Bab189"Aduh, kita sudah di sini, Bi Ijah malah di sana," keluh Mas Arya nampak kecewa."Aku telepon Erina dulu," kataku. Aku duduk, dengan perasaan yang tidak sabaran, menunggu panggilan telepon di jawab.Namun ketika sambungan telepon di jawab, malah Bi Ijah yang bicara."Nak, berhati- hatilah sama Ibu tiri kamu! Bibi sudah mendengar semuanya dari Erina. Nak, dia wanita yang licik dan sangat berbahaya. Bibi diculik dan di siksa saat menuju pulang ke kampung halaman. Perusahaan raksasa yang kini di pegang Ayahmu di Jakarta, dan seluruh aset- aset kekayaannya masih hak milik kamu, Nak.""Aku benci dengan harta warisan pembawa maut dan kesengsaraan itu! Ayah pun jahat, merusak hidupku dan nyaris membunuhku ....""Itu tidak mungkin, Ayahmu bukan penjahat seperti itu.""Itu benar, aku mendengar sendiri perkataan Ayah dengan orang suruhannya.""Itu tidak mungkin, Nak. Ini pasti ada yang salah," jawab Bi Ijah masih kekeuh dengan pendapatnya."Itu benar dan aku tidak salah dengar, Ayah bahk
Bab190Kevin tidak menjawab apapun juga, mobil yang dia kemudikan itu melaju ke sebuah gedung yang bertuliskan di depannya. "Kantor Advokat dan Konsultan Hukum""Ini kantor pengacara almarhumah Ibu Mayang. Pengacara keluarga besar Suryadi, almarhum Kakek kamu," jelas Kevin.Aku mengernyit."Kok kamu tau?" tanyaku."Jelaslah aku tahu, kan informan yang aku sewa sudah memberitahu dari awal. Ayo turun, ikuti saja ucapanku, jangan banyak nanya," katanya dengan tegas. Mengesalkan sekali, aku ini istri dari Kakak sepupunya, tapi tingkahnya tidak ada sopan- sopannya sama sekali.Aku keluar dari mobil dan mensejajarkan langkah bersama Kevin memasuki gedung itu.Kevin memasuki gedung dengan santai, sembari membawa tas hitam di tangannya.Nampak seseorang sudah mengkode Kevin, sehingga langsung masuk menuju ruangan yang sepertinya sudah mereka janjikan."Selamat pagi, Pak." Kevin memberi salam pada laki- laki yang kira- kira usianya sudah 50 tahunan.Laki- laki berpakaian rapi itu tersenyum pa
Bab191Pagi itu, mas Arya kembali tidak bisa menemaniku ke kantor Ayah, lagi- lagi harus Kevin yang menemani."Kamu harus terbiasa tanpa aku, El. Demi supaya kamu mandiri, karena aku juga harus ada bisnis yang aku urus dan aku rintis ini," jelas suamiku.Aku mendekati mas Arya. "Mas, kita bahkan sudah lama tidak melakukan hubungan itu," katak sembari memeluknya dari belakang.Mas Arya menarik napas berat. "Apakah mas Arya sudah nggak cinta aku lagi?" tanyaku kemudian, ketika mas Arya berbalik badan.Tangan mas Arya memegangi kedua pipiku. "Fokus dengan tujuan awal kita ke sini, ini demi kedamaian hidup di masa depan. Sayang, yang kamu hadapi ini bukan orang biasa, jadi tolong kendalikan diri dan fokus," ucapnya berulang kali, memintaku untuk fokus.Melihat diri ini yang hanya terdiam, mas Arya memelukku.Kamu harus semangat, bentar lagi Kevin akan menjemput.""Mas, kenapa harus selalu Kevin yang membantuku?""Nanti kamu juga akan tahu, tolong El, jangan mempersulit dan bertingkah kek
Bab192Kevin membawaku ke suatu ruangan, yang ternyata sudah ada Pak Halim menunggu di sana."Selamat pagi, Pak Halim." Kevin memberi salam setelah membuka lebar daun pintu.Kami berdua tersenyum, begitu pula dengan Pak Halim."Sebentar lagi dia akan datang kemari, saya sudah menghubunginya," kata Pak Halim, setelah mempersilahkan kami untuk duduk."Pagi ini akan sedikit berat untuk kamu, El. Tapi saya harap, kamu kuat dan tegas dalam hal ini," pinta Pak Halim."Tentu saja," jawabku ramah.Pak Halim mulai menjelaskan tujuannya memilih di kantor Ayah pertemuan ini diadakan. Karena mencegah pengangkatan Ali Zavier yang katanya akan menjadi CEO PT. Erlangga.Hingga 25 menit berlalu, terdengar bunyi langkah kaki, menuju depan pintu dan, pintu terbuka lebar.Ayah nampak biasa saja, sepertinya dia belum mengetahui dengan jelas keberadaanku. Wajar saja, dari penampilan dan rambut, jelas aku sangat berbeda dari yang dulu.Ayah masuk bersama seorang laki- laki, tinggi besar dan cukup tampan.H
Bab193Aku terkagum melihat ketegasan Kevin, bahkan Ayah memucat tanpa berani banyak suara lagi untuk membantah."Baiklah, Pak Erlan, silahkan tanda tangani ini, dan sebentar lagi para wartawan akan datang untuk konferensi pers. Publik harus tahu, pahwa Elea lah sang pewaris sah dari PT. Erlangga, yang memiliki saham terbesar di perusahaan ini. Meskipun saat ini dia belum layak untuk memimpin. Dan untuk aset 2 rumah mewah yang ada di Jakarta Timur, silahkan di kosongkan," pinta Pak Halim."Saya orang tuanya, saya belum mati dan masih berhak atas rumah itu.""Sebagai pemilik sah rumah itu, saya tidak mengizinkan Anda mau pun istri dan anak Anda tuan Erlan," tegasku dengan mata setajam elang."Saya tidak mau hidup seatap dengan seorang penjahat, dan saya tidak mau, hak saya di nikmati seorang yang menginginkan nyawa saya," lanjutku."El ...." Wajah Ayah Erlan nampak mengiba, dan aku tidak perduli."Jika Anda keberatan, kita bisa bawa kasus penusukan itu ke kantor Polisi," kataku dengan
Bab194Saat Kevin rapat, aku dan Pak Halim menuju restoran dan berbincang."Tidak saya sangka, bahwa warisan sedahsyat ini perkaranya. Saya dulu berpikir Ayah baik dan tulus menyayangi saya. Entah kenapa, rupanya seperti ini aslinya," ungkapku."Saya juga tidak menyangka, hanya saja melihat raut wajah Pak Erlan tadi, dia nampak tertekan. Entahlah, mungkin ke depannya dia akan semakin merasa rumit.""Pak, sebenarnya Kevin itu siapa di perusahaan Ayah?" tanyaku. "Salah satu pemegang saham mayoritas di perusahaan itu, kamu tidak tahu?" Aku terkejut sekaligus menggeleng."Saya tidak tahu, Pak. Kami tinggal di Kalimantan, baru bertemu di sini, belum setahun juga. Selama ini, saya tidak tahu mengenai Kevin, selain tahu nya dia adalah sepupu suami saya yang pernah gagal masuk Polisi."Pak Halim terkekeh. "Pak Kevin itu orang cerdas, bisnisnya juga banyak, jadi nggak heran kalau dia juga salah satu pemegang saham yang lumayan besar di perusahaan ini.""Saya tidak tahu banyak, cuma saya cuku
Bab195Kurasakan tepukkan pelan dipipiku, kubuka perlahan mata yang masih sangat mengantuk.Samar, terlihat wajah segar mas Arya tersenyum manis padaku."Sayang," ucapnya lembut, sembari membelai rambut poniku."Selamat ya, akhirnya kamu sudah mendapatkan semua hak kamu! Tadi mas sudah diberitahu Kevin," ungkap mas Arya. Aku memandangi lekat wajahnya, rambutnya yang nampak basah, dengan bau aroma parfume laki- laki."Kamu dari mana, nampaknya kamu baru selesai mandi," kataku melempar tanya.Mas Arya tersenyum dan mendaratkan bibirnya kepadaku."Mas," lirihku sembari menjauhkan wajahnya."Jorok! Aku kan belum mandi, baru juga bangun, bau iler tau ih," kataku.Mas Arya tersenyum dan kembali menciumiku dengan lembut, semakin lama, ciumannya semakin nakal hingga membuatku semakin terbuai dan memejamkan mata.Aku mendesah, kala bibir seksinya mulai menyentuh daerah sensitifku yang kembar menggoda.Aku memejamkan mata, hanyut dalam setiap permainannya, hingga terdengar suara memanggil nama
Bab196"Kamu nakal ya ...." Mas Arya langsung menyodorku."Ih, awas! Aku mau keluar, mas ya nggak bilang dari tadi kalau Cinta datang kemari," kataku mencoba melepaskan diri dari kukungannya.Mas Arya terkekeh. "Nggak mau, karena kamu sudah nakal dan buat junior bangun, mas nggak akan lepasin kamu," jawabnya. "Ih nggak mau, kasihan Cinta di luar, aku mau ketemu dia," sahutku lagi dan berusaha melepaskan diri.Namun mas Arya semakin brutal dan menidihku. Saat aku ingin mengoceh lagi, mas Arya mendaratkan ciuman nakal pada leher jenjangku. Semakin lama, ciuman itu semakin menuntut lebih.Hingga tangan nakalnya mulai meremas- remas dada ini penuh napsu, aku terengah- engah merasakan gejolak napsu yang semakin kuat. Dan, kali ini tidak gagal lagi, aku dibuat lupa dengan segalanya, diri semakin dikuasai napsu membara.Hingga semua selesai, menyisakan pakaian nakal dan handuk yang berserakan di lantai.Mas Arya terbaring lemas di sampingku, sembari masih memeluk diri ini."Mas, ayo bangun
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond