Hari-hari yang Jonathan lalui begitu membosankan. Jika selama ini rumah adalah tempat yang selalu ingin membuatnya kembali setiap kali pergi, tapi hal itu tidak berlaku lagi setelah Amelie tidak berada di sana.
Dengan malas pria itu membuka pintu rumah dan seketika kemalasanya kian bertambah saat Theresia berhambur dengan senyum girang terpatri di wajahnya yang mulai keriput. Dapat dipastikan wanita itu memiliki rencana dibalik keramahannya malam ini."Putraku, kau sudah pulang? Makanlah, hidangan makan malam sepesial malam ini sudah menunggumu."Jonathan berjalan dengan pasrah mengikut ke arah Theresia menarik tangannya.Pria itu mengernyit saat mendapati sahabat ibunya berada di meja makan, bersama suami dan seorang gadis yang sama sekali tidak dikenalinya.Gadis itu terus tersenyum ke arah Jonathan. Membuat Jonathan merasa risih dan sesekali membalas senyumannya dengan senyuman samar.Apa rencana Theresia kali ini?"Perkenalkan, Jonathan, dia Elena. Gadis yang akan Ibu jodohkan denganmu." kata Theresia dengan gamblang.Reflek Jonathan menyemburkan minuman yang baru saja masuk ke dalam mulut ke wajah Theresia karena kaget."Jonathan," pekik Theresia berusaha menahan amarah.Kalau saja saat ini mereka tidak sedang makan bersama tamu, tentu saja Theresia akan marah dan memaki Jonathan. Tapi wanita itu memilih tidak melakukannya, demi menjaga nama baiknya.Katie dan Irene yang melayani para tamu Theresia menahan tawa melihat kejadian yang baru saja terjadi.Edmund hanya diam tidak menanggapi. Jika dituntut untuk membuka suara, sudah pasti pria itu memberikan keputusan sepenuhnya kepada Jonathan.Bahkan Theresia sama sekali tidak memberi tau kepadanya bahwa istrinya itu mengundang sahabatnya untuk makan malam dirumahnya. Termasuk perjodohan yang dilakukan Theresia untuk putra mereka."Habiskan makananmu, ajak Elena berjalan-jalan di taman rumah." pinta Theresia yang dibuat terdengar semanis mungkin.Jonathan tidak banyak bicara selama dia dan Elena berada di taman berdua. Pria itu memilih untuk membiarkan keheningan meruang dibandingkan berbicara dengan gadis asing yang akan dijodohkan dengannya."Apa kesibukanmu setiap hari?" tanya Elena untuk memecah keheningan."Seperti orang-orang pada umumnya.""Oh." Elena tersenyum getir mendengar jawaban dingin dari pria disebelahnya.'Tampan, tapi kenapa sangat menyebalkan sekali pria ini,' umpat Elena dalam hati."Apakah kau pernah berpacaran sebelumnya?""Ya. Aku sudah memiliki kekasih saat ini." kembali Jonathan menjawab singkat tanpa menoleh kepadanya.Wajah cantik Elena sama sekali tidak membuat Jonathan tertarik. Gadis itu sangat kesal. Gaun indah yang dipakai, riasan wajah, dan perhiasan untuk menunjang penampilan sama sekali tidak membuat pria itu menoleh kepadanya.Pandangan pria itu menerawang menatap langit yang bertabur bintang.'Amelie? Sedang apa kamu sekarang? Kepergianmu sangat membuatku tersiksa, Amelie. Lihatlah sekarang? Aku sedang duduk bersama gadis asing yang hendak Theresia jodohkan denganku. Aku tidak menginginkannya, Amelie! Tolong, kembalilah. Aku akan ikut pergi kemana pun kau mau.' rintih Jonathan dalam hati.Jonathan terlalu lama membiarkan Elena berdialog dengan dirinya sendiri. Pikiran licik mulai berkelibat di kepalanya. Bibir gadis itu tersenyum saat sebuah ide muncul di kepalanya.'Awas kau, Jonathan! Akan ku buat kau tergila-gila dan mengemis cinta padaku!' umpat Elena dalam hati."Maaf, Jonathan, malam sudah semakin larut. Sepertinya aku dan orang tuaku akan pulang sebentar lagi." ucap Elena berharap Jonathan akan menahannya untuk pergi."Pulanglah."Gadis itu menatap penuh kecewa mendengar jawaban Jonathan yang sangat jauh dari ekspektasinya."Dan tolong, jangan mengharapkan apapun dari perjodohan ini. Ibuku yang ingin menjodohkan aku denganmu. Tapi aku sama sekali tidak menginginkan perjodohan ini. Sampai kapan pun, Amelie tak akan pernah terganti." ucap Jonathan sembari melambaikan tangan tanda perpisahan. Disaat itu juga Elena mengetahui jika kekasih Jonathan bernama Amelie. Keinginan Elena untuk mencari tau tentang gadis itu muncul.Jonathan berharap, perjumpaan dengan Elena malam ini adalah perjumpaan pertama sekaligus yang terakhir.Elena membalikkan badan dan pergi menjauh dari Jonathan dengan perasaan kesal yang meluap.***Siang itu sangat cerah. Warna biru menghiasi langit di kota terbesar nomor satu di negara New Zeland itu. Di sebuah mobil sedan mewah berwarna merah ferarri yang membelah jalan raya, seorang wanita duduk di jok belakang. Dia tampak begitu modis dengan gaun hitam dan tas tangan kulit berwarna merah marun. Jam tangan mahal turut menunjang penampilannya yang mentereng. "Kita menuju Le French Eatry." titah Theresia kepada sopir pribadinya yang menatap majikannya dari kaca sepion tengah dan menganggukkan kepala setelahnya.Wanita itu menulis pesan singkat yang berbunyi; "Aku dalam perjalanan menuju Le French Eatry. Tunggulah sebentar."Theresia kembali menyibukkan kedua tangannya dengan cermin dan lipstik. Disapukannya lipstik merah tua itu di bibirnya yang berbentuk hati, yang berhasil menambah kesan betapa elegan penampilan wanita itu.Sembari tersenyum antusias, Elena melambaikan tangan begitu mendapati entitas wanita yang sudah dia tunggu kehadirannya sejak 15 menit yang lalu. There
"Oh, cucuku! Kau terlihat semakin cantik setelah dewasa," ucap Marie begitu mendapati entitas gadis yang berdiri di ambang pintu dengan dua tas besar ditenteng pada kedua tangannya.Segera tangan keriput Marie memeluk tubuh Amelie dan merebahkan kepalanya ada bahu gadis itu. Dihirupnya aroma mawar yang menenangkan pada tubuh gadis itu. Setelah dirasa puas, Marie melepas pelukannya pada gadis itu, Marie meraih salah satu tas besar yang dijinjing Amelie dan berjalan masuk."Masuk lah, aku sudah menyiapkan makanan untukmu."Gadis itu mengangguk dan berjalan dibelakang wanita tua itu sembari mengedarkan pandangan. Bangunan rumah itu banyak yang berubah dari terakhir kali Amelie meninggalkan rumah itu. Saat itu usianya menginjak 12 tahun. "Terima kasih, Nek." jawab Amelie sembari mengambil posisi duduk di kursi ruang makan."Terimakasih untuk apa? Sudah kewajibanku memberi makanan untuk cucu yang sangat aku sayangi."Makanan sudah terhidang di atas meja berbentuk persegi dihadapannya, tak
Sudah beberapa hari terakhir Amelie mengalami morning sickness yang cukup mengganggu. Tidak sesuap makanan pun masuk ke dalam saluran cerna gadis itu, melainkan kembali ia muntahkan. Mungkin, untuk hari-hari yang lalu ia masih bisa menahan. Tetapi tidak untuk kali ini. Rasa mual yang menyerang teramat hebat, seolah mengaduk-aduk seluruh isi perutnya. Pun rasa pusing yang menyerang kepalanya, tak kalah hebat intensitas sakitnya. Amelie keluar dari kamar mandi dengan langkah tertatih. Pandangannya berkunang-kunang. Marie yang menyaksikan peristiwa itu langsung berlari mendekati cucunya dan memapahnya untuk duduk ke sebuah kursi. Dua potong roti panggang milik Amelie dibiarkan begitu saja. Kini, wanita tua itu tidak lagi berbicara panjang lebar seperti sebelumnya. Marie merasa bersalah sudah memaksa cucunya untuk makan dalam jumlah yang banyak. Sementara itu, Louis terus berjalan hilir mudik sembari terus bergumam;"Oh, tuhan, apa yang sudah terjadi pada cucuku!" Tidak jauh berbeda d
Kondisi kesehatan Amelie kian membaik dari hari ke hari. Obat yang diresepkan Gideon berhasil mengurangi mual muntah yang akhir-akhir ini dialami oleh gadis itu. Setelah selesai dengan sarapannya, Amelie menyambar tas ransel kecil yang berisikan obat dan sebotol air untuk menemani perjalanannya pagi ini. "Kau mau kemana?" tanya Marie dengan tatapan bertanya begitu menyadari keberadaan ransel kecil di samping cucunya yang kini tengah mengikat tali sepatu.Mendengar pertanyaan Marie, Amelie pun mendongak, lalu berkata;"Aku mau mencari pekerjaan, Nek." "Kerja katamu? Kondisimu baru saja setabil, Sayang. Bisakah kau urungkan niatmu dan mencari pekerjaan di lain waktu?" tanya Marie memulai sesi negosiasi.Setelah selesai mengikat kedua sepatu cats miliknya, gadis itu berdiri sambil tersenyum mendengar ucapan Marie yang begitu perhatian padanya. "Lihatlah," kata Amelie sembari memutar tubuh di depan neneknya, untuk meyakinkan wanita tua itu bahwa tidak ada hal yang perlu dicemaskan. "Ak
Jonathan tidak menyangka tanggal 15 April datang begitu cepat. 15 April adalah tanggal yang telah disepakati keluarga Hayes dan keluarga Victor untuk melangsungkan pernikahan Jonathan dengan Elena. Seorang gadis cantik yang sama sekali tidak bisa membuatnya lupa dari sosok yang amat dicintai, Amelie Anderson.Dengan wajah masam, pria berusia 25 tahun itu memantas diri di depan cermin kamarnya. Mengenakan jas hitam yang telah dibeli secara khusus untuknya di hari pernikahan. Ingin sekali Jonathan merobek jas pemberian ibunya itu."Jo, Ibu mohon, jangan memasang ekspresi seerti itu. Ini hari besar untukmu." pinta Theresia saat melihat ekspresi wajah Jonathan.Entah sudah kali ke berapa Theresia mengucapkan pesan yang sama. Dan dia merasa muak akan hal itu. Jonathan memaksa menarik ke dua ujung bibirnya, sehingga tampak senyuman kaku. Senyuman kering dengan wajah tanpa ekspresi, sebagaimana manekin di toko baju. Setidaknya, dengan cara itulah dia ingin membungkam mulut ibunya, agar sege
Malam hari adalah saat yang paling ditunggu bagi sepasang pengantin baru untuk saling menyalurkan hasrat satu sama lain. Tapi, bagaimana jika pasangan yang saat ini bersama denganmu dalam satu kamar bukanlah seseorang yang kau cintai? Akankah hasrat biologis tetap akan tumbuh dalam perasaan hangat, dan menjalari sekujur tubuh keduanya. Mendorong agar keduanya saling bergumul beberapa ronde demi kepuasan bersama. Jonathan membaringkan tubuh di atas ranjang sembari menghela nafas lelah. Pria itu belum sempat melepas kemeja yang ia gunakan dalam prosesi pernikahan tadi siang. Bahakan untuk membersihkan diri saja rasanya enggan.Dengan dada berdebar, Elena berjalan mendekati Jonathan yang sedang berbaring di atas ranjang. "Jo ..." sapanya terdengar manja. Jonathan hanya menoleh sesaat, sebelum akhirnya kembali menghembuskan nafas lelah. Berada di samping Elena seharian ini membuat Jonathan merasa sangat lelah. Meski berdiri beriringan sebenarnya bukanlah hal yang berat untuk dilakukan.
Elena menatap kesal pada pria yang masih terlelap dengan bertelanjang dada di sebelahnya. Keinginannya melewati malam pertama dengan penuh kenikmatan sirna, lantaran Jonathan melakukannya dengan kasar tanpa foreplay. "Shit!" umpatnya sembari merengsek turun dari ranjang. Wanita itu meringis, menahan perih akibat organ intim yang lecet hasil pergulatan semalam. Theresia dan Edmund menoleh begitu mendengar suara derap kaki menuruni tangga. Seorang pria muda berpakaian rapi tersenyum kepada mereka sembari menjinjing jas hitam miliknya. Berjalan mendekat dan menarik sebuah kursi di meja makan. Pria itu turun sendiri, mengundang tanya di kepala Theresia. Kemana menantunya? Seharusnya pagi ini menjadi sarapan pertamanya bersama anggota baru di keluarganya. "Dimana Elena?" tanya Therseia dengan tatapan penuh tanya melihat putranya dengan polos meletakkan makanan ke dalam piringnya. "Dia masih di kamar, Bu. Mungkin saat ini dia kelelahan." jawab Jonathan sembari menyuapkan roti ke dalam m
Tak terasa satu bulan telah berlalu sejak pertama Amelie bekerja di Demiurge. Gadis itu beradaptasi dengan sangat baik dan cepat dengan pekerjaan barunya. Terlebih, para pekerja disana menyambutnya dengan sangat baik. Bahkan mereka memintanya agar tidak sungkan untuk bertanya jika ada hal yang kurang dimengerti dalam menjalankan pekerjaannya. Dari jarak dua meter, dua wanita sedang memperhatikan seorang gadis yang tengah menulis pesanan yang diminta salah satu pengunjung. Wajah rupawan itu selalu terlihat ramah dan menyuguhkan senyum kepada para pengunjung. "Julie, apakah kau memikirkan hal yang sama denganku?" tanya Anne dari balik counter. Tatapan matanya tak terlepas dari sosok Amelie."Hm? Maksudmu?" tanya Julie dengan dahi mengernyit. Gadis itu sama sekali tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan temannya."Haah. Aku merasa fisik Amelie berubah. Buah dadanya yang terlihat penuh, suhu tubuh yang lebih hangat dari orang sehat pada umumnya. Ditambah lagi perbedaan yang sangat men