"Gavin, kita harus bersiap untuk mengambil alih kekuasaan di kerajaan. Mungkin kamu masih bingung dengan apa yang terjadi karena kamu hilang ingatan. Namun sungguh, kita tidak memiliki waktu lagi. Situasi semakin genting, di Yustan, korban jiwa sudah bergelimpangan. Kita tidak mungkin menunggu hingga kamu pulih sepenuhnya." Pagi ini, Alice menerima informasi dari Liam, bahwa Yustan sudah nyaris kalah. Jika Yustan jatuh ke tangan Albain, maka setelah ini Casia yang akan berperang. Peter Aldimor mengerahkan seluruh kekuatan tentara elit miliknya yang telah dipersiapkan selama bertahun-tahun. Hanya dalam waktu sebulan Albain sudah nyaris menguasai dua negara. Filepi mundur dan menyerah dengan cepat, mengingat bahwa Sang Ratu Albain adalah adik Raja Filepi. Sedangkan Yustan saat ini masih bertempur mati-matian melawan Albain. "Aku siap, kamu tinggal menginstruksikan apa yang harus aku lakukan," Gavin setuju. "Artinya kita sekarang harus menyusun strategi agar bisa menyusup ke istana
"Lapor, kami tidak menemukan apapun Jenderal!" orang-orang yang dibawa oleh Mario, tampaknya tidak menemukan kejanggalan apapun. "Benarkah? Apa kalian sudah mencari dengan teliti?" Mario bertanya dengan tidak puas. "Iya, Jenderal!" Mario kemudian beranjak pergi dari kediaman Welbert bersama orang-orangnya. Ketika mereka telah pergi menjauh dan tidak terlihat lagi, James menghembuskan nafasnya dengan lega. Dia segera menutup pintu rumah dan menguncinya rapat-rapat. Gavin keluar dari ruang penyimpanan bahan makanan. Dia melangkah cepat menaiki anak tangga menuju kamar tidur Alice. Namun dia menemukan pintunya terkunci. Duk duk duk "Alice, ini aku." Alice membuka kunci pintu kamarnya, "Gavin?Kenapa kamu sudah keluar begitu cepat dari persembunyian? Bagaimana jika mereka tiba-tiba kembali?" "Tidak, mereka sudah pergi." "Lain kali, kamu harus menunggu hingga aku atau James memanggilmu dan memastikan keadaan aman." Alice memperingatkan Gavin. "Apa kamu baik-baik saja?" Gavin men
"Apa mereka akan baik-baik saja?" Gavin masih merasa khawatir. Sejujurnya Henry dan Wella tidak yakin dengan situasi yang mungkin terjadi di kediaman Welbert, namun mereka tidak tahu harus berkata apa kepada Gavin. Orang yang diincar oleh kelompok dunia bawah adalah Gavin. Nyawanya lah yang dalam bahaya lebih besar. "Anda tidak perlu mengkhawatirkan Jenderal, dia pasti mampu mengatasinya. Sekarang yang penting Anda bisa segera masuk ke dalam istana dan mengambil alih kekuasaan." Henry berusaha meyakinkan Gavin. "Benar Tuan, setelah kamu menjadi seorang Raja di Albain, keadaan akan membaik seperti sediakala." Wella menimpali. Mereka kini berhasil memasuki pusat kota setelah melalui lorong pembuangan dan saluran air di bawah tanah. Wella membuka penutup lorong dan mengintip untuk memantau situasi. "Aman!" ujar Wella. Mereka bertiga memanjat keluar dari lorong pipa pembuangan, mereka tepat berada di sisi belakang jalan masuk istana. Mereka mengendap-endap dan memanjat
"Weni, sebaiknya kamu dan para pelayan sembunyi di dalam bungker. James akan menjaga kalian." Perintah Alice pada para pelayan. Dia sadar, pelatihan yang mereka lakukan hanya bisa untuk bertahan sesaat. Mereka tetap tidak bisa bersaing dengan kelompok dunia bawah. "Tapi, Nyonya.. kami bisa membantu." Weni bersikeras untuk tetap tinggal. "Ya, aku juga!" James menolak untuk bersembunyi. "James, Gavin memerlukan dukungan kalian kelak." Alice bersikeras menyuruh James bersembunyi. "Tuan juga memerlukan kamu!" James bersikeras. "Aku harus menghadapi orang-orang itu. Kita harus mengecoh mereka, agar Gavin punya banyak waktu dan peluang masuk ke istana. Ayolah, James, kita sudah sejauh ini. Jangan sia-siakan pengorbanan banyak orang. SEKARANG PERGILAH!" Alice memberi penekanan pada kalimat terakhirnya. "Tapi, kamu.." James tidak bergeming. "Aku bisa menjaga diriku! PERGILAH!" Alice berteriak. "Baiklah!" James akhirnya menurut dan membawa para pelayan bersembunyi di bungker rahasia.
"Ngghhh.." Alice perlahan sadar. Matanya membuka perlahan, namun sedikit menyipit karena menyesuaikan dengan pencahayaan di dalam ruangan. "Bos? Kamu sudah sadar?" Jake kemudian menekan bel untuk memanggil dokter, di sisi tempat tidur Alice. "Di_mana_ aku_?" Alice sedikit bingung ketika dirinya tersadar di sebuah ruangan yang dominan berwarna serba putih, dengan aroma khas karbol. Tap tap tap Seorang dokter datang ke ruangan itu. "Kamu berada di rumah sakit. Aku akan menjelaskan nanti. Biar dokter memeriksamu terlebih dahulu." Jake kemudian menjauh dan memberikan ruang bagi dokter itu untuk memeriksa Alice. Dokter itu memeriksa mata, mulut, dan juga detak jantung Alice. Dia menekan telapak kaki Alice, anehnya tidak ada reaksi apapun. Wajah dokter terlihat serius, dia memeriksa kaki Alice sekali lagi. "Apa kamu tidak merasakan ketika aku mencubit di bagian ini?" Dokter mencubit jari-jari kaki Alice. Alice juga heran, dia tidak merasakan apapun pada kakinya. Bahkan be
"Setelah divonis hukuman mati 3 bulan yang lalu. Hari ini tiba waktunya eksekusi mati Peter Aldimor dan Paul Welbert. Mereka ditetapkan sebagai penjahat perang yang membuat ribuan orang kehilangan nyawa. Kabarnya, setelah eksekusi mati, jenazah mereka akan dimakamkan di tempat yang dirahasiakan dan tidak akan diberi nisan dan juga nama." Reporter berita di televisi melaporkan berita dan di layar terlihat Peter dan Paul dengan tangan terborgol, sedang berjalan menuju ke mobil tahanan. Mobil tahanan itu akan membawa mereka ke tempat eksekusi rahasia milik pemerintah Albain. Elisa memberikan secangkir teh ke tangan Alice yang matanya sedari tadi tertuju ke layar televisi "Hati-hati Alice, ini sangat panas." "Terimakasih, Elisa." Alice tersenyum menatap Elisa yang sudah kembali normal lagi. Elisa dapat berbicara dan berjalan. Justru sekarang Alice lah yang hanya bisa duduk di kursi roda. Kakinya lumpuh setelah terkena ledakan di rumah utama kediaman Welbert. Bahkan kulit kedua kaki Al
Wajah Sera dan Alice terlihat senang setelah keluar dari ruang praktek Dokter Hans. "Sepertinya kalian mendapatkan kabar baik," ujar Gavin. "Hmmm, ya. Putriku akan dioperasi 5 hari lagi. Kata dokter, setelah operasi dia akan bisa kembali berjalan seperti sediakala." Mata Sera berkaca-kaca karena senang. "Benarkah? Kalau begitu, ini benar-benar kabar baik." 'Ya, syukurlah. Aku mengira akan berakhir di kursi roda ini selamanya,' batin Alice. "Bagaimana jika kita makan siang bersama?" ajak Gavin. "Tapi_kami_" Sera terlihat bingung harus menolak dengan alasan apa. "Bu, aku akan kembali sore ini juga ke Albain. Aku mungkin membutuhkan waktu yang agak lama untuk kembali mengunjungi kalian. Jadi kuharap Ibu tidak akan menolak untuk sekedar makan siang." Sera melihat ke arah Alice, putrinya sangat mencintai pria di hadapannya ini, pasti tidak nyaman baginya berlama-lama bersama dengannya. Tapi dia juga sering mengamati, bagaimana mata Alice tidak lepas dari layar televisi seti
