"Argh, dasar wanita kampung sialan!" gerutu Tania sambil menghentakkan kakinya dengan kesal.
Kini mereka telah bersih sepenuhnya dari noda lumpur air danau. Bahkan tubuh Lina masih agak gemetar karena merasakan dinginnya air danau itu.Melly sedang mengeringkan rambutnya yang basah, dia tidak ingin terkena flu. Cuaca saat ini sedang semakin dingin karena memasuki musim gugur."Darimana kamu tahu bahwa Alice tidak bisa berbahasa asing, Tan? Kenyataannya dia berpura-pura bodoh mendengar kita membicarakan dirinya, lalu kemudian berbalik menjebak kita."Lina merasa tidak terima dengan kejadian hari ini, betapa memalukannya. Banyak orang yang hadir di dalam pesta dan melihatnya basah kuyup dan kotor karena lumpur."Ya, seharusnya bukan kita yang dipermalukan, tapi wanita kampung itu!" sahut Melly dengan geram."Apa kalian lihat? Bahkan Tuan Muda Gavin yang konon katanya tidak memperdulikan istrinya itu, juga lebih mempercayai dia ketimbang kita."Setelah mereka memikirkannya, Alice bukanlah gadis yang mudah untuk diperlakukan semena-mena, dan Gavin Welbert juga tampak peduli kepadanya."Apa mungkin Selena menipu kita dengan memberikan informasi yang salah? Bisa saja, karena dia tidak berani menindas Alice makanya lalu meminta kita untuk melakukannya," ujar Melly menebak.Tania terlihat memikirkan perkataan Melly, "Tidak, aku pernah menyaksikan sendiri ketika tidak sengaja berpapasan di pusat perbelanjaan. Ketika itu Alice memegang tas belanja yang sangat banyak, milik Selena dan ibunya. Bahkan ketika salah satu tas belanja itu terlepas dari tangannya, mereka tidak segan-segan menamparnya."Tania kemudian mengambil telepon selulernya dan menekan tutsnya, terdengar nada panggilnya berbunyi."Halo. Ada apa Tania?""Selena, kami melakukan apa yang kamu minta. Kami mencoba mengerjai kakak ipar tersayangmu itu. Tebak, bagaimana hasilnya?""Hahaha..Apakah kalian berhasil mempermalukannya?" terdengar suara gembira Tania di ujung sana."Tidak, justru kami yang dipermalukan olehnya! Dia membuat kami semua tercebur ke dalam danau.""Bagaimana bisa?" Tania merasa bingung, ketiga gadis itu bisa dikalahkan oleh satu orang."Kami membicarakan rencana kami dalam Bahasa Perancis, dan dia memahami percakapan kami. Dia juga fasih berbicara Bahasa Perancis."Alice? Dia begitu bodoh, bagaimana mungkin dia bisa berbicara bahasa asing.""Selena, pokoknya kami sekarang sedang merasa sangat kesal. Wanita itu tidak selemah yang terlihat."Kemudian Tania mematikan panggilannya tanpa aba-aba.Selena yang belum selesai berbicara, "Halo, Tania..?"Laura yang baru saja masuk ke dalam kamar Selena, sempat mendengarkan sekilas percakapan Selena dan Tania."Ada apa, Sel?""Tania, Ma. Mereka hari ini mencoba mengerjai Alice, ingin menceburkannya ke dalam danau. Namun justru mereka yang didorong ke danau. Katanya, Alice bisa berbicara Bahasa Perancis. Mustahil kan, Ma?"Laura tampak berpikir, belakangan Alice memang memberikan sedikit perlawanan kepada mereka. Dia lebih berani. Tapi, mungkin saja itu hal yang lumrah terjadi, ada saatnya seseorang memberikan perlawanan untuk meluapkan emosinya."Apa mungkin setelah kecelakaan itu, dia kerasukan roh halus di lokasi kecelakaan, Ma?""Hush, mikir apa sih kamu?" potong Laura."Memang agak aneh, mobil Alice rusak separah itu. Tapi, dia tidak terluka banyak. Hanya beberapa bagian tubuhnya saja yang lecet." Selena merasa janggal.Laura telah memerintahkan orang suruhannya untuk mengambil hasil pantauan kamera pengawas jalan di sekitar lokasi kejadian. Namun anehnya, semua video rekaman itu telah terpotong tepat setelah kecelakaan terjadi."Apa mungkin, Gavin yang telah mengambil rekaman video pengawas di lokasi terlebih dulu?" gumam Laura, namun Selena masih mampu mendengar suara gumaman ibunya."Kalau benar Kakak yang mengambilnya, apa tujuan dan alasannya Ma?""Mungkin saja Gavin sekarang menyadari, bahwa dengan membunuh Alice, dia akan lebih mudah menguasai saham milik Alice. Jika dia menyingkirkan Alice, dia tidak perlu repot mengurusi perempuan kampungan itu lagi.""Tapi, segel kepala keluarga Rayes kan masih belum ketemu, Ma. Tanpa segel itu, baik Alice maupun Kakak tidak akan bisa memegang kuasa atas saham milik keluarga Rayes di perusahaan.""Ya, kamu benar Selena."Mereka berbicara tanpa menyadari bahwa kini pembicaraan mereka sedang didengar sepenuhnya oleh sesosok di atas atap kamar Selena.Benar, sosok itu adalah Alice.Sepulang dari pesta, dia langsung masuk ke kamarnya dan berpura-pura tidur. Namun, dia kemudian mengendap diam-diam ke rumah mewah yang ditinggali oleh Laura dan Selena.Sesuai harapannya, sekarang dia memiliki sedikit gambaran tentang kemungkinan yang terjadi kepada adiknya, Elisa."Saham keluarga Rayes? Segel kepala keluarga Rayes?" gumam Alice.Apa itu semua? Setaunya, ayahnya, Roland Rayes, tidak pernah mengungkit apa pun soal segel kepala keluarga Rayes. Jika benar, dimanakah segel itu sekarang?Jika seseorang telah menemukannya, dan seseorang itu adalah Gavin. Maka besar kemungkinan bahwa dialah yang merencanakan kecelakaan Elisa.Benar, setelah semua yang terjadi. Jika segel itu benar berada di tangan Gavin, maka dia lah orang yang diuntungkan jika Elisa mati. Dia akan menjadi kepala keluarga Welbert yang tidak tergoyahkan dengan saham sebesar itu di tangannya."Bajingan kamu Gavin! Jika sampai aku menemukan bahwa kamu pelaku yang berusaha mencelakakan Elisa, akan aku bunuh kamu!' geram Alice.Alice pun pulang kembali menuju ke rumah yang dia dan Gavin tinggali saat ini dengan mengendap-endap.Awalnya semua baik-baik saja.Namun, ketika Alice akan memanjat ke atas kamarnya, kebetulan Gavin sedang berdiri di balkon dengan menghisap sepucuk rokok di tangannya.Gavin menatap kepada sosok bayangan hitam yang mengendap-endap itu."SIAPA DISANA?!""Sial!" umpat Alice. Dia dengan gesit segera berlari dan memanjat melewati bagian lain dari rumah itu. Gavin berusaha mengejar Alice, namun sayangnya dia kalah cepat dengan sosok itu. Sosok itu telah menghilang, tepat di arah kamar yang ditempati Alice. "Kemana perginya? Apa dia masuk ke kamar Alice?" gumam Gavin. Gavin segera menuju ke kamar Alice. Duk duk duk "Alice, buka pintunya!" perintah Gavin. Setelah beberapa saat, pintu kamar tidak juga kunjung dibuka. Gavin mulai kehilangan kesabarannya. Duk duk duk "Hei, Alice jika kamu tidak membuka pintunya, maka aku akan...." Ceklek "Ada apa sih? Malam-malam begini." Alice terlihat keluar dengan menggunakan piyama mandi dan rambut basahnya tergerai. Dia tampaknya sehabis berendam di air panas, wajahnya tampak kemerahan. Dia terlihat sangat seksi dan cantik dengan penampilan seperti itu. Gavin sempat terpana dan terdiam beberapa saat melihat penampilan Alice. "Emm, aku..bolehkah aku masuk ke kamarmu? Aku harus memeriksa
