"Alice!Alice Tunggu!" Bram berlari sambil mendorong sepedanya mengejar Alice. Setelah agak jauh dari Gavin, Alice menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Bram yang dari tadi mengikutinya. "Pusher Bram, maafkan aku. Tolong jangan salah paham dengan apa yang aku lakukan barusan." Alice mendekat dan berbicara dengan wajah serius. "Aku tahu. Pasti karena pria dan wanita yang tadi kan?" Bram menebak dengan tepat. "Itu..ya, kamu benar!" Alice mengakuinya. "Tidak mengapa. Aku sudah tahu kamu hanya memanfaatkan keberadaanku." Bram mendekat ke sisi Alice. "Lalu sekarang kamu mau pergi kemana?" tanya Bram. "Aku mau pergi dari sini saja. Sampai jumpa nanti malam, Pusher Bram." Alice menaiki sepedanya dan mengendara pergi dari taman Vondelpark. Dia meninggalkan Bram begitu saja. "Alice?!" Bram segera mengendarai sepedanya dan menyusul Alice. "Huh, kamu meninggalkan aku sendiri setelah memanfaatkan keberadaanku? Keterlaluan kamu, Alice!" Bram mengomel tepat di sisi Alice set
Hari ini Alice terbang bersama Pusher Katy, Lea dan Tyas. Seluruh anggota tim Alice hari ini semuanya wanita. "Alice, hari ini tolong kerjasamanya." Katy berkata sambil tersenyum lebar pada Alice. Tampak ramah, namun ada sesuatu yang aneh pada sorot matanya. Hari ini penerbangan mereka menuju ke kota Lugano, Swiss. Jadwal penerbangan mereka pada pukul 08.10. Alice tidak bertugas menerima penumpang dan mengarahkan para penumpang ke tempat duduknya. Semua diambil alih oleh Lea dan Tyas. Alice tidak menghiraukan dan mencoba berpikir positif. Namun Tyas dan Lea juga mengambil alih tugasnya untuk membagikan makanan ke seluruh penumpang pesawat, segera setelah Alice selesai memanaskan semua makanan. Bahkan hingga pesawat telah mendarat di Lugano pun, mereka mengabaikannya. Hingga setelah Alice berganti baju dan keluar dari ruang ganti, mereka semua telah pergi. "Ada apa ini? Mengapa aku merasa mereka mengabaikanku sedari tadi?" Alice bergumam sendiri. Ketika dia sampai di pintu
"Ternyata selama ini bukan diselundupkan di dalam bagasi ataupun kabin. Namun memanfaatkan kru penerbangan," gumam Alice Selain tidak terdeteksi oleh alat apapun, jika dititipkan melalui kru penerbangan, maka agen-agen rahasia juga akan terkecoh. Pantas saja, selama dua bulan ini para agen rahasia tidak bisa menangkap pelaku penyelundupan bom kepada teroris. Mereka hanya berhasil mendapat info, bahwa bahan peledak untuk rencana 'puncak' hampir terpenuhi. Diketahui, rencana 'puncak' itu sendiri adalah kode rahasia para teroris untuk penyerangan pada saat konferensi seluruh kepala negara di dunia yang akan dilaksanakan bulan depan di Paris. 'Apa pengiriman bom ini hanya berlangsung ketika Katy terbang ke negara Lugano saja? Atau setiap kali di jadwal penerbangan Katy, mereka menyelundupkannya?' pikir Alice. Alice kemudian segera menjahit kembali boneka seperti keadaannya semula. Alice harus menyelidiki dulu alasan di balik tindakan Katy. Bukan mustahil, jika dia melakukannya karen
Setelah jadwal penerbangan 3 hari penuh, Alice akan mendapatkan jatah cuti selama satu hari. Alice hari ini tidak ada kegiatan apapun, dia hanya bersantai dan membersihkan kamar apartemennya. Setelah pekerjaannya selesai, dia menelepon Liam untuk melaporkan hasil penyelidikannya, karena Alice bekerja sebagai agen rahasia yang direkomendasikan Negara Casia. "Sensei, aku rasa kelompok dunia bawah ingin membalaskan dendam Peter Aldimor. Ternyata selama ini Mario mengirimkan bahan peledak jenis C4 terbaru, melalui kru pesawat terbang. Aku berhasil menyelinap dan memeriksa hasil rekaman kamera pengawas di Bandara Lugano selama 3 hari berturut-turut. Mario dan Katy selalu bertemu di jam yang sama. Mario memberikan berbagai macam hadiah untuk Katy setiap kali bertemu. Aku rasa, semua hadiah itu adalah kedok untuk menutupi pengiriman bom." "Bagus, Alice. Sekarang tugasmu adalah mencari kemana dan siapa yang mengumpulkan bahan peledak itu. Jika kita berhasil menyergap mereka, maka rencan
Untuk menghabiskan waktu, Alice menyewa sepeda dan berkeliling di kota. Terkadang dia singgah untuk sekedar bersantai di tepi-tepi kanal sungai. "Sungainya sangat bersih. Lain kali aku akan mencoba menaiki perahu-perahu cantik itu," gumamnya sambil melihat jam tangannya. "Sudah pukul 17.00. Sudah saatnya aku kembali ke bandara untuk bersiap." Alice bersepeda menuju ke tempat penyewaan sepeda, untuk mengembalikan sepedanya. Tidak disangka dia justru bertemu lagi dengan Bram. Bram juga sedang mengembalikan sepeda sewaannya. "Ayo, kita kembali ke bandara bersama. Aku sudah memesan taksi mobil," ujar Bram pada Alice. "Pusher Bram, kamu duluan saja. Aku lupa untuk membeli sesuatu." Alice mencoba menghindar dan pergi ke arah yang berbeda. Namun, Bram justru mencekal pergelangan tangan Alice dan membawanya masuk ke dalam taksi mobil yang dipesannya. "Hey, apa-apaan ini?" Alice menjerit karena terkejut dia tiba-tiba sudah ditarik masuk ke dalam taksi. Buagh Pintu taksi mobil
"Bos, sampai kapan kita akan berpelukan? Jika Pamanku melihat kita seperti ini, dia akan mengeluarkanku dari daftar anggota keluarga!" Jake bergurau kepada Alice. "Ya ampun, aku hampir lupa jika kamu sekarang adalah Jenderal Casia yang terkenal akan ketampanannya. Jika wartawan mengenali dirimu, pasti sebentar lagi akan heboh!" Alice berbicara dengan berbisik sambil memeluk Jake. Untunglah Jake saat ini sedang menggunakan kacamata hitam dan topi, sehingga wajahnya tidak terlihat jelas. Bagi orang-orang di sekitar yang melihat keduanya, pasti merasa pasangan itu sedang dimabuk asmara hingga berpelukan lama ditempat umum. Katy berjalan mendekati Bram, "Ternyata Alicia sudah punya pacar ya. Mereka terlihat sangat serasi. Pria itu tampan sekali." Bram tidak menghiraukan Katy, dia berjalan pergi menuju ke parkiran mobilnya. "Ayo, kita pulang sekarang!" Alice memegang tangan Jake dan membawanya pergi naik taksi mobil. "Apa yang sedang kamu lakukan disini Jake?" "Oh, beberapa
Pukul 07.40 pagi ini, Alice, Sonia, Teddy dan Katy telah siap di dalam pesawat maskapai France Airlines dengan tujuan Lugano. Mereka menyambut para penumpang dan mengarahkan mereka untuk duduk di bangku penumpang sesuai dengan tiket penumpang. "Hai, Sayang!" Jake menyapa Alice yang berdiri di pintu masuk pesawat. Mata Alice melebar seketika, 'Apa yang dilakukannya di sini?' batin Alice. Sonia yang mendengar perkataan Jake, berbisik pada Alice, "Alice, dia kekasihmu?" Dahi Alice mengkerut seketika, meski begitu wajahnya tersenyum dan dia berkata dengan nada rendah, "Ya." Sonia tidak berbicara, namun memberikan tatapan dan senyuman yang seolah berkata pada Alice 'Wow, keren!', sambil mengacungkan jempolnya sekilas. Mereka melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan profesionalitas. Pada saat bekerja mereka tidak melakukan obrolan yang tidak diperlukan. Dari mulai pesawat lepas landas, mengudara dan mendarat dengan sempurna di Lugano, semua berjalan dengan lancar.
"Ada apa? Dari tadi kamu seolah sedang memikirkan sesuatu?" Jake menatap alis dan dahi Alice yang sedari tadi sebentar-sebentar berkerut. "Jake, sebaiknya kita kembali ke Bandara. Aku ingin memastikan sesuatu." Alice dan Jake tadinya sudah sampai di pusat kota Lugano dan hendak berjalan-jalan menikmati pemandangan kota yang terletak di pegunungan dan pinggir laut itu. Namun Alice baru menyadari sesuatu keanehan. Mereka memanggil sebuah taksi mobil dan bergegas kembali ke Bandara. "Alice, bisakah kamu menjelaskan kepadaku ada apa sebenarnya?" Jake bertanya dengan penuh rasa penasaran. Jake berbicara dengan bahasa Casia agar supir taksi tidak memahami apa yang mereka bicarakan. Alice pun berbicara pada Jake dalam bahasa Casia, "Aku rasa mereka menyadari bahwa kita mengawasi mereka Jake. Entah sejak kapan, bisa saja karena mereka mengenalimu. Atau mungkin_ Mario memang sudah tahu bahwa yang bertemu dengannya di bandara waktu itu adalah aku." "Maksudmu adalah Sonia, rekanmu ya