Sejak kecil Nur diajari cara membela diri oleh Ayah. Bukan dalam bentuk karate atau silat, namun lebih ke cerdik. Contohnya hal apa saja yang bisa dilakukan ketika terdesak.
"KURANG AJAR!" Nur menampar wajah Dimas dengan tangan kanannya yang terlepas dari cengkraman. Kalimat Dimas membuat Nur murka.
Tatapan Dimas menyalang karena tamparan dari perempuan yang dia anggap murahan seperti Nur. Cengkraman pada tangannya semakin dikuatkan, mereka pun berhasil masuk ke dalam kamar Anih.
Mata Nur menatap sekitar, mencari benda yang dapat digunakan untuk memukul Dimas. Nah itu, ada gelas beling besar di atas lemari plastik setinggi pinggang. Tangan Nur yang tidak dipegang segera mengambil dan menyimpan di balik punggung. Begitu Dimas fokus menatap ranjang...
PRANK!
Nur memukul kepala Dimas, pecahan beling itu bertebaran dan menyembulkan darah segar.
Dimas memutar tubuhnya dan menatap Nur tajam. Bagi kriminal sepertinya, pukulan itu memang sakit namun kesadarannya masih 40%. Dimas berjalan dengan kepala yang dialiri darah, tangannya menjuntai hendak mencekik Nur.
Dan lima detik setelahnya 2 security muncul untuk mengamankan Dimas. Dibawanya Dimas ke pos jaga di pintu masuk bawah. Bik Anih juga berlari menuju kamarnya dengan wajah pucat.
Kaki Nur mendadak lemas, tubuhnya beringsut terduduk di pintu kamar.
"Maaf ya Kak, maaf..." Anih memeluk tubuh Nur dengan penuh rasa bersalah.
"Maaf ya Kak Nur, kami semua bersalah dan siap mendapat sanksi," Joni sang security menunduk dengan rasa bersalah yang sama besarnya. Tamu dari bos mereka mendapatkan pelecehan padahal ada dua security dan ART yang diminta berjaga 24 jam. Bukahkan itu keterlaluan!
Nur menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. "Kita rahasiakan ini, jangan ada yang bilang ke Pak Bryan kecuali beliau tahu sendiri. Oke?" Nur merasa percuma Bryan tahu, toh dia tidak akan peduli pada Nur.
Setengah jam Nur berendam di air hangat dengan memejamkan mata. Dia berkhayal sedang berada di kolam dengan taman bunga, dimana hanya ada hidup yang damai tanpa lelaki jahat di sekitar dirinya. Ah, indahnya hidup.
Seribu sayang air hangat sudah berubah dingin, kulit tangan pun mengkerut. Nur keluar kamar mandi dengan memakai bathrobe. Ada beberapa luka yang harus dia oleskan salep agar tidak semakin memar.
"Kak Nur, makanannya Bik Anih taruh di depan ya." Anih tidak punya wajah bertemu Nur. Selagi Nur di dalam kamar dan tidak mau keluar, Anih tidak memaksa. Makan siang, makan malam, camilan, semua Anih taruh di meja kecil depan kamar. Anih pun tidak berani tidur di dalam kamarnya, dia menaruh kasur kecil di depan kamar Nur. Semua berlangsung hingga pagi harinya.
Matahari belum muncul sempurna, namun suara gaduh di pintu membuat Anih terlonjak. Dengan mata sayu dan penuh kotoran, Anih berjalan melewati pintu untuk menuju pos security depan.
"Pak... Pak Bryan..." Anih tidak menyangka akan melihat bosnya sepagi ini. Bukankah perjalanan dari kota menuju tempat ini mencapai 2-3 jam.
Sebuah rahasia yang kemarin terjadi sudah ketahuan dalam waktu kurang dari 24 jam.
Bryan menatap Anih dengan tajam. Raut mengantuk serta marah tergambar jelas di wajah yang sangat tampan itu. "Siapa yang mau menjelaskan tentang apa yang menimpa Nur?"
