"Waahh, akhirnya aku bisa melihat menara Eiffel juga!" Alice melihat menara Eiffel dari dalam taksi mobil. Karena saat ini sudah pukul 7 malam, seluruh menara terang benderang karena dipasangi lampu-lampu. Terlihat sangat megah dan menjulang tinggi di tengah kota Paris. Setelah penerbangan selama 9 jam yang sangat melelahkan, akhirnya Alice sampai juga di tempat ini. Dari dulu Alice memang bermimpi pergi ke banyak negara untuk melihat dunia luar, itu sebabnya dia rajin berlatih banyak bahasa asing. Alice adalah seorang Poliglot, dia menguasai 8 bahasa. Selain bahasa negara Casia, Albain dan Inggris, dia menguasai Bahasa Prancis, Jerman, Italia, Indonesia, Mandarin, dan Rusia. Drrrt drrrtttt "Alice, apa kamu sudah tiba di Paris?" suara hangat Liam terdengar di seberang setelah Alice menerima panggilan di ponselnya. "Sensei, aku telah tiba di Paris. Tempat ini luar biasa." Suara Alice terdengar riang di telepon. "Alice, kamu sepertinya memang sangat senang jika melakukan hal
"Hari ini, kita kedatangan tiga anggota baru. Mari, kita persilahkan Junior-Junior kita memperkenalkan dirinya." Manager maskapai melakukan briefing dan perkenalan singkat pramugari dan pramugara baru. "Halo, perkenalkan saya Junior Marsela Braid, usia 21 tahun." "Selamat berjumpa semua, saya Junior Juna Woodey, usia 21 tahun." "Salam kenal, saya Junior Alicia Hins, usia 21 tahun." Sedikit menggelitik di dalam hati Alice, karena dia sebenarnya telah berusia 28 tahun saat ini. Namun dia menyamar sebagai gadis berusia 21 tahun. "Halo, Sela, Juna, Alice." Sapa para senior pada mereka. "Aku akan mengenalkan Pusher kalian dalam setiap penerbangan, ada Lita, Bram, dan Katy. Total dari 30 pramugara dan pramugari akan mendapat jadwal secara bergantian. Lita, Bram dan Katy akan membimbing kalian dalam setiap jadwal penerbangan." "Salam kenal Pusher Lita, Bram, dan Katy. Mohon bimbingannya." Sela, Juna, dan Alice menundukkan sedikit kepalanya sebagai tanda salam dan hormat. "Bai
Hari ini jadwal penerbangan Alice adalah pukul 07.00 pagi menuju ke Amsterdam. Alice bertugas dengan Olla, Ricky dan Pusher Bram. Mereka telah bersiap sejak pukul 06.00 pagi. Dan kini mereka tengah menarik kopernya untuk masuk ke dalam kabin pesawat. Tiba saatnya boarding, Alice dan Olla menyambut penumpang, dan mengarahkan mereka menuju ke kursi sesuai dengan tiketnya. Ketika penerbangan telah stabil di ketinggian 35.000 kaki, Alice dan Olla berada di dapur kabin menyiapkan sarapan pagi untuk penumpang. Ketika Bram berjalan meninggalkan mereka menuju ke ruang kokpit pesawat, Olla berbisik kepada Alice. "Alice, Pusher Bram sangat tampan kan? Aku mengidolakannya sejak lama. Tapi Pusher Katy itu berusaha untuk memonopolinya untuk diri sendiri. Padahal Pusher Bram tidak pernah menanggapi perasaannya selama ini." "Ya, dia cukup tampan." Alice memuji dengan ekspresi datar. 'Sebenarnya Bram biasa saja, tidak setampan Gavinku. Gavin bahkan berkali-kali lipat tampan,' batin Alice
"Alice!Alice Tunggu!" Bram berlari sambil mendorong sepedanya mengejar Alice. Setelah agak jauh dari Gavin, Alice menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Bram yang dari tadi mengikutinya. "Pusher Bram, maafkan aku. Tolong jangan salah paham dengan apa yang aku lakukan barusan." Alice mendekat dan berbicara dengan wajah serius. "Aku tahu. Pasti karena pria dan wanita yang tadi kan?" Bram menebak dengan tepat. "Itu..ya, kamu benar!" Alice mengakuinya. "Tidak mengapa. Aku sudah tahu kamu hanya memanfaatkan keberadaanku." Bram mendekat ke sisi Alice. "Lalu sekarang kamu mau pergi kemana?" tanya Bram. "Aku mau pergi dari sini saja. Sampai jumpa nanti malam, Pusher Bram." Alice menaiki sepedanya dan mengendara pergi dari taman Vondelpark. Dia meninggalkan Bram begitu saja. "Alice?!" Bram segera mengendarai sepedanya dan menyusul Alice. "Huh, kamu meninggalkan aku sendiri setelah memanfaatkan keberadaanku? Keterlaluan kamu, Alice!" Bram mengomel tepat di sisi Alice set
Hari ini Alice terbang bersama Pusher Katy, Lea dan Tyas. Seluruh anggota tim Alice hari ini semuanya wanita. "Alice, hari ini tolong kerjasamanya." Katy berkata sambil tersenyum lebar pada Alice. Tampak ramah, namun ada sesuatu yang aneh pada sorot matanya. Hari ini penerbangan mereka menuju ke kota Lugano, Swiss. Jadwal penerbangan mereka pada pukul 08.10. Alice tidak bertugas menerima penumpang dan mengarahkan para penumpang ke tempat duduknya. Semua diambil alih oleh Lea dan Tyas. Alice tidak menghiraukan dan mencoba berpikir positif. Namun Tyas dan Lea juga mengambil alih tugasnya untuk membagikan makanan ke seluruh penumpang pesawat, segera setelah Alice selesai memanaskan semua makanan. Bahkan hingga pesawat telah mendarat di Lugano pun, mereka mengabaikannya. Hingga setelah Alice berganti baju dan keluar dari ruang ganti, mereka semua telah pergi. "Ada apa ini? Mengapa aku merasa mereka mengabaikanku sedari tadi?" Alice bergumam sendiri. Ketika dia sampai di pintu
"Ternyata selama ini bukan diselundupkan di dalam bagasi ataupun kabin. Namun memanfaatkan kru penerbangan," gumam Alice Selain tidak terdeteksi oleh alat apapun, jika dititipkan melalui kru penerbangan, maka agen-agen rahasia juga akan terkecoh. Pantas saja, selama dua bulan ini para agen rahasia tidak bisa menangkap pelaku penyelundupan bom kepada teroris. Mereka hanya berhasil mendapat info, bahwa bahan peledak untuk rencana 'puncak' hampir terpenuhi. Diketahui, rencana 'puncak' itu sendiri adalah kode rahasia para teroris untuk penyerangan pada saat konferensi seluruh kepala negara di dunia yang akan dilaksanakan bulan depan di Paris. 'Apa pengiriman bom ini hanya berlangsung ketika Katy terbang ke negara Lugano saja? Atau setiap kali di jadwal penerbangan Katy, mereka menyelundupkannya?' pikir Alice. Alice kemudian segera menjahit kembali boneka seperti keadaannya semula. Alice harus menyelidiki dulu alasan di balik tindakan Katy. Bukan mustahil, jika dia melakukannya karen
Setelah jadwal penerbangan 3 hari penuh, Alice akan mendapatkan jatah cuti selama satu hari. Alice hari ini tidak ada kegiatan apapun, dia hanya bersantai dan membersihkan kamar apartemennya. Setelah pekerjaannya selesai, dia menelepon Liam untuk melaporkan hasil penyelidikannya, karena Alice bekerja sebagai agen rahasia yang direkomendasikan Negara Casia. "Sensei, aku rasa kelompok dunia bawah ingin membalaskan dendam Peter Aldimor. Ternyata selama ini Mario mengirimkan bahan peledak jenis C4 terbaru, melalui kru pesawat terbang. Aku berhasil menyelinap dan memeriksa hasil rekaman kamera pengawas di Bandara Lugano selama 3 hari berturut-turut. Mario dan Katy selalu bertemu di jam yang sama. Mario memberikan berbagai macam hadiah untuk Katy setiap kali bertemu. Aku rasa, semua hadiah itu adalah kedok untuk menutupi pengiriman bom." "Bagus, Alice. Sekarang tugasmu adalah mencari kemana dan siapa yang mengumpulkan bahan peledak itu. Jika kita berhasil menyergap mereka, maka rencan
Untuk menghabiskan waktu, Alice menyewa sepeda dan berkeliling di kota. Terkadang dia singgah untuk sekedar bersantai di tepi-tepi kanal sungai. "Sungainya sangat bersih. Lain kali aku akan mencoba menaiki perahu-perahu cantik itu," gumamnya sambil melihat jam tangannya. "Sudah pukul 17.00. Sudah saatnya aku kembali ke bandara untuk bersiap." Alice bersepeda menuju ke tempat penyewaan sepeda, untuk mengembalikan sepedanya. Tidak disangka dia justru bertemu lagi dengan Bram. Bram juga sedang mengembalikan sepeda sewaannya. "Ayo, kita kembali ke bandara bersama. Aku sudah memesan taksi mobil," ujar Bram pada Alice. "Pusher Bram, kamu duluan saja. Aku lupa untuk membeli sesuatu." Alice mencoba menghindar dan pergi ke arah yang berbeda. Namun, Bram justru mencekal pergelangan tangan Alice dan membawanya masuk ke dalam taksi mobil yang dipesannya. "Hey, apa-apaan ini?" Alice menjerit karena terkejut dia tiba-tiba sudah ditarik masuk ke dalam taksi. Buagh Pintu taksi mobil
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me