Selama di Mall itu, Zacky hanya duduk mengawasi Zahra dan Steve yang berada di dalam arena permainan. Sementara ia bermain saham di tabletnya sambil sesekali melirik ke dalam arena permainan itu.
Sementara Olivia dan Liona sedang berkeliling untuk berbelanja pakaian, sepatu dan tas. Olivia adalah seorang istri yang memiliki banyak acara-acara resmi sekarang.
Tentu saja ia harus mulai memperhatikan penampilannya. Karena itu akan berpengaruh pada harga diri suaminya. Meski tetap saja Olivia lebih menyukai segala sesuatu yang sederhana.
"Steve, apa kau akan menjadi sahabatku selamanya?" tanya Zahra pada Steve di sela permainan bolanya.
"Tentu saja tidak!" jawab Steve santai.
"Kenapa? Apa kau tidak suka menjadi sahabatku?" Zahra bertanya dengan nada sedih.
"Karena, saat sudah dewasa nanti aku akan menikahimu. Jadi kita bukan sahabat lagi."
"Benarkah? Lalu kita akan menikah seperti Daddy dan Mamiku kemarin?"<
Sesampainya di rumah, Olivia kehilangan mood untuk mereview satu persatu barang yang ia beli bersama Liona tadi. Zacky dan Zahra sudah kembali asik dengan dunia mereka sendiri. Tentu saja, Olivia menyempatkan diri untuk membelikan beberapa pakaian dan mainan untuk kedua bocah kembar itu. Jadi, saat ini Olivia bisa dengan tenang menikmati waktunya di kamar. Ia memijit kepalanya yang terasa sedikit pusing. Seperti apapun ia mencoba melupakan, kata-kata yang Jams ucapkan tadi tetap terngiang di telinganya. Olivia melihat jam, sudah jam lima sore. Pasti sebentar lagi Albert sampai di rumah. Olivia bangkit dari duduknya dan segera mandi, membersihkan diri untuk menyambut suaminya yang akan segera pulang dari bekerja. Namun, Olivia tidak bisa bersikap biasa saja saat ini. Ia harus menanyakan kebenaran hal itu pada Albert. Dulu, Albert mengatakan bahwa Lucy sudah mati bunuh diri dan mayatnya dibawa oleh keluarganya untuk dimakamkan jauh di perkampungan.
"Hai, Mom. Hai, Dad." sapa Zahra dan Zacky serentak, saat melihat Olivia dan Albert jalan bersama menuju meja makan. "Hai, Sayang." "Hai, my twin," Olivia dan Albert menjawab bergantian. Mereka mengambil posisi duduknya masing-masing. Di atas meja, sudah tersusun beberapa macam menu makan malam. Tak lupa buah-buahan dan makanan pencuci mulut lainnya. Sejak Olivia dan si kembar menempati mansion ini kembali, suasana di mansion menjadi lebih hidup dan bewarna. Hidangan makan selalu menyerupai makan di Restoran mewah dengan berbagai jenis menu yang berbeda setiap jam makannya. Tentu saja, Jane dan Darwin adalah cheff yang handal di bidangnya masing-masing. Mereke adalah lulusan terbaik yang dipilih oleh Kakek Albert pada masanya. Sebab itu, Albert tidak hanya menganggap mereka sebagai cheff atau koki saja di mansion ini. Tapi sudah menganggap mereka berdua pengganti orang tuanya. Meski kadang, sifat arrogant masih sa
Jam dua dini hari, Albert berjalan masuk ke dalam kamar tidurnya. Terlihat Olivia yang tidur meringkuk di atas ranjang mereka. Albert mendekatinya. Mata indah itu terlihat sembab. Hidung mancung yang ramping itu terlihat memerah. Sisa air mata masih menggenang di ujung kelopak matanya. Dengan penuh kasih, Albert membelai rambut Olivia. Ia merasa menyesal karena telah berbica kasar dan membentak Olivia. Hingga membuat istrinya itu menangis semalaman. Olivia pasti terluka karena sikap Albert. Saat Albert mengusap pipi mulus itu dengan lembut, Olivia membuka matanya. Menatap sendu pada sang suami. "Jangan menyentuhku, Al." cegah Olivia dengan nada bergetar. "Dengan tangan itu...kau sudah menghilangkan nyawa seseorang." lanjutnya, saat Albert masih diam tanpa kata membalas ucapannya. "Sayang.. kau tidak mengerti segalanya. Tolong, jangan seperti ini," balas Albert lembut. "Lalu, buat aku mengerti. Jelaskan padaku semuanya, agar aku
Akhir pekan telah tiba, semua anggota keluarga sudah siap dengan barang bawaannya masing-masing. Sebenarnya, Albert menawarkan pergi menggunakan jet pribadinya. Namun, Zacky menolak dengan alasan itu terlalu private. Ia ingin merasakan liburan yang sebenarnya, sama seperti yang orang-orang biasa lakukan. Melakukan perjalanan yang melelahkan tapi mengasyikkan. Lagi pula, perjalanan yang umum seperti ini bisa lebih mempererat hubungan antara kedua orang tuanya. "Paman, apa kau sungguh tidak ingin ikut dengan kami?" tanya Zahra pada Mike, saat Mike datang menjemput mereka ke mansion. "Hem...sebenarnya aku sangat ingin ikut bersamamu, Nona Kecil. Tapi, Bibimu sedang tidak bisa melakukan perjalanan jauh saat ini." jawab Mike dengan raut wajah yang dibuat sedih. "Apakah Bibi Mona sudah menyimpan bayi dalam perutnya?" Zahra bertanya dengan polosnya. "Ha-ha...benar sekali, Sayang. Dan kau akan segera menjadi adik. Apa kau senang?"&
Setelah terbang hampir delapan jam, akhirnya mereka sampai di kota Istanbul, Turkey. Keluarga bahagia itu segera melanjutkan perjalanan ke hotel yang sangat terkenal dengan segala keunikan dan keindahannya.Cave Hotel,adalah salah satu hotel tradisional berbentuk goa hasil pahatan dari batu putih khas Goreme. Saat sampai di Cava Hotel, Albert dan Olivia langsung disambut oleh nuansa Romawi Kuno yang begitu kental. "Ah, sepertinya aku benar-benar sedang berada di zaman Kekaisaran Romawi," ucap Albert takjub. Olivia tak menyahut. Ia membuka jendela kamar tidurnya. Dan kali ini, Olivia yang berdecak kagum saat melihat pemandangan indah dari balon udara warna warni yang menghiasai wilayah Cappadocia. "It's my dream!" lirih Olivia seraya tersenyum. Ia memejamkan matanya menghirup udara malam yang berhembus. Malam yang sangat indah di Cappadocia. "Kau punya mimpi untuk datang ke sini?" tanya Albert yang mendengar uc
Setelah pagi hari menikmati matahari terbit dari puncak gunung, Albert Family's menuju ke salah satu destinasi yang sangat sayang dilewatkan selama berada di Cappadocia. Yup, mereka menuju ke Gerome Natural Parkyang merupakan salah satu destinasi favorite di Cappadocia. Mereka menaikiHot Air Balloon Ride, dan menikmati keindahan panorama Cappadocia dari atas. Zacky dan Zahra terlihat sangat senang dan bahagia bisa berada di atas udara menikmati pemandangan indah kota Cappadocia. Begitu juga dengan Olivia dan Albert. Albert merangkul tubuh istrinya dengan hangat. Pakaian hangat yang Olivia pakai, tentu tidak bisa menandingi hangatnya pelukan sang suami tercinta. "Daddy, terima kasih sudah membawa kami berlinur kesini. Semua yang ada di sini benar-benar sangat indah dan menakjubkan!" ucap Zahra dengan memeluk paha Albert. "Tentu, Sayang. Daddy akan memberikan semua yang terbaik untuk kalian," jawab Albert de
Seminggu sudah Albert, Olivia dan anak-anaknya menghabiskan waktu di kota Turkey. Menikmati indahnya pemandangan dan suasana hampir di seluruh tempat di sana. Di antara banyak tempat, hanya di Cappadocia mereka menghabiskan waktu lebih banyak. Tadinya Albert ingin menambah lagi harinya di sana, tapi Olivia menolak. Karena ia tak ingin Albert terlalu lama meninggalkan pekerjaan pada Mike. Apalagi saat ini Mona sedang mengandung. Mike sendiri pasti akan kesulitan mengurus perusahaan. Olivia pernah mengalami hal-hal aneh selama mengandung Zacky dan Zahra. Dan ia tau pasti bagaimana rasanya saat keinginan tidak bisa terwujud. Seperti suatu hari saat Olivia mengandung sembilan bulan, entah mengapa ia sangat ingin tidur dalam pelukan Albert. Bahkan Olivia sampai menangis berhari-hari untuk menguatkan hatinya, bahwa hal itu tak akan pernah terjadi dan terwujudkan. "Ayo cepat anak-anak. Jangan sampai ada yang tertinggal," ucap Olivia sambil terus member
Keesokan harinya, Zahra sudah tampil bak ratu sejagad raya dengan menenteng sebuah paper bag berwarna silver. Apalagi kalau bukan oleh-oleh untuk pria yang dia klaim sebagai kekasihnya, Steve. Zahra sudah sibuk mendesak Olivia agar segera mengantarny ke apartemen Steve, karena memang selama tinggal di negara ini Steve dan keluarganya hanya menyewa apartemen di kawasan elite. "Mami, apa tidak bisa lebih cepat lagi? Aku sudah menunggu Mami sejak sepuluh menit yang lalu," desak Zahra tak sabar. "Iya, Mami sudah selesai. Apa kau sudah membawa oleh-oleh yang kita beli kemarin?" tanya Olivia saat berdiri dari kursi meja riasnya. "Tentu, aku tidak mungkin melupakan hal yang paling penting ini, Mom!" balasnya seraya memamerkan paper bag yang ia pegang. "Baiklah, Tuan Putri. Kau memang pacar yang sangat perhatian." "Tentu. Dan...harus! Jika aku menyukai seseorang, tentu saja aku harus berusaha mendapatkan perhatiannya. Dengan cara apa? Tentu sa
“King! Aku yakin dia bisa membawamu ke jalan yang seharusnya kau tempuh,” jawab Zahra dengan keyakinan penuh.“Jangan konyol, Moms. Dia tidak sebanding denganku! Aku ini kakaknya, meski kami tidak sedarah. Aku tidak akan pernah tertarik dengan bocah ingusan seperti dia,” bantah Dayana dengan sangat tegas di depan Zahra dan wajahnya tampak sangat kesal.Dia segera pergi dari hadapan Zahra dan tidak ingin lagi membahas masalah yang sensitif itu. Bagaimanapun juga, Dayana menyadari bahwa dia sudah salah jalan. Namun, dia juga tidak meminta dirinya menjadi seperti itu. Semuanya terjadi dan mengalir apa adanya tanpa diminta dan dipaksa. Jadi, apa yang harus dia lakukan selain pasrah dan menerima semua keadaan itu dengan hati luas?Dayana memang gadis yang berasal dari keluarga terpandang dan bisa dikatakan semua yang dia lakukan pasti akan menjadi konsumsi publik. Akan tetapi, dia juga tidak bisa berpura-pura demi membuat orang lain senang dan puas. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri,
Zahra tidak bisa berkata-kata saat baru saja mendengar pengakuan dari putrinya itu. Dadanya terasa penuh dan sangat sesak sehingga tidak bisa bernapas dengan baik. Dia tidak menduga bahwa Dayana akan mengakui hal besar dan sangat mengejutkan itu padanya dan Gerald.Saat ini Zahra bisa melihat perubahan warna pada wajah Gerald. Pria itu jelas sedang marah besar pada Dayana dan dia masih diam saja berusaha menahannya. Hal itu tentu saja mengingat bahwa Dayana adalah putri mereka satu-satunya.“Sayang ... tolong ralat lagi kata-katamu itu. Katakan padaku kalau kau hanya bercanda dan semua itu mungkin hanya sebuah prank atau kejutan untuk kami. Kau ingin membuat daddy marah seperti saat Mami marah ketika kalian bersekongkol membuatku cemburu dan marah besar saat itu kan?” tanya Zahra dengan menguatkan hati dan mencoba tetap tenang.“Tidak. Kali ini aku sangat serius dan aku memiliki pacar wanita. Dia adalah Jeslyn yang sering datang ke sini dan aku sering menginap di apartemennya,” jawab
Zahra kembali ke kediamannya dengan perasaan yang bercampur aduk. Dia baru saja mengunjungi pemakaman keluarganya dan kemudian mendapati fakta bahwa King menaruh hati pada Dayana. Dia tidak akan mempermasalahkan hal itu jika memang sudah begitu takdirnya.“Ada apa, Sayang? Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” tanya Gerald yang menatap istrinya dengan pandangan heran.“Bukan apa-apa, Sayang. Aku hanya merasa lucu saat seorang pria menyukai gadis, tapi mereka selalu bertengkar tiap kali bertemu,” jawab Zahra kepada Gerald.“Siapa yang kau maksud? Apakah itu kisah kita dulu?” tanya Gerald dan langsung melingkarkan tangannya di pinggang Dayana.“Tidak. Aku mengatakan tentang King. Eh ... tapi, ternyata kisah kita juga hampir sama seperti itu. Dulu aku dan kau juga selalu saja berdebat dan bertengkar tiap kali bertemu.”“Kau benar, Sayang. Kau tahu? Semua itu membuatku senang dan hidupku menjadi lebih berwarna.”“Jadi, kau suka bertengkar denganku?”“Hem ... sepertinya aku lebih suka berteng
“Apa benar kau tidak masalah sendirian, Nak?” tanya Zahra pada King dengan suara yang sangat lembut.“Aku tidak sendiri, Moms. Masih ada mamiku juga di sini,” jawab King saat melihat Auriel turun dari tangga.“Kakak. Kapan kau datang?” tanya Auriel yang langsung menyapa Zahra dengan sangat ramah.“Belum lama. Aku bahkan sudah mengunjungi Zacky, Mami, dan Daddy bersama King.” Zahra menjawab sopan dan kemudian keduanya bercium pipi kanan dan pipi kiri.Zahra memang sudah menerima kehadiran Auriel dan King sejak lama. Mereka sudah sangat baik satu sama yang lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk saling berselisih lagi. Lagi pula, semuanya sudah cukup jelas dan tidak ada hal besar yang harus diperdebatkan lagi.“Silakan duduk, Kak. Aku akan membuatkanmu minum,” ucap Auriel dengan sangat ramah.“Tidak perlu, Sayang. Aku tidak tamu di sini dan jangan memperlakukanku seperti tamu,” tolak Zahra dengan senyum lebar.“Tapi, tidak ada salahnya seorang adik menjamu kakaknya yang datang
“Dad, aku dan Mami datang.”“Zack! Apa kau bahagia di sana bersama Bianca? Apa kau bertemu dengan Mami dan Daddy juga? Kalian pasti bahagia sudah berkumpul di sana bukan? Kenapa kalian semua meninggalkan aku sendiri di sini? Kalian tidak ingin mengajakku? Apakah aku masih begitu menyebalkan bagi kalian?”“Moms ...,” lirih King dengan nada pilu saat mendengar Zahra bertanya beruntun seperti itu di depan makam saudara kembarnya – Zacky.“Tuan Muda Zacky yang terhormat. Apa kau liat dengan siapa aku datang hari ini? Kau pasti senang melihatnya bukan? Lihatlah, dia begitu mirip denganmu saat kau masih muda. Aku bahkan merasa seperti usiaku baru dua puluh tahun saat berada di sampingnya,” ungkap Zahra yang sengaja menghibur diri dengan berkelakar seperti itu.King hanya bisa tersenyum tipis saat mendengar candaan Zahra pada Zacky yang kini hanya bisa mereka temui dalam bentuk batu nisan yang indah dan elegan itu. Meskipun begitu, Zahra tampak sangat bahagia dan seperti dia memang sedang be
Auriel sangat bahagia saat melihat putranya sudah kembali tersenyum dan tertawa seperti itu. Sudah sejak lama dia tidak melihat tawa King yang begitu lepas, bahkan dulu dia nyaris tak pernah tersenyum sama sekali. Hal itu membuat hati Auriel merasa sedih dan juga merasa bersalah karena tidak bisa membayangkan apa yang terjadi dalam hati putranya itu.“Aku berpikir, Mami akan memberikan syarat yang luar biasa dan membuatku sedikit takut,” ucap King kepada Auriel yang masih menatap putranya yang dulu kecil itu tertawa bahagia.“Aku mana mungkin memberikan syarat yang membuatmu menderita, Nak. Kau adalah sumber kebahagiaanku dan kau adalah segalanya dalam hidupku. Karena kau ada, makanya aku masih ada dan berdiri di depanmu saat ini, Sayang.” Auriel mengungkapkan isi hatinya kepada King dengan sungguh-sungguh.“Oh, Moms. Jangan bicara seperti itu lagi dan membuat aku sedih.”“No, Sayang. Kau tidak boleh lagi bersedih setelah banyaknya kesedihan yang sudah kita lalui bersama dengan hebat.
