Dari tempat duduknya saat ini, jelas ada raut ketakutan di wajah Imelda. Namun, semua orang tidak tahu hal mana satu yang membuatnya menjadi takut saat ini. Dia hanya terus menggeleng seraya menitikkan air matanya yang tak berhenti sejak tadi. Mana mungkin dia seperti itu jika dia tidak benar-benar melakukan kesalahan yang fatal.Semua orang masih duduk dan menunggu dengan elegan kembalinya Leo yang tadi tampak berjalan menuju ke ruang kerja Albert. Dari sakunya, Leo mengeluarkan kunci ruang kerja itu dan bahkan Zacky dan Zahra saja tidak punya selama ini dan setelah kepergian Albert itu sendiri.Sementara semua orang masih menunggu, Leo masih duduk di sebuah kursi kebanggaan yang dulu selalu diduduki oleh Albert. Ada gurat kesedihan dari wajahnya tapi entah apa yang sekarang dia pikirkan.“Kak ... kenapa kau menitipkan tanggung jawab sebesar ini padaku? Aku bahkan rela bertarung mengorbankan nyawa untuk melindungi mereka semua. Tapi, menggantikan peranmu dan mengatur segalanya seolah
Imelda masih memberontak berusaha melepaskan dirinya dari ikatan itu dan ingin berteriak sekuat tenaga. Namun, sayangnya semua itu tidak mudah atau lebih tepatnya tidak bisa dia lakukan untuk saat ini. Ikatan pada kedua tangannya dan kakinya sangat kuat. Lakban yang menutup mulutnya juga terasa sangat erat dan lengket.“Karena sudah terlihat dengan jelas, maka aku akan membacakan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Zacky kepada ketiga anak kandungnya.” Leo melanjutkan kalimatnya dan kemudian membuka dokumen lain setelah kembali ke tempat duduknya tadi.“Kapan Zacky membuat surat wasiat itu, Paman?” tanya Zahra yang penasaran dengan hal itu.“Sudah sangat lama, Nak. Dia sudah tahu segalanya sejak lama dan tidak ingin pergi tanpa meninggalkan keadilan untuk putra dan putrinya. Namun, dia berpesan padaku agar aku membacakan semua ini setelah dia telah tiada.” Leo menjelaskan segala halnya kepada Zahra. Segala yang sebenarnya tidak pernah ada dan terjadi.Semuanya murni campur tangan Leo
Imelda sangat syok karena suara dan juga kalimat yang pernah dia ucapkan beberapa tahun lalu itu kini didengarkannya lagi melalui tape recorder yang ada di tangan seorang ajudan Leo.“Tidak! Itu bukan suaraku dan aku tidak pernah mengatakan hal itu!” teriak Imelda dari tempat duduknya dengan sangat histeris.“Memangnya sudah ada yang mengatakan atau menuduh bahwa itu adalah suaramu, Imelda sayang?” tanya Zahra dengan senyum tajam.“Ti-tidak. Tapi, aku sangat yakin kalau kalian akan menuduhku,” jawab Imelda dengan sangat yakin.“Kau terlalu percaya diri! Siapa yang tahu itu suara wanita mana yang sedang diperdengarkan bersama di sini?”“Tapi, itu jelas sekali mirip dengan suaraku!”“Berarti kau sendiri mengakuinya. Bagus! Kita tidak perlu lagi membuatnya mengaku,” ucap Leo yang menyambar percakapan antara Zahra dan Imelda tadi.Imelda semakin gusar dan wajahnya merah padam menahan amarah. Dengan mudahnya mereka semua membuat jebakan untuk pengakuan yang sebenarnya tentu saja tidak ingi
“Tidak! Aku mohon jangan lakukan itu padaku. Aku tidak mau diberi racun. Aku tidak pernah meracuni Zacky. Aku sangat mencintainya, mana mungkin aku melakukan hal sekejam itu kepadanya,” rintih Imelda dengan menggelengkan kepalanya dan air mata sudah membanjiri pipinya saat ini.“Percuma kau menangis! Bukan kah kau tahu di sini tidak ada yang mengenal kata ampun dan iba untuk seorang penjahat?” tanya Brian lagi dengan tatapannya yang bengis.“Brian! Tolong percaya padaku! Aku tidak akan pernah melakukan hal itu pada Zacky. Pria tua itu memfitnahku dengan ucapannya. Aku bukan penjahat,” raung Imelda masih dengan pendiriannya yang merasa tidak bersalah sama sekali.“Persetan dengan tangisanmu, Imelda. Kau sudah menghancurkan hidup saudaraku dan kau sudah membuatnya sangat menderita hingga di ujung kematiannya. Maka, tidak ada yang lebih pantas untukmu dari pada kematian!” hardik Zahra dari tempatnya berdiri.Dia maju beberapa langkah dan meludahi wajah Imelda dengan geram. Mencengkram ra
Belum kering tanah pemakaman Zacky, kini di sisi lainnya sudah ada lagi tanah basah yang baru saja ditutupi dan ditaburi dengan beberapa macam jenis bunga. Leo pun sudah tiada, menyusul ke empat orang yang sudah terlebih dahulu menghadap Tuhan dan mereka berempat berkumpul bersama di alamnya.Isak tangis kembali terdengar di pemakaman keluarga itu. Sudah dua hari sejak Leo pergi dan baru hari ini dia dikebumikan. Semua itu beriringan dengan acara open house untuk rumah duka atas meniggalnya Zacky kemarin. Di hari ketiga itu pula lah Leo dikuburkan diiringi dengan puluhan para pelayat terpilih.Tentu saja hanya orang-orang terpilih saja yang boleh datang ke mansion dan menyampaikan belasungkawanya kepada keluarga Zacky dan Leo. Meski pun Leo selama ini hanya lah kaki tangan Albert saja, tapi kinerja dan namanya sudah sangat dikenal di seluruh pelosok dunia. Hal itu bahkan membuat nama Albert tidak terlalu dikenal di beberapa negara karena selalu saja Leo yang menggantikannya dalam semu
Hati ibu mana yang tidak tersentuh mendengar ucapan Queen itu, bahkan Auriel pun tak dapat menahan air matanya. Auriel tahu betapa Queen sejak kecil sudah sedih dan murung karena tidak lagi memiliki seorang ibu yang bisa menyayanginya dan memanjakannya. Meski gadis itu kecerdasaannya di luar rata-rata, tapi dia tetap lah seorang bocah tiga tahun saat itu.Melihat teman-temannya bermain dan dijemput oleh ibu mereka, ada sinar kesedihan di bola mata Queen yang berwarna biru itu. Sayangnya, saat itu Auriel terlalu berambisi dan dendam kepada hal yang tidak seharusnya. Sehingga dia mengabaikan kesedihan bocah perempuan itu meski dia sering sekali ingin merangkulnya karena jiwa keibuan.“Maafkan aku karena dulu selalu mengabaikan dirimu, Nak.” Auriel berkata dengan nada sendu.“Tidak, Bibi. Kau tidak perlu merasa seperti itu padaku. Semua sudah selesai dan aku tidak pernah menyalahkan siapa pun,” sahut Queen kepada Auriel dengan senyum yang sudah kembali merekah.“Sekarang ... kau boleh me
“Apa maksudmu, Nak?” tanya Paulina kepada King dengan cemas.“Aku yakin ada yang sengaja meletakkan beling itu di sana, Bibi. Hal itu tidak mungkin sebuah keteledoran karena aku yakin para pelayan di sini pasti bekerja dengan sangat baik untuk keluarga ini,” ungkap King yang menjawab pertanyaan Paulina.“Tapi ... siapa yang nekat melakukan hal itu? Apa dia sudah sanggup tangannya dipenggal?” tanya Queen yang masih meringis menahan rasa sakit.“Itu yang harus kita cari tahu sekarang. Mulai saat ini, jika kau ingin tetap tinggal di sini, kau harus sangat berhati-hati dan jangan mudah percaya pada siapa pun yang ada di dalam mansion ini, Queen.”“Para pelayan maksudmu?”“Termasuk pada kak Brian!”“Gila! Kau terlalu berlebihan, King! Kau tidak tahu betapa Brian menyayangi kita dan menyambut kita dengan suka cita di sini,” ujar Queen dengan meringis kesakitan lagi.Apa pun yang terjadi, rasanya tidak pantas jika mereka akhirnya jug mencurigai atau tidak bisa menaruh rasa percaya kepada Bri
Mata Queen melotot sempurna ketika mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Auriel kepada King. Dengan cepat, kedua matanya beralih untuk menatap ke bawah kaki dan benar saja, di sana sudah tampak peralatan yang bekas dipakai. King membalutkan perban putih pada kaki Queen setelah memberikan obat merah di bagian telapak kakinya yang terluka.Tidak terasa perih sama sekali dan itu tentu saja membuat Queen sedikit heran. Bagaimana King bisa memiliki keahlian yang sangat luar biasa seperti itu? Dia melakukan hal itu layaknya seorang dokter profesional dan tidak menimbulkan rasa sakit sedikit pun pada Queen.“Kau sungguh sudah menjahit lukaku, King?” tanya Queen dengan nada tak percaya.“Tenang lah, Queen. Itu sudah selesai dan kau bisa istirahat sekarang. Minum antibiotik yang nanti akan diberikan oleh pelayan. Aku akan meminta mereka membelikannya untukmu di apotik terdekat,” jawab King dengan nada santai dan kemudian membuka kembali sarung tangan karet yang tadi memang dia pakai saat
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka