"Kamu yakin, jika kamu sedang hamil?" tanya papa Zahid sambil menatap lekat ke arah Calista.Senyum yang tadinya mengembang di kedua bibir Calista dan Fadli, seketika meredup saat mendengar pertanyaan Papa Zahid.Mereka merasa seakan Papa Zahid tidak percaya dengan hasil tes tersebut. "Maksud Papa apa? Kan di sana sudah jelas-jelas Calista sedang hamil, apakah bukti itu tidak nyata? Bukankah harusnya kalian senang karena Calista hamil?" tanya Fadli dengan nada kecewa."Tidak ... papa hanya bertanya saja tapi alhamdulillah kalau memang Calista sudah hamil papa ikut senang mendengarnya. Iya kan Mah?" ujar Papa Zahid sambil menengok ke arah sang istri.Mama Kirana mengangguk dengan wajah yang masih terkejut, kemudian dia langsung menggeser tempat duduknya ke arah Calista lalu mengusap perutnya."Terima kasih ya sayang, mama senang sekali karena sebentar lagi mama akan menimang cucu.""Iya Mah, aku juga senang akhirnya aku bisa mengabulkan permintaan Mama dan Papa. Itu artinya kalian ti
Happy reading ...."Tuan kita kembali ke kantor yuk!" ajak ke Jihan."Tapi makanan kamu belum habis?""Udah kenyang banget soalnya, kita kembali yuk! Aku takut nanti dimarahin sama Pak Fadli, karena kan sebentar lagi udah jam masuk kerja," alibi Jihan.Padahal dia merasa takut jika Fadli akan marah, apalagi saat pria itu mengetahui jika ia pergi bersama dengan Haikal. Sudah pasti Fadli akan memberikannya hukuman, bukan soal pekerjaan, tapi di ranjang.Akhirnya mereka pun pergi dari cafe untuk kembali ke kantor, dan sesampainya di sana Haikal ingin mengantar Jihan sampai ke dalam ruangan, akan tetapi wanita itu menolak."Tidak usah Tuan, saya bisa sendiri kok. Lagi pula di dalam sudah ada Pak Fadli, tidak enak jika melihat kita bersama nanti malah kena marah lagi?"Haikal pun mengerti, kemudian dia masuk ke dalam ruangannya begitu pula dengan Jihan. Dan saat dia masuk, Fadli tengah berdiri menyandarkan tubuhnya di meja sambil melipat tangan di depan dada dengan sorotan tajam ke arah Ji
"Mas ..." panggil Jihan, membuat pria Itu sekilas menengok ke arahnya dan kembali fokus pada laptop.Merasa diabaikan Jihan kembali memanggil nama Fadli. "Maas ....""Apa sih? Tidak lihat kalau aku sedang kerja?" ketus Fadli."Aku mau sesuatu."Fadli memutar bola matanya dengan malas, kemudian dia menaruh pulpen di atas meja. "Mau apa? Cepetan! Aku Masih banyak kerjaan.""Aku mau buah jeruk bali, terus sama tahu gejrot!" pinta Jihan."Jeruk bali? Tahu moncrot? Maksudnya apa sih? Jangan minta yang aneh-aneh deh, mana ada tahu moncrot sama jeruk bali? Kamu mau minta aku harus ke Bali gitu ... membeli jeruk?" kaget Fadli dengan tatapan tajam.Jihan mendengkus dengan kasar. 'Ternyata suamiku selain tampan, tapi untuk hal makanan dia sangat minus.' batin Jihan menggerutu di dalam hati.Kemudian dia bangkit lalu mendekat ke arah Fadli, seketika wanita itu duduk di pangkuannya, membuat Fadli membelakakan matanya karena dia tidak menyangka dengan tingkah Jihan."Mau apa kau hah?" geram Fadli
Satu jam menunggu tetapi Fadli belum juga datang, Jihan masih tenang mengerjakan pekerjaannya kemudian dia pun mual kembali.Wanita itu langsung berlari ke arah wastafel lalu memuntahkan isi perutnya.'Ternyata menjadi ibu hamil itu tidak mudah?' batin Aisyah.Sementara di tempat lain Fadli sudah menemukan jeruk bali, dia terus mencari ke tempat buah bahkan ke pasar, karena jika tidak ditemukan anaknya pasti akan ileran dan padi tidak ingin itu terjadiDia lanjut mencari tahu gejrot, akan tetapi belum menemukannya, hingga dia berhenti di pinggir jalan lalu bertanya kepada salah satu tukang parkir."Maaf Pak, saya mau bertanya, di mana di Sini yang berjualan tahu moncrot?""Hah? Tahu moncrot? Mana ada Tuan tahu moncrot? Saya seumur-umur baru dengar ada tahu moncrot kalau tahu gejrot ada," jawab tukang parkir."Nah ... itu dia maksud saya Pak, iya, itu gejrot di mana?""Bapak tinggal lurus aja, nanti di depan ada tikungan belok kiri. Tak jauh dari sana ada biasa gerobak mangkal di pin
Tepat jam 03.00 sore Fadli sudah kembali ke kantor. Dia memberikan pesanan Jihan dengan wajah yang cemberut."Nih makananmu!""Waah! Terima kasih," jawab Jihan dengan manja, "tapi mana jeruk balinya?""Sebentar lagi datang. Lagi di kupas sama office girl," jawa Fadli dengan datar.Terlihat wajahnya sangat kelelahan dan juga bete, karena harus mencari makanan yang sesusah itu.'Ternyata benar apa kata orang-orang, kalau ibu hamil itu ngidamnya merepotkan.' batin Fadli.Tak lama official gril pun datang, membawakan jeruk bali yang sudah dikupas lalu menaruhnya di atas meja Jihan.Saat dia tengah asik memakan jeruk bali, Jihan pun ingin mencicipi tahu gejrot yang dibelikan suaminya. Namun seketika ide jail melintas di benak wanita itu.'Mumpung aku lagi hamil, aku kerjain aja dia. Lagi pula jadi cowok songong sih, selalu menindas istri,' batin Jihan sambil tersenyum tipis.Kemudian dia menatap ke arah Fadli yang mulai mengerjakan pekerjaannya kembali. "Mas ..." panggil Jihan."Apa lagi s
Malam ini Jihan sedang bersiap-siap karena dia akan pergi ke kediaman orang tua Fadli, di mana sebenarnya mereka adalah mertuanya juga."Assalamualaikum," ucap seseorang sambil mengetuk pintu.Ibu Kulsum membuka pintu tersebut, "Waalaikumsalam, maaf Nak mau cari siapa ya?" tanya ibu Kulsum yang tidak mengenali siapa pria yang berada di hadapannya."Maaf Bu, nama saya Haikal. Saya ditugaskan Papa untuk menjemput ibu dan juga Jihan untuk ke rumah.""Kamu anaknya Pak Zahid?""Benar Bu," jawab Haikal sambil mengangguk dengan senyum manisnya."Ya Allah, maaf ... maaf, Ibu tidak mengenali kamu Nak, ayo masuk!" ajak Ibu Kulsum.Haikal mengangguk lalu dia duduk di sofa, setelah Jihan selesai wanita itu pun keluar. "Siapa Bu yang dat--" Ucapannya terhenti saat melihat Haikal yang sedang menatapnya. "Kamu rupanya.""Iya ... aku disuruh sama papa untuk jemput kamu sama ibu kamu," jawab Haikal dia menatap kagum ke arah Jihan 'Masya Allah, dia benar-benar cantik. Pantas jika aku tergila-gila pada
"Kamu nggak papa sayang?" tanya Mama Kirana saat menghampiri Jihan dan memijit tengkuknya.Dia tahu pasti Jihan akan merasakan mual di trimester pertama sampai ketiga."Nggak papa kok Tante," jawab Jihan dengan sedikit lemas, dan dia cukup kaget saat Mama Kirana menghampirinya.Sementara Ibu Kulsum rasa heran karena beberapa hari ini Jihan terlihat sering sekali muntah seperti orang yang sedang hamil.'Tidak mungkin jika Jihan sedang hamil? Dia bukan wanita seperti itu.' batin bu Kulsum.'Mama kenapa perhatian banget sih sama Jihan? Di sini kan yang hamil aku. Sepertinya aku juga harus mencari perhatian mereka.' batin Calista sambil tersenyum tipis."Huuweeek!" Calista pura-pura mual, kemudian dia berlari ke arah wastafel dan menggeser tubuh Jihan dan memuntahkan cairan."Kamu kenapa Calista?" tanya Mama Kirana."Aku mual Mah nyium bau makanan, rasanya perutku seperti diaduk-aduk," ujar Calista sambil berakting.Sementara Fadli hanya mengerutkan keningnya, namun dia segera sadar jika
Sesampainya Jihan di rumah, wanita itu langsung masuk ke dalam kamar. Namun saat dia mengganti pakaiannya dengan piyama tidur, tiba-tiba saja bu Kulsum mengetuk pintu kamarnya."Boleh ibu masuk?" tanya sang ibu."Iya Bu, boleh. Kenapa?" tanya Jihan dengan heran.Namun, terlihat di Ibu Kulsum hanya diam saja, dia takut jika nanti pertanyaannya akan menyinggung perasaan Jihan, tapi dia juga merasa penasaran."Ada apa Bu?" tanya Jihan saat melihat keterdiaman sang ibu.Wanita itu memegang lengan Jihan, kemudian dia duduk di tepi ranjang sambil menatap lekat ke arah putrinya."Begini Nak ... sejujurnya ada yang ingin Ibu tanyakan sama kamu?""Soal apa itu, Bu?" Entah kenapa perasaan Jihan mendadak tak enak."Apa kamu ... eum ...apa kamu sedang hamil?" tanya ibu Kulsum seketika.Jihan tersentak saat mendengar pertanyaan dari ibunya, dia tak pernah menyangka kata-kata itu akan terlontar dari mulut Ibu Kulsum."Ke-kenapa Ibu bertanya seperti itu?" tanyanya dengan gugup."Maaf jika mungkin per
Hari ini Fadli sudah di izinkan pulang oleh dokter, dan dia akan rawat jalan di rumah. Jihan sengaja menjemputnya bersama dengan Dixon."Boleh aku menggendongnya?" pinta Fadli saat berada di dalam mobil."Tentu saja. Tapi apa perut kamu sudah enakan? Nanti takutnya lukanya malah basah kembali karena tekanan yang cukup berat," khawatir Jihan."Tidak. Sudah lebih baik kok." Kemudian Jihan pun memberikan Dixon kepada Fadli dengan hati-hati.Pertama yang dilakukan Fadli adalah mencium seluruh wajah Dixon. Air matanya tidak bisa terbendung lagi, dia amat sangat bahagia karena akhirnya bisa memiliki seorang anak darah dagingnya sendiri.'Terima kasih ya Allah, Engkau sudah memberikanku seorang keturunan. Dia amat sangat tampan. Terima kasih juga telah memberikanku istri yang begitu sabar, semoga Engkau tidak memisahkanku dengan Jihan untuk kedua kalinya.' batin Fadli sambil menatap hangat ke arah putranya."Dia sangat tampan ya," ucap Fadli sambil melirik ke arah Jihan.Wanita itu menganggu
Haikal tersenyum melihat wajah Zahra yang terlihat begitu lucu di matanya. Kemudian dia membantu wanita itu untuk membereskan bekas acara tahlilan.'Jika dilihat-lihat, dia sangat cantik.' batin Haikal saat dia sedang membereskan botol Aqua di samping Zahra, dan diam-diam pria itu mengamati wajah cantik milik wanita tersebut. 'Ya ... walaupun sedikit barbar, tapi dia benar-benar wanita yang baik.'..Satu minggu telah berlalu, Jihan saat ini sedang ditelepon oleh Mama Kirana karena Fadli sudah siuman, dia pun segera bergegas ke rumah sakit.Sesampainya di sana, Jihan langsung memeluk tubuh Fadli. "Akhirnya kamu sadar juga Mas. Aku senang sekali," ucapnya dengan haru."Ini juga karena berkat doa kamu, sayang," jawab Fadli dengan lembut.Pipi Jihan merona malu saat Fadli tiba-tiba saja menyebutnya dengan kata sayang. Karena baru pertama kali pria itu berkata semanis dan seromantis itu kepada dirinya."Boleh kan, jika aku memanggil kamu dengan sebutan sayang?" ucap Fadli dengan tatapan
"Kami akan menceritakannya, tapi nanti. Sekarang kamu mandi lalu makan!" titah Mama Kirana.Akan tetapi, Nuha menolak. Dia tetap ngotot ingin mengetahui semuanya. Melihat kekeras kepalaan putrinya, mama Kirana menatap ke arah papa Zahid, meminta persetujuan suaminya. Akhirnya mau tidak mau, papa Zahid pun menganggukkan kepala."Calista sudah mencelakai kakakmu. Dia menusuk Fadli," ungkap mama Kirana.Nuha menggelengkan kepalanya, dia seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang Mama. "Tidak. Tidak mungkin jika Kak Calista mencelakai Kak Fadli, Mah, Pah. Mama dan Papa kan tahu, bahwa Kak Calista itu sangat mencintai kak Fadil. Jadi tidak mungkin!" Nuha terus membantah.Baginya hal itu sangatlah mustahil, di mana seorang Istri yang sangat mencintai suaminya mencelakai begitu saja."Tapi itulah faktanya. Sebenarnya memang Calista tidak ingin mencelakai Fadli, tapi yang ia tuju adalah Jihan." Mama Kirana menatap ke arah menantu keduanya.Mendengar hal itu Nuha mengikuti tatapa
"Eekhm!" Zahra berdehem, membuat kedua orang itu seketika melepaskan pelukannya dan menatap ke arah pintu."Eh, kamu Ra. Ada apa?" tanya Haikal.'Dia bertanya dengan begitu entengnya. Ada apa? Sama sekali tidak merasa bersalah atau canggung dengan kehadiranku, begitu? Menyebalkan!' gerutu Zahra di dalam hati.Dia pikir Haikal akan merasa gugup atau gelisah saat melihat kedatangannya, tapi terlihat wajah pria itu datar saja tidak ada ekspresi rasa bersalah sedikitpun, dan itu semakin membuat Zahra merasa kesal.Dia menatap ke arah wanita cantik yang saat ini tengah berdiri di samping Haikal. "Ini ... aku mau anterin berkas untuk kamu tanda tangani." Wanita tersebut menaruh berkas di atas meja Haikal, kemudian dia menatap sinis ke arah wanita yang tak lain adalah Nuha."Hey, kamu! Kamu adalah mantannya Haikal, ya? Wow! Ternyata kamu tidak mempunyai satu mantan saja, Haikal, tapi ternyata banyak," sindir Zahra sambil tersenyum miring."Maksudmu?" Haikal melihat dengan tatapan memicing ke
Haikal mencoba untuk menetralkan sikapnya, kemudian dia menatap ke arah Zahra. "Lo kenapa?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Zahra yang tadinya sedang malu-malu seketika menjadi tegang saat mendengar pertanyaan Haikal. Dia bimbang, apakah harus mengatakan tentang pesan itu atau tidak kepada pria yang saat ini berada di hadapannya."Tidak apa- apa," bohong Zahra. Akan tetapi, Haikal tidak bisa dibohongi , sebab ia bisa melihat dari raut wajah Zahra yang dilanda kegugupan serta kecemasan."Jangan bohong! Udah yuk masuk dulu ke mobil!" ajaknya.Zahra pun menurut, hingga mereka memasuki mobil. Akan tetapi, wanita itu masih diam memikirkan siapa dalang dibalik pesan tersebut."Sekarang katakan! Ada apa?" Haikal lagi-lagi bertanya, karena entah kenapa melihat wajah Zahra yang seperti itu membuatnya tak tega.Wanita tersebut membuang nafasnya dengan kasar, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, mengutak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Haikal."Bacalah!" titahnya.Haikal
"Begini ... apa kau mau terbebas dari, Sean?"Zahra menautkan kedua alisnya, "iya maulah. Tapi bagaimana caranya?""Begini ... karena kak Fadli masih berada di rumah sakit dan dia belum sadarkan diri, sementara aku yang menghandle perusahaan sampai dia sehat. Aku tidak mempunyai partner, jadi aku mau menawarkan mu untuk bekerja di perusahaan ku, membantuku dalam segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan," tawar Haikal."Lalu, apa hubungannya dengan Sean?"Kemudian Haikal pun menjelaskan bahwa penawarannya ada hubungan dengan Sean, di mana pria itu akan menanamkan saham di perusahaan orang tua Zahra, dan sebagai imbalannya Zahra harus membantunya untuk bekerja sebagai sekretarisnya di kantor.Mendengar penjelasan dari Haikal, Zahra pun menimbangnya. Dia bingung apakah jawabannya harus ia atau tidak. Tapi Sean juga sudah memberi modal untuk perusahaan orang tuanya."Tenang saja. Tentang modal dari pria itu, biar dikembalikan saja. Jadi tidak usah merasa tidak enak. Daripada kau harus
"Jelas aku harus ikut campur. Anda ini sangat kasar pada perempuan ... lepaskan dia!" Tatapan Haikal begitu tajam.Dia memang tidak mengenal pria yang berada di hadapannya, tetapi melihat cara pria itu memperlakukan Zahra, Haikal benar-benar merasa tak terima."Memangnya kau siapa? Kekasihnya bukan, tunanganya juga bukan. Tapi kau sudah berani untuk memerintahku. Asal kau tahu ya! Dia ini adalah calon istriku!" tegas pria tersebut.Mendengar hal itu Haikal malah tertawa, seakan apa yang dia dengar adalah lelucon yang begitu menggelikan hatinya."Kenapa kau tertawa? Memangnya ucapanku ada yang salah?""Tidak. Ucapanmu tidak ada yang salah. Tapi kau bilang apa tadi? Calon istri? Zahra saja belum tentu mau denganmu," sindir Haikal sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman miring, akan tetapi tatapannya terkesan meremehkan.Pria tersebut melepaskan cekalan tangannya di lengan Zahra, kemudian dia maju ke hadapan Haikal dan menarik kerah baju pria itu. Akan tetapi, Haikal masih terseny
Semua menanti dengan wajah yang tegang, khawatir dengan keadaan Fadli. "Bagaimana Dok, keadaan putra saya?" tanya papa Zahid yang sudah tidak sabar yang segera mengetahui keadaan putranya."Pasien dalam keadaan kritis, sebab lukanya sangat dalam, ditambah pasien juga kehilangan banyak darah,"papar dokter tersebut.Seketika tubuh Mama Kirana menjadi lemas. Dia pun tak sadarkan diri saat mendengar jika putranya saat ini tengah dalam keadaan kritis.Sementara Jihan terduduk di lantai dengan air mata yang sudah kembali mengalir deras hingga matanya sudah sipit seperti orang Cina, karena sejak tadi terus saja menangis.'Mas Fadli, maafkan aku mas. Gara-gara aku kamu jadi seperti ini.' batin Jihan merasa bersalah.Zahra yang melihat sahabatnya tengah terpuruk kemudian mendekat ke arah Jihan, lalu dia merangkul pundak wanita itu dan membawanya dalam dekapan."Lo yang sabar ya. Gue yakin kok, suami lo itu adalah pria yang kuat. Dia pasti akan selamat."Jihan tidak menjawab, dia hanya mengan
Haikal memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Dia melihat ke arah Calista yang sedang bangun dengan tertatih.Untung saja wanita itu jatuh di rerumputan, jadi lukanya tidak terlalu parah. "Calista! Tunggu kamu!" teriak Haikal.Calista yang merasa panik melihat ke arah Zahra dan Haikal yang mulai mendekat. Dia pun berlari dari sana hendak menyeberangi Jalan, akan tetapi naas ... dari arah berlawanan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan yang cukup kencang, sehingga menabrak tubuh Calista.BRUGH!Dan yang lebih naas lagi adalah ... Calista tidak bisa menghindar, hingga dia pun terpental cukup jauh. Dan lebih mengenaskannya lagi ... dari arah yang tak diduga-duga, ada sebuah mobil sehingga melindas kepala milik Calista hingga wanita itu pun meregang nyawa di tempat."Aaaakh!" Zahra yang melihat kejadian itu pun menjerit. Dia langsung memeluk tubuh Haikal karena merasa takut dengan kejadian tersebut. Tubuhnya bergetar, tidak pernah melihat hal yang begitu mengerikan