Tak lama office girl datang membawakan makanan yang dipesan oleh Fadli dan juga obat, namun Jihan tidak mau membuang makanan yang diberikan oleh Haikal, kemudian dia pun meminta office girl itu untuk membawanya dan memakannya."Cspat dimakan nanti minum obatnya! Aku tidak mau jika kau sakit. Tapi kau jangan salah sangka, dulu jangan kepedean. Aku hanya tidak mau saja kalau nanti dicap sebagai bos yang kejam," ujar Fadli sambil melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di kursi.Jihan menarik sudut bibirnya. 'Memang kamu Bos yang kejam. Bukan Bos aja, tapi suami kejam juga.'"Jangan merutuki ku di dalam hati," ucap Fadli.Jihan terbengong saat mendengar penuturan pria itu. 'Buset nih orang, bisa dengar isi hatiku juga? Jangan-jangan dia punya kelainan?'Jihan bergidik ngeri, kemudian dia langsung menyantap makanannya. Tapi baru beberapa suap wanita itu langsung mual, hingga dia pun langsung berlari ke arah wastafel yang ada di dalam ruangan itu.Jihan terus memuntahkan
Jihan dan juga Fadli seketika menoleh ke arah belakang, dan mereka cukup terkejut saat Haikal ada di sanaFadli lupa tadi tidak mengunci pintu itu, sampai Haikal bisa tau ruangan rahasianya."Tidak apa-apa, hanya sakit biasa saja," bohong Fadli dengan wajah yang begitu tegang. "Kamu ngapain di sini?""Aku tadi ngelihat dokter keluar dari ruangan Kakak, aku pikir mungkin memeriksa Jihan, jadi aku ke sini. Apa dia baik-baik saja?" tanya Haikal dengan khawatir, namun tatapannya menjepit ke arah sang kakak.Entah kenapa Haikal merasa jika ada yang disembunyikan oleh Fadli."Dia baik-baik saja, hanya kelelahan. Sudah, sebaiknya kau keluar biarkan dia istirahat!""Tapi, kenapa tadi Kakak memegang kepala Jihan?" desak Haikal yang merasa penasaran. Sebab yang ia tahu Jihan adalah wanita solehah dan dia sangat pantang dipegang oleh orang yang bukan muhrimnya."Euuh ... memangnya kenapa? Kan dia adalah adik iparku. Sudah kau jangan berpikiran macam-macam! Sebaiknya keluar biarkan Jihan istiraha
Jihan keluar dari ruangan, dan benar saja di sana ada makanan yang diantarkan oleh office girl dan dia pun langsung menyantapnya."Aduh ... rasanya mual sekali, tapi aku harus makan. Kalau tidak, kasihan bayiku. Walau bagaimanapun dia tidak berdosa," ucap lirih Jihan sambil mengusap perutnya yang masih rata.Setelah makan dia pun kembali beristirahat karena badannya terasa lemas, Jihan juga merasa kepalanya masih sedikit pusing, jadi dia tidak mau memaksakan bekerja Sore hari tepatnya jam 15.00, Fadli sudah datang kembali ke kantor. Pria itu hendak masuk ke dalam ruangannya, tapi tiba-tiba seseorang memeluk tubuhnya dari belakang dan ternyata itu adalah Calista."Sayang, kamu nggak pulang?" tanya Fadli dengan heran."Enggak, tadi aku tuh keliling kantor kamu terus ngobrol deh sama karyawan di sini," jawab Calista, kemudian dia mengajak masuk Fadli ke dalam ruangan.'Aduh ... gawat! Di sini kan masih ada Jihan, kalau Calista tahu di sini ada Jihan, dan dia mengetahui aku membohonginya
Jihan tidak bisa tidur, kepalanya masih saja sedikit pusing apalagi perutnya terus saja diaduk seperti ingin muntah.Suaranya yang mual sampai terdengar ke kamar ibunya, tiba-tiba pintu kamarnya pun diketuk. "Jihan ... kamu kenapa Nak?" teriak Ibu Kulsum dari luarJihan berjalan gontai, kemudian dia membuka pintu kamarnya."Eh ibu ... belum tidur?""Gimana Ibu mau tidur. Sudah dari tadi ibu terus aja mendengar kamu mual, kamu itu masuk angin? Sini Ibu kerokin ya! Atau kamu minum obat dulu biar mendingan," ucap bu Kulsum dengan cemas. "Lihat sampai wajah kamu pucat kayak gitu. atAtau kita ke rumah sakit aja ya, Nak?"Mendengar itu Jihan pun panik. "Tidak Bu, tidak. Jihan baik-baik aja kok, cuma kelelahan aja. Ya sudah, Ibu istirahat Jihan juga mau tidur," ucap Jihan.Bu Kulsum mengerutkan dahinya saat melihat kepanikan wanita tersebut. "Kamu kenapa, kok kayak panik gitu sih saat ibu ngajakin kamu ke rumah sakit?""Nggak apa-apa Bu, Jihan cuma masuk angin aja kok. Ya udah, sekarang ibu
Jihan menatap kaget ke arah ibunya. "Ma-maksud ibu?" tanya Jihan dengan gugup."Dokter bilang kalau kamu sedang hamil, jawab Jihan! Anak siapa itu? Apa yang terjadi sama kamu? Kenapa bisa kamu hamil? Itu tidak mungkin kan? Pasti dokter itu salah memeriksa, katakan pada ibu Jihan kalau itu tidak benar!" desak ibu Kulsum sambil mengguncang bahu Jihan dengan air mata yang sudah mengalir.Rasa sesak di dalam dada begitu membuatnya sangat hancur saat mengetahui jika putrinya telah hamil tanpa menikah.Jihan bukannya menjawab malah ikut menangis, dia dapat melihat rasa kecewa dan sakit hati di kedua netra ibunya."Kenapa kamu diam saja? Jawab pertanyaan Ibu Jihan! Ayo jawab!" gertak bu Kulsum."Bu ... Jihan bisa jelaskan." "Jadi itu semua benar? Kamu sudah hamil?" bentaknya, dan seketika dia memundurkan langkahnya dengan kepala menggeleng.Tubuhnya luruh ke lantai, dia tidak bisa lagi menopang tenaga di dalam tubuhnya karena saat ini rasa sakit benar-benar sedang menggerogoti hati wanita t
"Halo ... assalamualaikum Kak," ucap Jihan saya telepon tersambung."Waalaikumsalam Jihan, jam 08.00 kamu siap-siap ya jangan pergi ke kantor, nanti kita ketemuan di rumah sakit saja. Mas Fadli sudah bicara sama aku kalau kamu sudah hamil, jadi kita akan ke sana melakukan USG.""Baik Kak."Jihan kembali termenung, dia menghela nafas dengan pelan sambil mengusap perutnya. 'Maafkan Ibu yang sudah mengorbankan kamu Nak, tapi Ibu tidak mempunyai pilihan lain.'..Tepat jam 08.00 Jihan sudah berada di jalan menuju rumah sakit di mana saat ini Fadli dan juga Calista tengah menunggunya, dan setelah menempuh perjalanan selama 45 menit dia pun sampai."Maaf ya jika aku lama," ucap Jihan"Tidak apa-apa." Calista merangkul pundak Jihan. "Ayo masuk! Dokter sudah menunggu kita."Kemudian dokter pun memeriksa kandungan Jihan, dan di sana Fadli beserta dengan Calista saling berpelukan dengan wajah berbinar bahagia, karena sebentar lagi mereka tidak akan terpisahkan dan mempunyai anak."Oh ya Dok, s
"Kamu yakin, jika kamu sedang hamil?" tanya papa Zahid sambil menatap lekat ke arah Calista.Senyum yang tadinya mengembang di kedua bibir Calista dan Fadli, seketika meredup saat mendengar pertanyaan Papa Zahid.Mereka merasa seakan Papa Zahid tidak percaya dengan hasil tes tersebut. "Maksud Papa apa? Kan di sana sudah jelas-jelas Calista sedang hamil, apakah bukti itu tidak nyata? Bukankah harusnya kalian senang karena Calista hamil?" tanya Fadli dengan nada kecewa."Tidak ... papa hanya bertanya saja tapi alhamdulillah kalau memang Calista sudah hamil papa ikut senang mendengarnya. Iya kan Mah?" ujar Papa Zahid sambil menengok ke arah sang istri.Mama Kirana mengangguk dengan wajah yang masih terkejut, kemudian dia langsung menggeser tempat duduknya ke arah Calista lalu mengusap perutnya."Terima kasih ya sayang, mama senang sekali karena sebentar lagi mama akan menimang cucu.""Iya Mah, aku juga senang akhirnya aku bisa mengabulkan permintaan Mama dan Papa. Itu artinya kalian ti
Happy reading ...."Tuan kita kembali ke kantor yuk!" ajak ke Jihan."Tapi makanan kamu belum habis?""Udah kenyang banget soalnya, kita kembali yuk! Aku takut nanti dimarahin sama Pak Fadli, karena kan sebentar lagi udah jam masuk kerja," alibi Jihan.Padahal dia merasa takut jika Fadli akan marah, apalagi saat pria itu mengetahui jika ia pergi bersama dengan Haikal. Sudah pasti Fadli akan memberikannya hukuman, bukan soal pekerjaan, tapi di ranjang.Akhirnya mereka pun pergi dari cafe untuk kembali ke kantor, dan sesampainya di sana Haikal ingin mengantar Jihan sampai ke dalam ruangan, akan tetapi wanita itu menolak."Tidak usah Tuan, saya bisa sendiri kok. Lagi pula di dalam sudah ada Pak Fadli, tidak enak jika melihat kita bersama nanti malah kena marah lagi?"Haikal pun mengerti, kemudian dia masuk ke dalam ruangannya begitu pula dengan Jihan. Dan saat dia masuk, Fadli tengah berdiri menyandarkan tubuhnya di meja sambil melipat tangan di depan dada dengan sorotan tajam ke arah Ji
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan