“Kamu nggak ketemu Maura di lift atau di loby, Ga?” tanya Wulan yang penasaran dan mengambil posisi duduk di seberang Gani yang baru saja memasuki ruangannya itu.“Nggak, Ma!” jawab Gani dengan santai dan singkat.
“Masa sih kamu nggak ketemu? Dia baru aja keluar dari ruangan Mama sebelum kamu datang,” desak Wulan seperti tak ingin menyerah dengan pertanyaannya itu. “Aku bahkan belum pernah bertemu dengan dia, Ma! Aku nggak tau wajahnya dan seperti apa orangnya. Mama kalau nanya tuh yang bener dong, Ma!” omel Gani yang membuat Wulan tercengang dan menatap putra semata wayangnya itu dengan tak berkedip.
Bukan tanpa alasan Wulan bereaksi seperti itu pada ucapan Gani. Selama ini, Gani selalu bicara dengan singkat dan tak pernah menggerutu panjang lebar. Baru kali ini Gani marah dengan menjabarkan semua hal itu kepada Wulan.Gani duduk dengan menyilangkan kakinya dan tetap fokus pada benda pipih yang ada di tangan kanannya saat ini. Selalu seperti itu setiap kali Gani bertemu dengan Wulan di mana pun.“Bisa nggak kalau pas lagi ngobrol sama Mama tuh, jangan kerja dulu?” tanya Wulan yang mengutarakan protesnya pada sikap Gani.“Aku lagi mengurus proyek yang trouble, Ma!” jawabnya singkat tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel yang sedang ditatapnya dengan fokus.“Gimana dengan Sarah? Apa dia udah ada tanda-tanda mengandung bulan ini?” tanya Wulan yang mulai ketus juga mengikuti gaya putranya itu.“Belum. Sabar aja, Ma.”“Sabar sampai kapan, Ga? Mama udah sabar sampai tiga tahun usia pernikahan kalian. Mama nggak bisa sabar lagi sekarang. Kamu harus terima tawaran Mama kemarin.”“Anak itu hanya titipan, Ma. Siapa sih yang nggak mau punya anak?”“Tapi, Sarah juga terlalu sibuk wara wiri keluar negri sana sini tiap minggu. Gimana bisa hamil kalau seperti itu? Dia hanya foya-foya dan nggak memikirkan kesehatannya, Nak!” ungkap Wulan dengan nada kesal dan penuh penekanan pada beberapa kata-kata yang menyudutkan Sarah.Sarah adalah istri yang sudah dinikahi Gani selama tiga tahun belakangan ini. Selama ini, rumah tangga mereka jauh dari kabar miring apalagi perselingkuhan. Meskipun Gani dan Sarah sendiri juga tidak sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Namun, Gani sangat menyayangi istrinya itu dan selalu berusaha menuruti semua yang Sarah mau.Salah satunya adalah membiarkan Sarah melakukan apa saja yang dia suka dan membeli semua yang dia mau. Pergi ke mana saja yang dia inginkan, tanpa pernah mengeluh berapapun banyak uang yang sudah Sarah habiskan untuk foya-foya. Hanya saja ... rumah tangga itu memang hambar tanpa adanya seorang anak yang hadir di tengah mereka sebagai pemanis.“Biarkan aja dia begitu, Ma. Mungkin dia bosan di rumah, karena aku kan juga selalu sibuk kerja,” ucap Gani masih saja membela Sarah di depan Wulan.“Nggak bisa lagi sekarang, Ga! Waktu Mama nggak banyak lagi, dan Mama mau kamu cepet kasih Mama cucu. Kamu harus tetap menikah dengan Maura dan tadi dia udah setuju dengan permintaan Mama itu,” ungkap Wulan yang merasa sudah terlalu lama bersabar pada menantunya itu.Gani sontak saja mengalihkan pandangannya dari ponsel dan menatap lekat pada wajah Wulan. Dia melihat ibunya itu masih sangat cantik dan awet muda untuk wanita seusianya. “Maksud Mama apa ngomong seperti itu? Waktu Mama nggak banyak lagi? Nggak banyak lagi gimana maksudnya?” tanya Gani bertubi-tubi dengan tatapan yang tajam pada Wulan.Sepertinya, Wulan menyadari bahwa dia sudah salah bicara di depan Gani. Dia langsung tampak gugup dan mengalihkan pandangannya dari tatapan sang putra. Gani tentu tidak melewatkan reaksi ibunya itu dan mendehem dengan tegas.“Maksud Mama ... Mama kan udah tua, Ga. Mama takut nggak punya waktu banyak lagi untuk menunggu kamu punya anak,” bantah Wulan mencari alasan agar Gani tidak curiga.“Mama masih muda dan cantik. Mama juga sehat banget, jadi sabar aja setahun atau dua tahun lagi, ya Ma.” Gani mencoba bicara lembut untuk menghibur ibu yang disayanginya itu.“Nggak bisa, Ga! Mama udah janji sama Maura dan tadi Mama udah desak dia sampai dia setuju. Dia rela jadi istri kedua dan Mama yakin dia bisa kasih Mama cucu yang lucu,” jelas Wulan tetap tak mau mengalah.“Kenapa Mama mengambil keputusan sepihak? Aku nggak mau menyakiti Sarah, Ma! Kita harus bicarakan dulu sama Sarah dan pastikan dia setuju,” ucap Gani yang mulai serius menanggapi permintaan Wulan yang memang tak pernah ada habisnya.Jujur saja, Gani juga sudah mulai lelah mendengar desakan dari Wulan yang selalu saja meminta cucu darinya. Sementara, sebenarnya Sarah sendiri yang memutuskan untuk menunda memiliki momongan selama ini. Gani yang mencintai istrinya, berusaha untuk memenuhi keinginan Sarah dan tidak mengatakan hal itu kepada Wulan dengan jujur.Saat ini, Wulan sepertinya juga sudah berada di ujung batas kesabarannya. Gani takut jika ibunya itu jatuh sakit kalau terlalu emosional dan juga terlalu banyak berpikir. Selama ini Gani hanya tahu bahwa Wulan mempunyai riwayat hipertensi dan jantungan.“Nggak usah memikirkan aku, Mas!” suara seorang wanita datang dari arah pintu masuk.“Sarah? Kamu kok ke sini, Sayang?” tanya Gani yang menatap Sarah dengan heran.“Aku mau ke Tokyo dan mau izin sama kamu. Kata Amel – sekretaris kamu itu, kamu lagi ketemu sama mama.” Sarah menjawab pertanyaan Gani dan sepertinya tak ada niat untuk menyapa sang mertua sama sekali, walaupun Wulan sudah saling beradu tatap dengannya.“Kamu pergi dengan siapa?” tanya Gani dingin.“Sama Loli dan Yoga, Mas. Aku nemenin mereka belanja perlengkapan untuk tunangan mereka bulan depan doang. Sekalian, mau belanja buat aku juga.”“Kamu nggak malu, Sarah? Menghamburkan uang Gani tanpa alasan yang jelas seperti itu tiap saat? Kamu mau membuat suamimu bangkrut?” tanya Wulan kesal.“Mama mertuaku, Sayang. Tugas suami kan mencari nafkah untuk istrinya, dan tugas istri menghabiskannya. Jadi, wajar aja kalau aku yang menghabiskannya. Masa nunggu wanita lain yang menghabiskan uang suamiku?” tanya Sarah dengan sedikit menyindir Wulan.“Sayang ... jaga ucapan kamu di depan mama!” tegur Gani dengan tegas.“Mama yang duluan, Mas!” bentak Sarah dengan kesal karena ini kali pertamanya Gani memarahinya di depan Wulan seperti itu.“Berhubung kamu sendiri yang bilang, jadi Mama juga nggak perlu lagi meminta izin kamu kan? Minggu depan, Gani akan menikah lagi dengan gadis pilihan Mama!" Wulan berkata dengan sangat tegas dan penuh penekanan sambil memandang Sarah dengan tatapan kesal.
Sarah masuk ke dalam ruangan Wulan dan duduk di sisi Gani. Dia menatap suaminya dengan sendu dan berharap bahwa suaminya menolak titah atau keputusan sang ibu. Namun, setelah sekian detik menunggu tetap tak ada reaksi dari Gani.Sarah tahu bahwa Gani tidak akan menentang keputusan dari ibunya itu. Sarah menarik napas panjang dan kemudian berusaha untuk tetap kuat, meski hatinya terasa hancur dan sakit.“Oke. Silakan Mama menikahkan mas Gani dengan gadis pilihan Mama itu. Tapi, aku ada satu syarat untuk mengizinkan mas Gani menikah lagi,” ucap Sarah dengan sinis dan sorot mata yang tajam.“Katakan!” titah Gani yang sebenarnya tidak disangka oleh Sarah.“Aku ingin ... setelah menikah nanti, kamu tetap tinggal sama aku, Mas!” ucap Sarah dengan penuh rasa percaya diri dan seolah dia tak ingin berpisah dari suaminya.“Apa? Nggak bisa! Mana mungkin Gani tetap tinggal sama kamu, Sarah!” bantah Wulan telak.“Terus gimana, Ma? Mama mau aku yang ditinggalkan mas Gani? Apa ubahnya itu dengan per
“Maura, kamu udah yakin dengan keputusanmu itu, Nak? Mama nggak mau kamu menyesal dan salah mengambil keputusan. Bagaimanapun juga, ini adalah masa depanmu dan kamu akan menjadi istri kedua, Nak ....” Anita berkata dengan suara pelan dan sendu.Dia sudah mendengar semua cerita dari Maura dan dia merasa tidak berdaya dengan keputusan putrinya itu. Penyakit yang sudah bertahun-tahun menggerogoti tubuhnya itu seakan sudah menjadi beban bagi putrinya. Semua harta peninggalan sang suami sudah habis terkuras untuk biaya pengobatan.Untuk biaya lanjutan pun, Maura harus berkeja sana sini agar mendapatkan uang yang banyak. Sekarang, dengan nota bane balas budi Wulan menawarkan tawaran yang berat itu kepada Maura. Wulan berjanji akan membiayai pengobatan Anita hingga sembuh, bahkan akan memberikan pengobatan terbaik dengan dokter ahli yang terkenal.Sebagai seorang anak yang berbakti, mana mungkin Maura melewatkan tawaran emas itu. Baginya, yang terpenting adalah Anita segera sembuh seperti se
Lima hari sudah berlalu dan saat ini Maura berada di salah satu kamar pasien. Anita baru saja pulang dari Kuala Lumpur setelah menjalani operasi kangker rahim stadium akhir. Maura menunggu ibunya terbangun dan saat ini dia ditemani oleh Wulan.Mereka sudah menunggu selama satu jam sampai akhirnya ada pergerakan dari anggota tubuh Anita yang terbaring di ranjang pasien. Maura yang merasa senang, langsung saja mengambil tangan Anita dan air mata mengalir begitu saja tanpa bisa dia tahan.“Mama ... aku di sini, Ma. Mama udah bangun kan, Ma? Mama bisa dengar suara aku? Mama bisa liat aku di sini? Mama ingat siapa aku kan?” tanya Maura bertubi-tubi saat melihat mata Anita terbuka perlahan-lahan dengan kedipan yang tak berhenti hingga kelopaknya terbuka total.“Sayang ... pelan-pelan dulu, ya. Nanti mama kamu jadi bingung,” ucap Wulan berusaha menenangkan Maura dengan menggenggam pundaknya dan memberikan kekuatan.“Mama aku bangun, Tan.”“Iya. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar seperti
Semua proses sudah selesai dan saat ini Maura berada di dalam kamar pengantin. Kamar yang sudah disiapkan oleh tim WO sewaan Wulan. Dia duduk di sisi ranjang dengan pakaian pengantin yang masih lengkap dengan aksesoris di tubuhnya.“Kamu sampai kapan akan diam di sana? Mau tidur dengan pakaian pengantin? Segitu bahagianya jadi istri aku?” tanya Gani yang baru saja keluar dari kamar mandi.Cecaran pertanyaan Gani terasa begitu menyakitkan bagi Maura. Namun, dia tidak boleh menyerah sekarang dan membuat semua pengorbanannya sia-sia dalam hitungan jam saja. Anita dan Wulan pasti akan kecewa jika dia menyerah secepat ini.“A-aku nungguin kamu keluar, Mas.” Maura menjawab dengan singkat dan padat.“Nungguin aku keluar? Masuknya aja belum, gimana bisa keluar?” tanya Gani dengan nada yang ambigu di telinga Maura.“Mas Gani ngomong apaan sih? Aku ganti baju dulu,” ucap Maura dengan wajah yang memerah menahan malu karena dia jelas tahu maksud keambiguan ucapan Gani tadi.Maura berada di dalam
Meski awalnya Gani ingin memberikan sedikit sambutan dengan caranya, akan tetapi melihat Maura menangis hatinya menjadi tersentuh. Gani tidak pernah iba melihat wanita lain menangis selain Wulan dan juga Sarah sebelum kehadiran Maura.“Oke. Aku keluar dan aku nggak akan ganggu kamu malam ini. Nikmati tidur di malam pertamamu dengan ditemani guling malam ini,” terang Gani dan segera beranjak dari posisi duduknya.Gani yang menggunakan celana santai panjang dan kaos oblong berwarna hitam, menenteng laptop kerjanya keluar dari kamar pengantin. Ada sedikit perasaan bersalah pula dalam hati Maura karena mengusir Gani dari kamar yang di mana seharusnya semua yang ada di rumah ini adalah hak Gani.“Duh, aku keterlaluan banget nggak sih tadi ngomongnya? Tapi, dia sendiri yang mulai duluan. Dia udah nuduh aku seperti itu. Mana mungkin aku nggak kesal dan marah!” gumam Maura saat yakin dirinya hanya tinggal sendiri di dalam kamar pengantinnya saat ini.Sementara Gani masuk ke kamar kerja setela
Sepasang suami istri sedang bertukar peluh di dalam kamar tidur utama. Sarah yang sudah lama tidak melayani suaminya, kini tampak sangat agresif dan juga dominan. Gani hanya menerima saja semua yang dilakukan istrinya itu.“Mas ... enak nggak?” tanya Sarah saat menggoyangkan pinggulnya dengan perlahan.Tubuh wanita itu polos tanpa sehelai benang pun dan dia sedang berada di atas tubuh Gani yang tentu saja juga dalam keadaan polos. “Banget, Sayang. Kamu udah lama nggak manjain aku begini,” jawab Gani dengan senyum puas.“Maafin aku, ya Sayang. Aku terlalu asik dengan duniaku dan juga terlalu sibuk dengan teman-temanku,” ucapnya dengan nada penyesalan.“Nggak apa-apa, Sayang. Aku ngerti kamu juga bosan di rumah dan butuh hiburan.”Sarah tersenyum mendengar ucapan Gani dan tentu saja semakin mempercepat ritme gerakannya itu. Kamar utama dan kamar tidur baru yang ditempati Maura saat ini jaraknya tidak terlalu jauh. Sarah masih asik bergumul dengan Gani, seolah merekalah yang baru saja me
“Huh! Apa laki-laki kaya itu selalu bersikap angkuh dan sombong? Aku kalau bukan karena ....”Maura menghentikan ucapannya karena takut didengar oleh orang lain. Dia tidak ingin ada yang tahu bahwa Wulan sedang sakit parah. Tentu saja semua itu adalah keinginan dan permintaan Wulan secara khusus kepadanya.Maura menyantap makan malamnya dengan lahap hingga merasa kenyang. “Setidaknya, dia masih mau perhatian sama aku apapun alasannya.” Maura berkata setelah berbaring di atas ranjangnya.Mungkin karena terlalu lelah dengan resepsi pernikahan hari ini, mata Maura dengan cepatnya terlelap. Pintu kamar tidur lupa dikunci oleh Maura hingga pagi pun datang menyapa.“Duh, pengantin baru jam segini masih tidur.”Terdengar suara yang tak asing di telinga Maura dan perlahan dia mengerjapkan matanya. Maura tidak tahu sudah jam berapa pagi ini. Dia tidur dengan pulas karena terlalu lelah dan tidur dengan perut yang kenyang.Maura mendengar ada suara dengkuran halus di sampingnya. Saat dia memperh
Wulan menemui Sarah yang sedang duduk di ruang santai, dekat dengan ruang makan. Memang Sarah awalnya tidak disetujui oleh Wulan saat Gani mengatakan akan meminang wanita itu. Sarah tampak tidak ramah dan tidak bisa mengambil hati Wulan sebagai ibu mertua.“Sarah. Mama mau ngomong sebentar sama kamu,” ucap Wulan saat menghampiri Sarah.Sarah meletakkan gawainya dan duduk dengan menyilangkan kaki. “Iya, Ma. Mau ngomong apa?” tanya Sarah dengan ramah, tidak seperti biasanya.“Kamu nggak masalah kan kalau Gani menikahi Maura? Mama harap, kamu bisa berbaik hati menerima kehadiran Maura di rumah ini,” jawab Wulan dengan nada tegas.“Memangnya, kalau aku menolak sekarang pun, bisa merubah keadaan? Toh, kenyataannya tetap aja mas Gani udah nikahin tuh perempun,” ucap Sarah yang terdengar tidak senang.“Mama nggak punya pilihan lain selain mencoba dengan cara ini. Umur nggak ada yang tau kan? Siapa tau aja Mama nggak punya umur panjang? Jadi, Mama ingin melihat cucu Mama sebelum dipanggil sam