“Apa kau benar-benar tidak akan datang, Sam?” tanya Queen yang saat ini masih membuka jendela kamarnya dan menunggu kedatangan sang kekasih.Dia berharap, Samuel bisa segera menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan kembali menemui dirinya. Cinta baru saja bersemi di antara mereka. Tentu saja hati berbunga bunga dan masih tetap ingin bersama lebih lama. Akan tetapi, sepertinya semua itu tidak akan terjadi malam ini dan Queen tidak bisa lebih lama menunggu.Gadis itu terlelap setelah jam dinding berada di angka satu. Dia tidak bisa lagi menahan kantuknya dan dia sadar bahwa Samuel tidak akan datang malam ini.“Selamat malam, Sayang. Apa kau menungguku datang?” tanya sebuah suara yang berbisik di telinga Queen saat ini.Perlahan, Queen membuka matanya dan wajah seorang pria tampak samar-samar di hadapannya saat ini. Pria itu tersenyum dengan sangat manis padanya dan memberikan sebuah kecupan di bibirnya. Dari kecupan itu saja, Queen tahu bahwa Samuel telah datang malam ini.“Aku menun
Charlos tidak pernah menyangka jika hidupnya akan didatangi oleh seorang gadis ingusan seperti Thabita. Dia tidak hanya menyebalkan, tapi juga sangat menganggu sehingga Charlos kehilangan waktu istirahatnya karena gadis itu terus saja mengusik ketenangannya.“Berhentilah bermain-main, Thabita. Aku tidak suka bercanda untuk masalah pernikahan!” tegur Charlos sekali lagi kepada Thabita dengan wajah yang masam.“Aku juga tidak pernah main-main soal pernikahan. Bukankah pernikahan itu adalah impian semua orang? Aku selalu bermimpi mempunyai suami yang usianya lebih tua dariku,” sahut Thabita yang tidak mau kalah.“Kalau begitu, kau carilah sugar daddy yang mau mengurusmu! Aku belum terlalu tua asal kau tahu!”“Usiamu bahkan sudah menginjak kepala 4 bukan? Apa itu belum terlalu tua namanya?” tanya Thabita dan jelas ucapan gadis itu membuat Charlos kehilangan kendalinya saat ini.Bagaimanapun juga, Charlos adalah pria biasa yang masih memiliki emosi tak terkontrol. Dia sudah biasa dilatih d
Namun, meskipun Thabita senang mendengarnya dia tentu juga merasa bingung dengan pernyataan Charlos tadi. Apakah benar pria itu akan membawanya pulang bersama rombongan tuan besarnya? Bukankah Charlos hanyalah seorang ajudan dan semua itu pasti tidak mudah baginya untuk berhasil meyakinkan bos untuk membawa wanita asing bersama mereka pulang.“Apa lagi yang kau pikirkan? Jangan banyak bergerak dan tetaplah tenang di atas ranjang ini. Aku tidak akan mengobati lukamu lagi jika kau masih tidak mendengarkan aku!” ancam Charlos pada Thabita dengan tegas dan terdengar tidak main-main.“Baiklah, Sayang. Apapun yang kau katakan,” sahut Thabita sengaja menggoda Charlos dengan sebutan sayang.Benar saja, wajah Charlos langsung memerah seperti merasa malu dan tidak bisa tenang di depan Thabita. Bagaimana bisa dia menjadi tidak konsen saat Thabita memanggilnya sayang seperti tadi? Apa yang gadis itu pikirkan dan Charlos membalikkan badan untuk membuang kecanggungannya dengan alasan akan meletakka