Anih mengangkat tangan kanan. Ini semua sudah pasti salahnya, jadi dia ingin bertanggung jawab. "Kemarin jadwal Dimas nguras kolam renang Pak, Kak Nur yang lihat langsung masuk kamar dan nggak keluar lagi, mungkin risih. Padahal paginya kita sarapan dan berencana mau manggang nanti malam pakai arang yang saya jemur. Ya sudah saya bebenah kayak biasa. Sampai menjelang siang Kak Nur keluar kamar, katanya Kak Nur datang bulan dan di lemari nggak ada pembalut. Jadi saya inisiatif beli ke minimarket sama Dimas naik motor. Cuma pas sampai pos jaga bawah, hujan turun. Dimas saya minta ke rumah sebentar untuk ngambil arang yang dijemur itu. Saya... saya menyesal ngebiarin Dimas ke sini sendiri," suara Anih bergetar, air mata sudah mengalir di kedua matanya.
"Kami juga salah Pak. Saya kira ada Joni pas Dimas pulang. Ternyata Joni lagi ke toilet. Saya kira juga Bik Anih sudah masuk pintu duluan. Nggak lama kami cek CCTV dan lihat Kak Nur lagi ditarik sama Dimas," Asep mengaku setelah Anih.
Bryan memijat kepalanya yang berdenyut. "Ar, beresin semua! Sekarang Nur ada dimana?"
"Di dalam kamar, Pak. Dari kemarin Kak Nur nggak mau keluar." Anih berjalan mengikuti Bryan menuju bagian dalam rumah.
Arya mengecek ulang CCTV dan menginterogasi kedua security. Arya dan Bryan sendiri sudah memukul habis-habisan Dimas yang dikurung dalam ruangan kecil di pos jaga bawah.
"Tolong siapkan sarapan untuk saya dan Arya juga Bik," pesan Bryan sebelum mengetuk pintu kamar Nur. Seakan ingin memastikan sesuatu, Bryan berbalik menghadap Anih. "Kemarin saat Joni masuk, apa Nur menangis karena si brengsek itu?"
Anih menggeleng. "Enggak Pak, Joni bilang Kak Nur nggak nangis sama sekali. Pas saya datang pun, Kak Nur cuma diam, nggak ada tangisan sama sekali."
"Hemn..." Bryan menangguk.
Diketuknya pintu kamar Nur. Satu kali, dua kali, tiga kali. Tidak ada sahutan. Perlahan Bryan membuka pintu kamar yang ternyata tidak dikunci. Nur tidur pulas di ranjang, dengan selimut tebal yang bergulung ditubuhnya dan sedikit suara nafas yang terdengar.
Bryan masuk kamar dan menutup pintu. Dia menyandarkan tubuhnya pada dinding, rasa ngantuk dan lelahnya baru muncul setelah melihat kondisi Nur yang cukup baik. Ternyata selain Diana, ada satu perempuan yang bisa membuatnya begitu khawatir.
Kemarin Bryan begitu sibuk dari satu meeting ke meeting lainnya bersama Arya hingga tidak sempat cek CCTV. Selain kesibukan itu, Bryan begitu percaya pada ketiga orang yang dia utus untuk menjaga Nur 24 jam. Dirinya senggang ketika jam sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Di kasurnya yang nyaman, Bryan melihat rekaman CCTV seharian ini. Pagi aman, tak lama terjadi adegan yang membuat bola matanya nyaris pecah karena geram. Nur terlihat keluar kamar karena ketukan pintu, lalu tangannya ditarik menuju belakang oleh si brengsek. Nur memegang apapun yang bisa dia jangkau agar tidak tertarik. Sayang tubuhnya yang kurus kalah tenaga. Nur dibawa ke dalam kamar Anih. Beberapa detik setelahnya 2 security datang mengamankan si brengsek yang kepalanya berlumuran darah dengan jalan terhuyung.
Tanpa pikir panjang Bryan meminta Arya datang lagi ke apartemennya. Mereka harus pergi ke villa! Arya segera mengatur jadwal kerja Bryan. Semua pertemuan di cancel, beberapa email sudah Arya balas, karena Arya jauh lebih panik daripada Bryan.
Mereka berdua telah menyelesaikan pekerjaan ketika jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Bryan tidak bisa tidur, dia tidak sabar menunggu pagi. Arya pun mengantuk namun tidak bisa tidur juga, jadi dia memberanikan diri untuk menyetir pukul 3 dini hari menuju villa di luar kota.
"Maaf ya Nur," bisik Bryan yang kini berjongkok di hadapan Nur. Tanpa usapan, tanpa membangunkan, Bryan tidak ingin Nur menganggap semua lelaki brengsek. Paling tidak sebelum Nur resmi menjadi bagian dari dirinya, Bryan tidak akan menyentuh Nur tanpa persetujuan. Sama sekali!
Pukul 11 pagi.Nur terbangun dengan tenggorokan yang kering. Tangannya menjuntai pada nakas, kosong. Tidak ada gelas yang biasa dia taruh. Dengan sedikit terhuyung Nur keluar kamar.Wajah yang pertama dia lihat adalah Arya. Sedang duduk bersila di sofa sambil memainkan laptop. "Udah bangun Nur?""Mas Arya," Nur berniat menghamburkan tubuhnya pada Arya. Dirinya lelah, 2 hari pergi dari desa membuat Nur makan ati.Bibir Arya membentuk kata 'STOP!'. Sampai detik ini tampaknya Bryan belum tahu jika Nur dan Arya saudara sepupu, dan lebih baik jika tidak tahu selamanya."Hemn, Pak Arya ngapain di sini?" Kali ini Nur meralat kalimatnya. Dia kencangkan suara hingga Bryan muncul dari dalam kamar yang satunya.Bryan ikut duduk di sebelah Arya tanpa bicara sepatah kata pun, membuat Nur mendengus. Lagipula Nur mengharapkan apa sih? Ucapan maaf gitu? Jangan mimpi!Arya menyampaikan pesan Bryan tadi. "Sore ini kita ke kota ya Nur, kamu bisa bebenah dari sekarang."Nur menggaruk pipinya, apa yang har
"Habis ini nggak boleh makan lagi ya Kak, cuma boleh minum air putih. Besok kalau sudah selesai ambil darah baru deh boleh makan sepuasnya. Kak Nur mau dimasakin apa?" Anih meletakkan semangkuk buah-buahan segar dan segelas susu cokelat hangat pada meja makan.Sejak masuk ke dalam rumah ini, Nur hanya berputar sekitar ruang tamu dan ruang makan. Tidak ada sedikitpun niatnya untuk masuk ke dalam kamar yang berada di ujung lorong. Bulu kuduknya tidak henti meremang ketika ingat wajah Bryan yang menunjuk kamar itu."Bik Anih sudah lihat kamar ujung itu?" Nur menunjuk kamarnya dengan dagu. Harusnya sebelum Nur sampai sini, Anih sudah mengecek seluruh isi rumah. Kalau masalah membersihkan sih, Nur yakin Bryan sudah meminta pelayan yang lain untuk membersihkan sebelum rencana memindahkan Nur ke rumah ini.Anih terkikik mendengar pertanyaan Nur yang menurutnya sangat polos. Tadi pagi di dalam mobil box yang dikemudikan oleh driver pribadi Bryan, Anih mendapat sedikit bocoran bahwa Nur adalah
"Terima kasih untuk juragan Surya, karena sudah berkenan meminang cucu saya yang bernama Nur. Dimana Nur ini cucu saya satu-satunya. Jadi saya berharap Nur dapat jodoh yang terbaik," suara Anis menggema di penjuru ruangan. Wanita berusia 63 tahun itu terlihat percaya diri dan santun."Nur?" panggil lelaki bertubuh tinggi dengan brewok rapi menghiasi wajah. Lelaki itu bernama Surya Pradipta, juragan paling kaya yang sebelumnya pernah menikah sebanyak 2x di desa Nur."Terima kasih Mas Surya," kata Nur singkat tanpa embel-embel seperti Neneknya.Surya menatap Nur dengan penuh kasih, kemudian matanya menatap sekeliling. "Semuanya, silahkan menikmati hidangan yang telah disediakan. Maaf karena saya harus menjamu para tamu dari kota."Seluruh warga bersorak riang, berhamburan mengambil segala menu prasmanan yang tersaji. Tanpa mempedulikan lagi apa yang terjadi di atas panggung."Kamu dan Eyang tunggu di dalam kamar saja. Nanti setelah jamuan dengan tamu dari kota selesai, saya akan menemui
Nur menunduk dengan isakan yang masih terdengar dari bibirnya. Setelah melihat adegan paling menakutkan dalam hidup, kini Nur harus berhadapan dengan si suami jahat.Bryan menatap Nur dari ujung kepala hingga ujung kaki. Wajahnya familiar, tapi Bryan lupa pernah lihat dimana."Siapa kamu?" Bryan tidak marah, dia justru berusaha terdengar ramah. Khas psikopat."Sa... Saya... Nur, Pak." Jawaban terbata Nur membuat Arya yang berdiri di sebelah Bryan menjadi keringat dingin.Alis mata Bryan terangkat, berusaha mengingat sesuatu. Dan ya, Bryan ingat! Bukankah Nur adalah nama tunangan dari koleganya kemarin yang bernama Surya?Semalam saat baru datang di kediaman Surya, Bryan sempat salah masuk ruangan. Di dalam sana dia melihat sekelompok warga desa yang menjadi saksi pertunangan Surya dan seorang gadis bernama Nur. Meski Surya bisa dikatakan cukup tampan, Bryan tidak melihat adanya rasa suka pada gadis di sebelahnya.Sekali lagi Bryan memperhatikan penampilan Nur. Tidak buruk. Mungkin, pe
"Oh, pasti Bapak bercanda. Harusnya saya jadi pelayan, atau kacung di rumah Bapak. Begitu kan?" wajah Nur masih datar. Dia tidak se-percaya diri itu diberi pekerjaan untuk jadi istri kedua dari pria yang tinggi, tampan dan terlihat kaya raya.Bryan menatap Nur seperti ingin menusuk. Apa wajahnya terlihat seperti bercanda?"Pak?" Nur kembali memperjelas.Tidak menjawab, Bryan meminta Arya untuk membereskan berkasnya. Kemudian dia berdiri, memberi kode kepada Nur untuk mengikuti. "Kita lanjutkan pembicaraanya di rumah."Petugas Lapas muncul di sebelah Bryan dan menunduk ketika melihat Bryan keluar ruangan. "Sudah selesai Pak? Jadi sepupu Bapak kapan mau PKL di sini?" lelaki bernama Irawan bertanya dengan hormat kepada Bryan dan Nur."PKL?" Nur tidak dapat menahan bibirnya untuk bertanya."Iya, Pak Bryan datang ke sini karena menemani Kak Nur untuk survey tempat PKL kan? Beruntung banget punya sepupu seperti Pak Bryan."Nur menatap Bryan yang masih memasang wajah tenang tak terbaca. Kali
"Kak Nur, asalnya darimana? Dari kota ya?" Anih menyapa Nur dengan ramah. Sejak diberi perintah Bryan untuk menjaga Nur, Anih tidak mengijinkan Nur mengerjakan apapun. Sedangkan Anih sibuk mondar-mandir, membersihkan ruangan disela memasak untuk makan malam."Dari desa seberang pulau," Nur masih bingung harus memanggil Bik seperti Bryan atau tidak, dia kan bukan bosnya Anih.Anih terkikik, paham dengan kegalauan panggilan dari Nur. "Panggil Bik Anih aja Kak, sama kayak Pak Bryan. Kak Nur itu kan tamunya Pak Bryan. Kalau saya asalnya dari desa di bawah bukit ini."Nur menoleh dan tersenyum hangat, orang desa seperti dirinya merasa terhormat ketika dihargai oleh orang lain. Bik Anih benar-benar orang baik. "Iya Bik, makasih. Berarti enak ya Bik, kerjanya dekat.""Jauh dekat sama saja asalkan punya kerjaan. Oh iya, Kak Nur mau mandi dulu apa gimana? Nanti selesai mandi bisa langsung makan." Beberapa kali melewati Nur, Anih merasa ada aroma asam yang menyeruak. Pasti Nur habis dari perjal