Di pagi hari seperti biasanya Alice bermeditasi. Hanya ini yang bisa dilakukannya sementara ini. Biasanya dia akan berolahraga dan melatih kemampuan bertarungnya. Namun dia tidak bisa melakukannya selama dia tinggal di kediaman Welbert. Alice membuka gorden kamarnya. Kebetulan jendela kamar dan balkon kamar Alice tepat menghadap ke arah taman belakang. Taman belakang rumah ini dihiasi dengan berbagai macam tanaman dan bunga-bunga yang indah. Semua yang ada di sana ditata dengan sangat terampil dan rapi. "Eh, sedang apa orang-orang itu?" Alice mengamati beberapa orang yang sedang berlalu lalang disana dengan menggunakan pakaian bertuliskan 'Teknisi Kamera Pengawas'. "Sial, pria itu sepertinya memergokiku semalam. Sekarang tidak ada lagi titik buta kamera pengawas di sekeliling rumah ini." "Huh, dia waspada juga." Duk duk duk "Nyonya, Tuan Gavin, Nyonya Laura, dan Nona Selena sedang menunggu di meja makan," panggil Weni dari depan pintu kamar Alice. "Aish! Aku benar-benar bersusa
Malam harinya Alice pergi diam-diam ke ruang perawatan Elisa, saudara kembarnya. Namun, sebelumnya dia memanggil salah satu bawahannya untuk mengawasi ruang perawatan miliknya. Dia mengantisipasi, jika Gavin ataupun James tiba-tiba datang kesana untuk menjenguknya.Ketika dia membuka pintu ruang perawatan itu, tampak disana seorang gadis yang mirip dengannya. Kepalanya masih diperban, dan salah satu kaki, juga sebelah tangannya memakai gips.Bibirnya yang biasanya berwarna merah muda, tampak pucat pasi. Pada tubuhnya juga terpasang alat bantu pernapasan dan pemantauan fungsi detak jantung."Bos, ini hasil penyelidikanku tentang kecelakaan Nona Elisa," ujar Jake menyerahkan beberapa foto, dan catatan-catatan hasil investigasinya.Setiap kali membuka dan membaca lembar demi lembar, wajah Alice tampak semakin muram dan di penuhi amarah. Pada foto-foto itu tampak sehari sebelum kecelakaan, James yang merupakan orang kepercayaan Gavin mengendarai mobil Elisa dan membawanya ke bengkel. Pad
Alice mengalah dan melepaskan cengkeramannya pada tangan Selena. Namun tangan Laura menarik rambut Alice dengan kuat setelahnya."Jangan sekali-kali kamu berani melawan kepadaku dan Selena, karena aku jamin kamu tidak akan bisa menemui dia dalam keadaan hidup! Kami tidak akan memberitahukan keberadaan ibumu. Kalau berani, tanya saja kepada Gavin!"Laura kemudian melepaskan tangannya pada rambut Alice dengan mendorongnya kuat."Ayo, Sel!" Laura membawa Selena keluar dan pergi dari sana.Alice mengepalkan kedua tangannya. Matanya memerah karena menahan amarah. Hatinya sakit mengetahui semua hal yang menimpa ibu dan juga adiknya Elisa."Seandainya saja aku kembali lebih cepat ke Albain..ahh, hiks, hiks.." Alice kehilangan ketegarannya.'Ini sebabnya, kenapa Elisa terlihat gugup dan takut waktu Laura meneleponnya hari itu. Ini juga sebabnya Elisa menerima begitu saja setiap dirinya ditindas oleh keluarga Welbert,' batin Alice."GAVIN! TUNGGU PEMBALASANKU!"* * *Setelah beberapa hari Alic
Alice berjalan menuju ke lantai tiga. Dia sambil mengamati sekeliling dan juga jumlah kamera pengawas yang ada di sana.Sampailah Alice pada pintu ruang perpustakaan itu. Namun matanya pertama tertuju ke arah ruang kerja yang terletak di seberang.Alice mencoba mendorong pintu ruang kerja Gavin.CeklekPintu itu terbuka dengan mudah.Alice mengamati di dalam ruang kerja, tidak ada satu pun kamera pengawas yang terlihat."Pintunya terbuka dengan mudah, dan tidak ada kamera pengawas di dalam sini. Apa mungkin kamera pengawas tersembunyi?"Alice mengeluarkan alat detektor kamera dari dalam saku celananya. Dia berkeliling untuk memeriksa setiap sudut dan benda-benda."Hmmm, tidak ada satupun kamera pengawas."Alice juga memeriksa, siapa tahu ada ruang rahasia di sana.Setelah beberapa saat, dia tidak menemukan apapun yang tersembunyi di sana. Bahkan pada meja kerja dan lemari pun hanya terdapat berkas-berkas penting tentang pekerjaan saja."Tidak, dia tidak mewaspadai seisi ruangan ini. A
"Mau pergi kemana? Tumben kamu sudah terlihat rapi pagi ini?" tanya Gavin sambil memasukkan salad sayur ke dalam mulutnya."Mama memintaku mengambilkan pakaian pesanannya di butik pusat perbelanjaan di pinggir kota."Alice telah menyelesaikan makannya dan bersiap beranjak dari meja makan."Kebetulan pagi ini aku ada meeting di kota tetangga. Bagaimana jika....""Aku akan meminjam salah satu mobil yang ada di garasi. Aku pergi dulu. Bye."Belum selesai Gavin berbicara, Alice sudah pergi dari meja makan.Gavin menggelengkan kepalanya menatap kepergian Alice.Alice berjalan menuju garasi mobil. Di dekat pintu garasi, terdapat etalase khusus untuk menyimpan kunci mobil.'Banyak sekali kuncinya, berapa banyak mobil yang dia miliki memangnya'.Alice asal memilih dan mengambil kunci. Ketika dia melihatnya lebih dekat, dia sedikit terkejut dengan logo yang terdapat pada kuncinya.'Maybach?'"Ah, sudahlah. Pinjam sesekali juga kok."Alice membuka pintu garasi mobil. Mata Alice membulat karena t
"Tuan, sepertinya itu Nyonya...dan..."James melihat ke arah wanita yang baru saja keluar dari mobil Bugatti La Voiture Noire berwarna hitam. Awalnya ketika dia melihat Alice, dia ingin menyampaikannya kepada Gavin. Namun setelah dia melihat bahwa seorang pria keluar dari kursi kemudi, James menjadi gugup dan terdiam.'Semoga Tuan tidak melihatnya..Semoga dia tidak mendengar apa yang aku katakan barusan,' batin James.Namun James salah. Bahkan sebelum dia mengatakannya, Gavin sudah melihat terlebih dulu sosok Alice. Dia kini menatap tajam kepada pria yang sedang bersama dengan Alice. Pria itu memiliki tinggi badan 185 sentimeter, kulitnya putih, wajahnya cukup tampan dan maskulin, dan tubuhnya meskipun kurus tapi terlihat bahwa otot-ototnya terbentuk sempurna dibalik pakaiannya."James, catat nomor kendaraan pria itu, selidiki siapa dia!"Sebuah perintah dengan aura kedinginan di dalamnya, membuat bulu tengkuk James bergidik.Gavin masih terus memandang ke arah Alice dan pria itu, hin
"Apa-apaan sih kamu Gavin? Ini sakit!" Alice menatap tangannya yang ditarik Gavin sedari tadi.Kini, mereka telah masuk ke dalam kamar Gavin.BRUKGavin menutup pintu kamar dengan kasar dan melempar Alice ke tempat tidur.Gavin mengungkung tubuh Alice tepat di bawahnya, dan wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter."Katakan padaku, siapa pria yang bersamamu di pusat perbelanjaan tadi?""Pria? Kamu memata-matai aku?" pelotot Alice."Katakan, apa dia kekasih rahasiamu?""Kekasih? Bukan urusanmu!" ujar Alice.Dengan kesal, Gavin mencengkeram dagu Alice dan menatap tajam kepadanya."Dengar Alice, kamu adalah Nyonya Gavin Welbert! Jangan berani bertindak tidak senonoh di belakangku! Kamu akan mempermalukan aku dan keluarga ini!"Emosi Alice seketika hampir meledak, "Tidak senonoh? Mempermalukan keluarga? Cih!""Tidak banyak orang mengenalku sebagai anggota keluarga Welbert! Lagipula selama ini aku diperlakukan sebagai budak dan disiksa oleh ibu dan juga adikmu itu. Aku tidak pernah m
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me