Ibu terlihat turun dari mobil disusul Tisa dan Salsa, aku segera berlari menyambut dan memeluknya. "Bagaimana hasil check upnya ?" tanyaku. "Hanya pemeriksaan rutin seperti biasa," jawab ibu lalu segera masuk ke dalam rumah. "Mama, temani aku ke mall, aku mau beli boneka beruang, biar di rumah aku gak bosan sendiri," pinta Tisa. "Tisa gak boleh lelah nak, nanti mama saja yang belikan buat Tisa" tolakku dengan halus. "Sebentar aja ma, tak akan lama kok," rengek Tisa manja. Aku tak bisa menolaknya, terpaksa aku menuruti kemauan Tisa. Setelah pamit pada ibu, kami berempat menuju mall. Kulihat Tisa sangat gembira, aku tersenyum melihat keceriaan di wajahnya. Apa salahnya jika aku sekali-sekali mengajaknya pergi ke mall. Salsa dan Nabila berjalan mengikuti kami dari belakang bagaikan pengawal pribadi. Aku sendiri merasa heran mengapa mereka bersedia mengantar kami, dan mengabaikan pekerjaan mereka mengawasi pembangunan perumahan di Griya Permai. "Mama, itu papa, papa.....papa...!"
Azhar POV Satu-satunya cara yang dilakukan untuk meredam kemarahan Alisha dengan menuruti kemanapun dia pergi hari ini. Tapi, yang aku temukan saat berjalan bergandengan tangan dengan Alisha di mall adalah Mita dan Tisa melihat kami. Bahkan yang membuatku nyaris pingsan teriakan anakku. "Mama...itu Papa, papa...papa !" Aku tertegun, kulihat wajah Mita yang memucat dan gelagapan, aku tak bisa mendalami apa isi hatinya saat ini, disaat ia melihatku bergandengan tangan dengan Alisha. Selama bertahun-tahun aku meninggalkannya maka hari ini aku merasa telah melukai hatinya, oh Tuhan pilihan apa ini ? Pilihan apa yang telah kau berikan padaku ? Jujur, aku tak bisa berbuat adil. Bisa di pahami kalau kedua isteriku bertemu seperti sekarang ini, maka aku harus bisa menahan diri untuk tidak berpihak pada keduanya, walau sebenarnya hati ini terlalu berat pada Mita. Rasa cinta ini begitu sangat dalam padanya. Cukup lama aku menatap kepergian Mita dan Tisa sebelum memutuskan untuk berbalik da
Aku melihat Tisa sangat bahagia dengan boneka beruangnya. Dia bahkan tak perduli aku yang terus menatapnya dengan rasa iba. Perjalanan menuju rumahku terasa semakin jauh saja, mungkin ini karena hatiku yang entah terluka atau merana, aku bahkan tak tahu. Mengapa aku harus terluka ? Bukankah ini pilihan yang harus ku jalani ? Kenyataan bahwa aku sekarang sebagai isteri kedua mantan suamiku, sebenarnya juga hal yang aneh. Aku bukanlah jenis perempuan biasa yang merebut suami orang atau yang sekarang ini di juluki pelakor. Benarkah aku pelakor ? Biarlah orang yang akan menilainya, karena aku sendiri tak bisa mengatkan jika aku adalah wanita yang baik. Yang namanya menikah dengan suami orang tentu saja bukan hal yang diinginkan semua wanita di belahan dunia manapun. Ketika aku menyetujui pernikahan ini juga ada alasannya, walau aku tak boleh munafik jika sebenarnya aku masih mencintai Azhar di balik kebencianku padanya. "Mama, tadi Tisa lihat papa loh, papa sedang menggandeng tangan se
Menjelang subuh, aku mengendap-endap ke kamar mandi untuk keramas, entah mengapa aku sangat malu dengan situasiku sekarang. Aku terus berdoa di dalam hati agar semua penghuni rumah belum bangun.Setelah mandi dan berwudhu, aku bergegas masuk ke dalam kamar. Kulihat Azhar menggeliat, aku buru-buru mengeringkan rambutku dan memakai daster dan meraih mukena, lalu menunaikan sholat subuh.Aku melipat mukena dan mengambil alat pengering rambut, aku akan ke dapur setelah kupastikan rambut ini kering.Mungkin karena deru alat pengering rambut membjat Azhar terbangun. Aku masih sangat malu menatapnya."Kau terlihat sangat cantik pagi ini," puji Azhar membuatku tersipu malu."Bangunlah, apakah kau tak sholat subuh ?" Azhar tersentak bangun, sebelum dia meraih handuk, dia masih sempat mencium pipiku."Terima kasih, kuingin kita terus seperti ini selamanya," bisiknya.Masih terbayang sisa-sisa kemesraan kami semalam, aku tersenyum. Entah sampai kapan aku menjalani kehidupan sebagai isteri kedua
Alisha POVEntah mengapa aku mulai meragukan suamiku, aku merasa ada sesuatu yang Azhar dan Erwin sembunyikan dariku. Kemarin saat kami berdua bergandengan tangan, aku mendengar suara anak kecil yang memanggil papa. Aku tidak begitu memperhatikannya, namun kulihat Azhar tertegun sesaat.Aku menepis rasa penasaranku tatkala Azhar meringis kesakitan menahan sakit perut. Aku yang merasa mendongkol karena tak jadi belanja menjadi sedikit panik. Aku ingin menemaninya ke dokter tapi dia menolak.Aku berusaha untuk memakluminya, ku pandangi kepergiannya dengan doa di dalam hati kiranya dia dalam keadaan baik-baik saja. Aku kembali masuk ke dalam rumah, tapi seketika hatiku tak tentram. Ada apa ini ?Untuk menghalau ketidak nyamanan di hati ini, aku segera menghubungi ayahku di Jakarta. Setelah berbasa basi sebentar, aku menyampaikan semua uneg-unegku kepada ayahku."Tunggulah, ayah dan ibumu akan datang ke rumahmu hari ini. Bicara melalui telepon tidak sama dengan berhadapan langsung."Akhir
Aku membanting pintu kamarku dengan keras, tak perduli dengan maid di luar sana mungkin saja mengusap-usap dadanya karena terkejut menerima perlakuan kasar dariku. Aku sadar jika aku bukanlah sosok wanita yang baik, maid yang bekerja di rumahku sangat takut padaku di banding Azhar.Aku bergegas meraih ponsel dan segera menelpon Azhar. Ternyata panggilanku kali ini tersambung."Hallo, kau dimana ? Mengapa kau tak membalas pesanku ? Apa yang kau lakukan diluar sana hah ? Ku hubungi berkali-kali ponselmu tidak aktif, atau jangan-jangan kau bersama wanita idaman lain ?" Aku memberondongnya dengan beberapa pertanyaan sekaligus.Aku merasa lega setelah melepaskan semua uneg-uneg yang selama semalam menggumpal di dada. Kutajamkan pendengaranku berharap apa yang aku tuduhkan benar adanya. "Bos, sepertinya hari ini kita harus lembur lagi."Itu suara Erwin, aku merasa sedikit lega mendengar suaranya."Azhar, mengapa kau tak menjawab pertanyaanku ?" suaraku sedikit melunak setelah mendengar sua
Aku muak melihat tingkah Azhar, tanpa banyak bicara aku segera meninggalkan ruangan itu. Aku berniat ingin menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan Azhar. Aku meminta beberapa teman sosialitaku untuk menjadi mata-mata. Aku sudah harus menyiapkan mentalku daris ekarang jika memang ku temukan Azhar berselingkuh dariku. Aku dan Erina teman sosialitaku duduk di cafe depan gedung kantor perusahaan, tak ada pembicaraan berarti antara kami berdua. Kami sedang menunggu mobil Erwin keluar dari gedung kantor. Setelah memastikan tak ada mobil Azhar di parkiran, aku sudah bisa menyimpulkan jika dia menggunakan mobil Erwin. Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Mataku tak lepas dari gedung bertingkat di seberang jalan.Sekitar satu jam kemudian ku lihat mobil Erwin keluar dari gedung, aku segera menyuruh sopir untuk mengikutinya, sedangkan aku sendiri naik di mobil Erina. Aku tak takut jika akan kehilangan jejak, karena sopir yang sudah ku sewa sekarang sedang membuntu
Azhar POV Hampir enam tahun aku hidup bersama Alisha, jadi aku tahu apa yang ada dalam pikirannya. Aku tahu dia merencanakan sesuatu saat keluar dari ruanganku. "Kita ke hotel N, aku yakin Alisha pasti akan mengikuti mobilmu." "Apa kau yakin ?" tanya Erwin lalu menatapku. Aku hanya tertawa tanpa suara. Aku kini bukanlah pria yang tunduk begitu saja di kaki ayahnya seperti dulu, aku bukanlah suami yang diam saja ketika isteriku berkuasa seolah-olah aku adalah suami yang patuh terhadap semua perintahnya. Aku adalah pria sejati yang akan memperjuangkan cinta sejati sampai titik akhir hayatku. "Buka satu kamar saja, lalu aku akan keluar menggunakan mobil hotel, aku ingin melihat apakah Mita sudah mengangkut semua barang-barang ke rumah baru." "Baiklah, tapi hati-hati. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi nanti." Aku dan Erwin lalu keluar menggunakan mobil Erwin, karena mobilku ku tinggalkan di rumah baru kami. Aku tak melihat sesuatu yang mencurigakan selama dalam perjal
Ternyata tamu yang dimaksud Nabila adalah pemuda yang kulihat saat di sekolah Tisa. Mereka adalah orang suruhan suamiku yang memantau keberadaan kami dari jauh."Maaf atas kedatangan kami ini bu, seharusnya kami memberitahu ibu lebih dulu," seorang pria bertubuh tinggi menjabat tanganku."Tidak apa-apa, mari silakan duduk," ucapku sambil mempersilakan mereka duduk."Kenalkan nama saya Ivan dan ini teman saya namanya Jeck," Ivan yang bertubuh tinggi memperkenalkan diri. Aku mengingatnya karena dia yang terus-terusan memperhatikan aku di depan sekolah Tisa. Kami berbincang panjang lebar, kurasa upaya suamiku untuk melindungi kami terlalu berlebihan, terpikir olehku untuk menyambangi Alisha sekedar bersilaturahmi karena dia dalam keadaan sakit. Aku ingin membawakannya makanan atau bingkisan yang tentunya membuat orang yang di besuk merasa senang."Terima kasih sudah menjaga kami, sepertinya kalian terlalu berlebihan melindungi kami," ucapku."Maaf bu, kami hanya menjalankan perintah, ta
Aku memilih untuk memendam sendiri apa yang kualami hari ini, aku tak ingin membuat heboh seisi rumah dengan ceritaku."Tadi ayah Tisa menelpon, katanya nomor ponselmu sejak tadi dihubungi tidak aktif," Salsa menyampaikan pesan ayah Tisa padaku.Aku merogoh tas tanganku, kulihat ponselku ternyata off. Mungkin aku tak sengaja memencet tombolnya."Oh ternyata ponselku mati!" kataku sambil mengajak Tisa masuk ke dalam kamar.Aku mengganti baju sekolah Tisa dengan pakaian rumah. "Tisa mau makan ?""Aku masih kenyang ma ntar lagi, aku mau menggambar lagi," jawab Tisa.Aku hanya mengiyakan saja, menggambar bukanlah pekerjaan yang berat tapi aku harus mendampinginya agar tak kelelahan.Tak berapa lama setelah ponsel ku nyalakan, tiba-tiba berdering, aku tak perlu melihat lagi siapa penelponnya karena aku sudah menaruh nada dering khusus untuk suamiku."Hallo, iya maaf aku baru tiba di rumah, tadi ponselku kehabisan baterai," kilahku saat Azhar menelpon dengan segudang protesnya."Aku baru s
Mita POVSuasana kompleks perumahan sudah di ramaikan dengan pedagang keliling yang menjalankan dagangannya. Aku berdiri di tepi jalan menanti kedatangan Tisa yang di jemput Salsa. Awalnya aku merasa ragu untuk mengizinkan Tisa menginap di rumah Alisha, namun demi alasan kemanusiaan aku mengizinkannya.Dari kejauhan aku melihat mobil Salsa memasuki area kompleks, akhirnya hati ini tentram. Aku bernafas lega, tak berapa lama mobil itu berhenti tepat di sampingku."Mama....!" Teriak Tisa saat melihatku dari jendela mobil.Aku membukakan pintu untuknya dan segera memeluknya dengan erat. Aku membimbing Tisa masuk ke rumah. Aku telah menyiapkan buku catatan yang akan di bawanya ke sekolah. "Tisa sudah sarapan ?" tanyaku lalu memakaikan tas ransel sekolah di bahunya."Sudah !" Jawab Tisa."Ayo mama antar ke sekolah, ceritanya nanti pulang sekolah saja,," ucapku saat melihat Tisa yang ingin mengatakan sesuatu.Kemudian kami bergegas keluar dan berpamitan pada ibuku dan Salsa. Nabila tak ter
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan sekarang, senyum sinis Alisha mengganggu pikiranku. Aku segera menekan pedal gas agar langsung tiba secepatnya di kantor.Ketika memasuki area parkiran gedung kantor kulihat mobil Erwin sudah terparkir lebih dulu. Aku bergegas menuju ke lantai tujuh. Sapaan para karyawan kubalas dengan anggukan kepala."Tuan Erwin sudah menunggu di dalam tuan," lapor sekretarisku.Aku hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan, kulihat Erwin sedang duduk menyilangkan kedua kakinya di kursi sofa. Aku menaruh tas kantor di meja lalu menghampiri Erwin."Sudah lama ?" tanyaku."Lumayan," jawab Erwin tersenyum."Ah kamu, jangan membohongiku. Bagaimana hasil pertemuanmu dengan dokter spesialis di Rumah Sakit ?" tanyaku dengan tak sabar."Maaf, aku hanya berbincang-bincang dengan adikku. Menurut penuturannya, terkadang pasien yang memiliki sakit seperti itu sulit terdeteksi kecuali pasien yang sakit itu datang berobat. Cobalah untuk mengajak isterimu berobat, penyakit i
Aku dan Tisa keluar dari kamar saat Alisha mengetuk pintu kamar, aku mengedipkan sebelah mataku pada Tisa. Rupanya Alisha sudah menyiapkan sarapan pagi. Aku berusaha melirik ke arah dapur, ingin memastikan apakah dia yang masak atau hanya sekedar menyiapkan di meja saja."Ayo sarapan pa," ajak Alisha."Ayo Tisa sarapan yuk," Alisha mengajak Tisa dan menggandengnya menuju meja makan."Maaf bunda, aku mau mandi dulu," tolak Tisa, dia lalu menoleh padaku."Oh ayo bunda mandiin," Alisha tak jadi menuju ruang makan dan berbalik menggandeng tangan Tisa menuju kamar mandi.Kesempatan itu aku gunakan untuk mandi juga, aku bergegas ke dalam kamar, mempersiapkan segala sesuatunya. Aku tak ingin berlama-lama di dalam kamar mandi, setelah memastikan tubuhku sudah bersih, aku segera keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang. Aku memakai pakaian kantor, rencanaku setelah sarapan langsung pergi ke kantor. Setelah rapi aku segera keluar kamar, kulihat Alisha dan Tisa juga baru keluar
Malam ini aku tertidur di samping Tisa, aku bahkan tak tahu jika mertuaku sudah pulang dan sempat menyaksikan diriku yang tidur memeluk erat puteri kecilku ini. Aku terbangun ketika merasakan sesorang menyelimuti kami berdua. Karena lampu masih menyala aku masih sempat melihat bayangan Alisha keluar dari kamar dan menutup pintu. Jika melihat gerakan Alisha sepertinya dia dalam keadaan segar bugar, aku ingin menghubungi Erwin dan memintanya untuk menyelidiki penyakit Alisha. Untunglah aku sempat membawa ponselku masuk ke dalam kamar, sehingga aku amsih bisa menghubungi Erwin tanpa sepengetahuan Alisha. Aku bangun perlahan dari tempat tidur dan mengunci pintu kamar. Aku tak ingin Alisha masuk lagi ke kamar ini, lalu kumatikan lampu. Biarlah kamar ini nampak gelap, aku yakin Tisa tak akan bangun.Aku mengecup kening puteriku lalu mengirim pesan pada Erwin. Tingkahku malam ini layaknya seorang kekasih yang sedang mencuri waktu untuk saling berkirim pesan. Pesanku terkirim lalu Erwin mene
Aku membawa Tisa ke rumah Alisha, percobaan pertama tidur sehari saja. Aku sudah mengatakan banyak hal pada Tisa, aku bahkan mampir ke konter untuk membelikannya ponsel khusus untuk anak yang aplikasinya berisi khusus permainan yang mendidik, dan kuisi nomor kontakku dan Mita."Jika Tisa memerlukan sesuatu atau kondisi yang mendesak, tekan nomor papa dan mama ya ?""Iya pa," jawab Tisa sambil menerima ponselnya."Tisa tau cara menggunakannya ?" tanyaku."Tau pa."Aku bersyukur Tisa bisa menggunakannya, bahkan ketika aku mencobanya, dia tertawa lalu dengan mimik lucunya dia mengangkat panggilanku. Aku tertawa, lalu kami meneruskan perjalanan menuju rumah Alisha. Di teras nampak Alisha menyambut kedatangan kami."Tisa...syukurlah kau mau tinggal di rumah bunda," Alisha berlari dan segera memeluk Tisa dengan erat.Aku pura-pura tak melihat bagaimana Alisha berlari seperti orang yang sangat sehat. Aku cukup mencatatnya dalam hati, sampai aku tahu dia berbohong, maka aku akan segera mengak
Azhar PovAku benar-benar terkejut tatkala mengetahui Alisha mengidap penyakit kanker kandungan stadium empat. Lalu kemudian dia meminta Tisa dan Mita untuk tinggal di rumah bersama, sungguh di luar dari perkiraanku. Aku masih benar-benar sangsi dengan kejadian yang sangat tiba-tiba ini. Makanya aku harus mempertimbangkannya kembali dengan Mita. Aku takut Alisha merencanakan seauatu yang buruk pada Mita, apalagi sekarang Mita sedang hamil. Sangat tidak masuk akal seorang wanita yang pongah berubah baik hanya karena mengidap penyakit."Sayang, aku ke rumah Mita untuk memintanya tinggal di rumah ini ya ? Kuharap jika dia menolak, kita tidak boleh memaksanya," ucapku."Baiklah, jika Mita tidak bersedia. Setidaknya dia mengizinkan Tisa tinggal di rumah ini," pinta Alisha.Aku mengecup keningnya, lalu berpesan kepada maid untuk segera mengabariku jika sesuatu terjadi. Aku bukannya mengharapkan hal buruk terjadi pada Alisha, tapi bukankah kemungkinan itu bisa saja ada ?Aku segera meningga
Aku bersorak kegirangan karena Azhar sekarang berada dalam genggamanku. Aku akan membuat perhitungan dengan Mita. Kita lihat saja nanti, Azhar akan berpihak padaku atau Mita."Azhar, a..aku...!""Sudah jangan bicara lagi, kau harus istrahat ya ? Kau ingin apa, katakan padaku.""Aku tak mau apa-apa selain dirimu, hidupku tidak lama lagi Azhar, bisakah kau terus mendampingiku sampai aku mati ?" air mataku meleleh membasahi pipi.Azhar meraih tisu dan mengusap air mataku dengan lembut, rasanya aku ingin tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah Azhar hari ini. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran, aku meringis sedikit saja dia segera mengusapku dengan lembutnya. Oh..duhai pujaan, kini kau harus berlutut di kakiku."Azhar, bolehkah aku meminta sesuatu ?""Katakan sayang ada apa ?""Ajaklah Mita dan Tisa tinggal di rumah kita."Azhar menatapku dengan tajam, dia ingin melihat keseriusanku. Mungkin aku harus banyak minum air agar air mataku tak cepat habis."Tidak mungkin sayang, Tisa itu tak