan napas berat. Di seberang jalan, Aldo sedang berla
Desy dan Namira berada di dalam mobil yang disopiri oleh Aldo. Mereka dalam perjalanan menuju rumah Deon. "Maaf, aku harus memastikan Nyonya Melani aman sampai rumah sebelum mengantar kalian pulang," ucap Aldo penuh penyesalan. Dia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. "Tidak masalah! Aku juga ingin memastikan sahabatku baik-baik saja," ujar Desy santai. Dia menikmati berlama-lama di dalam mobil bersama Aldo. "Ibu juga," sahut Namira. Entah mengapa tiba-tiba dia mengkhawatirkan Melani. "Sejak peristiwa kebakaran di butik kemarin malam, aku merasa khawatir. Jangan-jangan, seseorang sengaja ingin mencelakai Melani?" "Ibu tenang saja. Doakan saja semoga tidak terjadi sesuatu kepada Melani dan juga Nafisa," bujuk Desy seraya mengusap-usap pundak Namira. "Bu Namira, apa Ibu benar-benar yakin jika nenek tua tadi adalah orang yang sama yang menitipkan Nyonya Melani pada Anda beberapa tahun silam?" tanya Aldo ingin memastikan. Namira terlihat sedang berpikir keras. Dia menggelengkan k