"Maaf Bu, tapi aku harus segera kembali ke Albain. Ada hal yang harus aku lakukan." Gavin berpamitan pergi kepada Sera. "Tidak mengapa, Nak. Tentu saja aku mengerti." "Elisa, semoga nanti operasimu berjalan dengan lancar. Kabari aku tentang hasil operasimu nanti. Oke?" Gavin berpamitan kepada Alice. Alice mengangguk dan memperlihatkan iPadnya, "Ya, terimakasih. Aku pasti akan sembuh seperti sediakala." Gavin tersenyum hangat padanya, "Tentu, kamu pasti akan sembuh dan kembali seperti sediakala. Aku akan selalu mendoakanmu. Aku pamit dulu." Gavin kemudian masuk ke dalam mobilnya. "Sampai jumpa Nyonya Sera, Nona Elisa." James juga berpamitan pergi. "Sampai jumpa, James." Sera dan Alice melambaikan tangan pada James yang duduk di samping supir. Sera menatap ke arah mobil yang semakin jauh dan mengecil dari jarak pandang mereka, namun dia sesekali melihat kepada Alice. Tatapan Alice melekat ke arah mobil yang ditumpangi Gavin, hingga tidak terlihat lagi. "Begitu tidak r
"AYO, KERAHKAN TENAGA KALIAN!" Alice berteriak kencang memerintahkan para tentara pasukan elit Albain untuk melalui halang rintang yang dibuatnya di tengah-tengah hutan lebat pegunungan Albain. Ratusan tentara elit Albain itu telah melalui pelatihan Alice selama hampir 1 bulan ini. Pelatihan yang diberikan Alice benar-benar mengerikan. Sang Alpha, menciptakan neraka untuk membentuk tentara-tentara terlatih dan profesional. Ketika pelatihannya berakhir, Alice melihat kembali seluruh catatan skor dari setiap orang. "Bagus, bagus. Kalian mengalami peningkatan, meskipun hanya sedikit." Alice memuji para peserta pelatihannya. Seluruh peserta bukannya senang, mereka malah merasa merinding. Jika Alice mengucapkan kata 'peningkatan sedikit' itu artinya, besok harinya akan dibuat sebuah rintangan pelatihan yang baru dan lebih sulit. "Ada apa dengan wajah kalian? Mengapa di wajah kalian aku melihat ada 'keluhan'?" Alice menatap barisan tentara itu satu persatu. "TIDAK, YANG MULIA RATU!
Alice melangkah perlahan di komplek pemakaman dengan memegang seikat karangan bunga Krisan Putih di tangannya. Langkahnya terhenti di sebuah makam keluarga yang terlihat masih baru. Tanahnya masih basah, belum ditumbuhi subur oleh rumput hias yang cantik seperti makam di sekitarnya. Dia berjongkok dan meletakkan bunga Krisan Putih yang dipegangnya. Dipegangnya pusara dengan hati-hati. Perutnya kini agak membuncit, jadi Alice tidak tahan berjongkok lama-lama. Ketika Alice akan bangkit berdiri, sepasang tangan merangkul bahunya dari belakang untuk membantunya. Lalu pada bahunya disampirkan sebuah mantel hangat. "Mengapa kau tidak menggunakan pakaian yang agak tebal? Sekarang sudah hampir musim dingin. Bagaimana nanti jika sakit?" Suara hangat pria mengalun di telinga Alice. Alice menatap pria itu kemudian tersenyum, "Ada kau di sisiku, aku tidak akan sakit." Alice melingkarkan tangannya di pinggang Gavin, dan menyandarkan kepalanya di dadanya. Gavin mengecup pelan dahi istrinya
Berjam-jam waktu telah berlalu, Alice masih duduk di kursinya tanpa beranjak sedikitpun. Wajahnya terlihat lelah dan juga pucat. "Alice, sebaiknya kamu dan Ibu pulang dan beristirahat. Aku dan Jake akan menunggu di sini. Kami akan mengabari kamu jika Gavin telah sadar." Elisa merangkul bahu Alice yang duduk di sisinya. Semalaman Alice tidak tidur. Kini hari sudah berganti pagi. Waktu menunjukan pukul 09.00 pagi. Namun Gavin belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar. Mereka juga hanya bisa duduk dan menunggu di luar, karena Gavin saat ini masih berada di ruang observasi. "Ya, aku juga akan tetap di sini." Mario juga sejak semalam masih berada di sana. "Kami akan mengantarkan kamu, Bos!" Wella berkata kepada Alice sambil menunjuk dirinya dan Henry. "Benar Alice, setidaknya kau harus menjaga kondisimu juga. Beristirahatlah sejenak!" Ujar Jake pada Alice. Alice sebenarnya merasa tidak tenang jika harus pergi meninggalkan Gavin di rumah sakit. Tapi memang benar, dia harus menjaga k
Tuuuuuuuutttt Dokter melakukan teknik Resusitasi Jantung Paru kepada Gavin, namun tidak juga ada tanda-tanda detak jantungnya kembali. Mesin masih terus berbunyi, tanda detak jantung Gavin tidak terdeteksi. "Siapkan defibrillator!" Dokter meminta perawat memberikan alat kejut jantung. "50 Joule!" Perintah dokter pada perawat yang memegang alat defibrillator. "Everybody clear!" Dokter memberikan kejut jantung pertama kepada Gavin. Namun tidak ada reaksi apapun. "100 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tetap tidak ada reaksi apapun pada Gavin. "150 Joule!" Perintah dokter lagi pada perawat. "Everybody clear!" Tut...Tut...Tut... "Oke, jantung mulai berfungsi. Siapkan ruang operasi. Aku akan mensterilkan diri." Dokter kemudian keluar dari ruang gawat darurat. "Nyonya, sebaiknya Anda menunggu di luar. Kami akan mempersiapkan pasien untuk dioperasi." Alice mengangguk, namun sebelumnya ia memegang tangan Gavin sebelum keluar, "Sayangku
"Ya, aku bersedia bersaksi untuk kerajaan." Louis bersuara. Entah sejak kapan dia masuk ke dalam ruang rapat Parlemen. "Louis?" Isabela menatap tajam kepada pembunuh putrinya itu. Sebenarnya Isabela tahu bahwa yang meracuni Ansara adalah Louis dan Logan. Hanya saja, dia tidak punya cara untuk membuktikannya. Mereka berdua telah bersekongkol dengan sangat rapi. Seluruh rekaman kamera pengawas telah dihapus pada bagian dimana mereka memasukkan racun ke dalam makanan dan minuman Ansara. Setiap kali mereka secara bergantian meracuni Sara. "Aku akan menyerahkan diri dan mengakui perbuatanku. Aku juga akan menjadi saksi kejahatan Logan. Aku menyimpan beberapa bekas botol racun yang telah kosong. Aku rasa itu cukup kuat untuk dijadikan alat bukti." Louis berkata sambil menunjuk Logan. "Pria bajingan ini memaksa aku dan putraku untuk menjadi kaki tangannya. Namun, ketika kami sudah tidak dibutuhkan lagi, dia memerintahkan orang untuk membunuhku. Beruntung bagiku, Matheo tiba di rumah ber
"Rekam baik-baik semua bukti yang akan aku tunjukkan kepada kalian hari ini!" Lalu proyektor menampilkan seluruh bukti transfer uang senilai 1 milyar kepada seluruh anggota Dewan Parlemen yang berasal dari rekening Firlo More. Setelahnya, menampilkan seluruh percakapan Ketua, Wakil, dan beberapa anggota Dewan Parlemen sebelum rapat hari ini dimulai. 'Apakah kalian telah menerima uang senilai 1 milyar yang dikirimkan Firlo?' Terdengar suara Ketua Dewan Parlemen. 'Hahaha, kami telah menerimanya. Pokoknya, apapun yang tuan Firlo minta, akan kita lakukan. Jika mengikutinya, kita akan semakin kaya raya.' Seorang anggota merasa sangat senang. 'Ya, yaa.. Nominal 1 milyar setiap bulan, sangat besar. Tuan Firlo memang sangat murah hati.' Wakil Ketua Dewan Parlemen terdengar sangat bersemangat. 'Hei, sudah. Itu, Perdana Menteri telah datang!' Seseorang dari mereka meminta untuk menghentikan obrolan. 'Tuan Firlo, terima kasih atas hadiahnya. Hahaha.' Ketua Dewan Parlemen bersuara.
Pimpinan Rapat Dewan Parlemen mengamati waktu pada jam tangannya. "Sudahlah Pak Ketua Parlemen, lebih baik kita segera mulai saja rapatnya. Ini sudah pukul 09.05. Tidak baik menunda lebih lama lagi." Firlo mendesak Pimpinan Rapat agar segera mengetuk palunya dan membuka rapat. "Baiklah, semuanya harap tenang. Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Esa, maka Rapat Dewan Parlemen dalam rangka penetapan berlakunya konstitusi baru, telah dimulai secara resmi." Kemudian Pimpinan Rapat yang juga merupakan Ketua Dewan Parlemen, mengetuk palunya di atas meja. Tok "Hari ini adalah voting terakhir pemberlakuan konstitusi baru Negara Yustan tentang Anggaran Belanja Negara Perlengkapan Militer. Seperti yang kita ketahui, sebulan yang lalu, hanya Putri Mahkota Alice Anabel yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pemberlakuan konstitusi baru. Beliau berjanji, akan membawa bukti dan bantahan untuk menggagalkan pemberlakuan konstitusi baru ini." "Benar sekali. Namun, Putri Alice Anabel
"Alice, pakaianmu ini seluruhnya berwarna hitam. Tidakkah kamu ingin menambahkan warna lain?" Sera menyerahkan sebuah saputangan putih untuk Alice letakkan di saku jasnya. Karena menurut kebiasaan di Yustan menggunakan setelan jas serba hitam dan perlengkapan serba hitam, hanya boleh dilakukan ketika pemakaman. Menurut kepercayaan mereka, jika menggunakan pakaian dan perlengkapan serba hitam selain di acara pemakaman dapat membawa kesialan. "Tidak, Bu. Hari ini memang akan menjadi hari kesialan dan pemakaman bagi beberapa orang." Alice memasukkan sebuah saputangan berwarna hitam di saku jasnya. "Aku pergi Bu, Nenek." Alice melihat ke seseorang yang berdiri di belakang Sera. "Alice, kau terlalu tergesa-gesa untuk mendorong pergi Logan dan Firlo." Isabela merasa tidak setuju dengan rencana Alice yang membahayakan dirinya. Padahal dia dapat menyingkirkan mereka perlahan setelah menjabat sebagai Ratu Yustan kelak. "Nenek, untuk menyingkirkan rumput liar, harus mencabut hingga ke ak
"Kau, ajaklah Firlo dan Logan bertemu. Laporkan bahwa kau berhasil membunuh Alice." Jake memerintahkan Maxim keluar dari ruang tahanan untuk segera berpakaian rapi, kemudian mengembalikan ponsel miliknya. "Beberapa hari ini, mereka terus menerus menghubungimu. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa kalian gagal membunuh Alice," sambung Jake lagi. "Maksudmu, agar mereka mengira rencananya berhasil dan mereka kemudian lengah?" Maxim menebak rencana mereka. "Ya, katakanlah seperti itu," ujar Jake sambil tersenyum. "Jangan mencoba berpikir untuk kabur! Kami akan mengikuti mu dan memantau setiap pergerakan mu." Jake memperingatkan Maxim. "Bagaimana jika aku berhasil kabur?" Maxim menatap sinis ke arah Jake yang tampak meremehkannya. "Pertama, aku yakin karena kau akan membawa alat penyadap ini di tubuhmu. Kedua, karena pasukanmu masih berada di bawah pengawasan kami. Dan ketiga, adik kandungmu ada di antara mereka. Kau tidak akan berani mengambil resiko dengan melakukan itu." Jake me