Bab73Elea tiba di kantor Polisi, dan berniat untuk menjenguk Erina lebih dulu juga untuk memberitahukan bukti rekaman pembicaraan Delima."Erina tidak ada di sini? Kok bisa?" Elea menjadi bingung.Polisi masih diam memperhatikan Elea yang gelisah."Pak, terus Adik Ipar saya dimana? Kenapa sampai sekarang ponselnya tidak aktif juga. Bapa jangan bohongi saya, ya!" tekan Elea penuh curiga. Jangan- jangan, Polisi ini juga bersekongkol dengan Delima."Silahkan Anda tanyakan kepada Bapak Arya. Karena Erina pergi bersama dia. Jika Anda masih tidak mendapat jawaban jelas, silahkan datang kemari lagi," tegas Pak Polisi.Arya? Ada apa ini? Mengapa suaminya itu tidak bicara apa- apa, dan hanya diam seakan tidak melakukan apapun.Elea mengurungkan niatnya untuk memberikan rekaman itu kepada Polisi, dia memilih untuk kembali ke rumah sakit, tidak sabar ingin menemui Arya.Perasaan kalut kembali menghantui pikirannya sepanjang jalan. Hari ke hari, Elea terus sibuk pergi ke sana kemari. Tanpa dia
Bab74"Apa?" Kali ini Elea bertanya. Semua tidak sabar, menunggu Arya menjawab."Banyak bukti transferan ke nomor rekening atas nama Hanung, yang jumlahnya tidak main- main, ratusan juta."Semua melongo mendengar ucapan Arya."Hanung mantan suami Delima, yang katanya meninggal itu. Arya telah meminta orang menyelidiki fakta tentang Hanung. Dan hasilnya mengerikan.""Mengerikan bagaimana?" Elia terus menuntut penjelasan."Lelaki itu tidak mati, dia hidup dan tinggal di Kalimantan ini juga. Mereka menipu kita bertahun- tahun, demi menyelamatkan kehidupan mereka."Elea membekap mulutnya, dirinya tidak menyangka akan serumit ini kehidupan yang di hadapi."Ceraikan saja wanita begitu," pinta Helena dengan api kemarahan."Tidak semudah itu, Bu.""Kenapa? Kamu cinta sama dia, perempuan itu jahat, Ibu nyaris mati karenanya." Helena terus mendebat, kesal sekali dengan Arya yang masih bertahan pada Delima."Bu, ini bukan karena cinta, apalagi karena jasa. Tapi nyaris semua aset peninggalan Ayah
Bab75"Kan! Matilah kita. Sudah Andre katakan, jangan main- main sama Ayah terus- menerus. Bohong jika Ayah terus bisa di bodohi."Andre nampak kesal dan frustasi."Ini semua ide Ibu, ya. Delia nggak mau ikut- ikutan sampe masuk penjara. Lagi pula Ibu sendiri yang mengakui, bahwa Ibu sangat kesal hingga mendorong Erina dengan sengaja.""Kamu juga terlibat. Enaknya kamu mau, sakitnya kamu tolak. Dasar mantu nggak ada akhlak.""Mertua sakit jiwa. Bahkan saat mertuanya nyaris mati, dia malah berpura- pura tidak tahu apa- apa. Ibu pikir aku tidak bisa menilai, bahwa orang seperti Ibu berwatak jahat, minus empati dan tepatnya mungkin, psikopat."Plakkk ....Delima menampar keras wajah Delia."Tutup mulut kamu! Berani sekali kamu ngata- ngatain saya. Ingat Delia, aku bisa dalam sekejap membuat orang tua kamu bangkrut dan jatuh miskin kembali. Dasar menantu tidak tahu diri.""Bu cukup! Jangan kalian yang malah ribut," bentak Andre. Lelaki itu kemudian duduk di brankar dengan kesal.Delia mem
Bab76Pagi itu aku sengaja menyebarkan suara rekaman Delia dan Delima ke sosial media, biar mereka panik sekalian."El, kenapa rekaman sepenting itu, kamu sebarkan di media sosial?" tanya Mas Arya, ketika masuk ke dalam kamar tiba- tiba.Tadinya pamit ke kantor, tapi malah balik lagi."Kenapa? Aku malah berencana akan membawa rekaman itu ke kantor Polisi.""Sini ponsel kamu!" pinta mas Arya."Untuk apa?""Menghapusnya.""Kenapa?""El, kamu jangan membuat aku malu! Aku ini masih sah suami Delima. Keburukan Delima, itu tanggung jawabku. Membuat dia malu, itu sama dengan membuat aku malu. Kamu ingin semua orang tau? Bahwa aku suami yang gagal?" "Mas, bukan begitu maksudku," sahutku."Lalu apa?" bentaknya."Kamu merasa hebat sudah berhasil menakutinya? Mempermalukan dia, membuat orang- orang tahu, bahwa aku lelaki bodoh yang di tipu istri sendiri?" kejar Mas Arya dengan tatapan kecewa.Aku menunduk."Atau kamu mau menandingi keburukan Delima?" Lagi- lagi Mas Arya terus memarahiku. Aku t
Bab77"Bu, maaf. Jujur, Delima bingung harus berkata apa. Apalagi saat itu, keadaan Andre sedang tidak baik- baik saja."Aku hanya menggeleng pelan, rupanya Delima tidak sungguh- sungguh menyesali kesalahannya. Bahkan, dia masih mencari alasan dengan jalan kebohongan.Di rumah hari ini cuma ada aku sama Ibu. Aku masih tidak ingin masuk kuliah, baru 2 bulan aku kuliah, sudah mengalami bullyan parah."Nenek. Tolong maafkan kesalahan Ibu saya." Kali ini Mas Andre menimpali."Siapa Nenek? Kamu bukan cucu saya. Jijik rasanya, di panggil Nenek sama kamu." Mas Andre menunduk. Jujur, aku kasihan melihatnya. Tapi aku enggan untuk berkata apapun."Urus Ibu kamu ini dengan baik! Dasar wanita ular," maki Ibu lagi pada Delima.Delima menangis mendengar hinaan Ibu. "Entah kesalahan apa, yang membuat Ibu begitu tega pada kami. Tapi Delima ikhlas menerima semuanya, Delima minta maaf. Sebagai menantu, Delima banyak salah dan tidak seperti yang Ibu harapkam.""Sejak kapan saya mengharapkan wanita ula
Bab78"El, aku mohon maaf." Delima mencoba mendekat ke brankarku.Namun Erina langsung mendekat dan mendorong kasar tubuh Delima, hingga belakang wanita itu menabrak dinding lumayan keras."Jangan mendekati Kakakku! Dasar wanita setan nggak punya hati," bentak Erina dengan tatapan marah."Astagfirullah, Erina," hardik Arya."Sakit," lirih Delima."Kamu tidak apa- apa?" tanya Arya pada wanita itu. Aku hanya terdiam menyaksikan semuanya."Sakit, Yah. Kepalaku terbentur keras," adu Delima."Itu belum seberapa, kamu bahkan tidak terluka. Tapi sudah mengadu. Lihat Kakak iparku! Dia nyaris mati, dan kamu datang kesini hanya minta maaf? Mending pergi sana, nggak ada maaf untuk setan," hardik Erina."Er jangan begitu," pintaku dengan suara nyaris tidak bisa keras."Biarin! Enak saja dia sesuka hati melukai Ibu, melukai Kakak. Kemudian minta maaf, dan semua selesai begitu saja? Oh tidak bisa.""Erina, kamu bisa nggak jangan ikut campur dulu? Beri kesempatan Delima untuk bicara."Suara Mas Arya
Bab79"Hush, jaga omongan kamu! Itu sama saja kamu nyumpahin dia," tegur Ibu Helena pada anak gadisnya yang nakal itu.Aku terkekeh, melihat Erina dijewer."Sakit atuh, Bu." Erina meringis, menahan kupingnya yang terasa panas akibat tangan Ibunya."Bandel sih.""Lagian aku dendam kesumat banget rasanya sama tuh Mak Lampir. Kak Arya juga lembek banget sama tuh setan," greget wajah Erina dalam berceloteh. Lagi- lagi aku terkekeh dengan tingkahnya."Ya kamu sama seperti dia, mirip setan, marah- marah melulu," timpal sang Ibu.Erina merengut, mendengar ucapan Ibunya yang ngatain dia mirip setan juga."Udah ah, nanti setan tersinggung lagi kalau di miripin sama kamu," seruku sembari mencairkan suasana."Kenapa tersinggung? Yang ada aku yang nggak terima. Aku cantik, mana ada setan secantik aku. Dimana- mana, setan itu selain bau, mereka juga jelek," papar Erina.Lagi- lagi aku tertawa. "Ada- ada saja! Jangan gibahin setan, kasian dia."Erina tertawa. _______Sore itu, mas Arya belum juga
Bab80Dadaku berdebar, kala mas Arya menyebut namaku dengan lengkap."Lanjut," kataku, ketika mas Arya menjeda ucapannya.Mata dalamnya menatapku dengan serius."Elea Saraswati binti Erlangga, seumur hidup, kamu akan menjadi istriku. Aku, aku mencintaimu," bisiknya membuatku terpengarah.Ni orang apa coba maksudnya, mengesalkan sekali.Mas Arya terkekeh. "Maaf ya, Mas sibuk tadi, meminta pengacara mengurus perceraian mas sama Delima."Aku terkejut, mendengar penuturannya."Kamu serius mas? Kenapa kamu ceraikan dia?" tanyaku."Kenapa? Kamu nggak senang?" Bukannya menjawab, mas Arya malah balik bertanya."Kasihan sebenarnya.""Memangnya jika dilanjutkan bagaimana? Apa tidak lebih kasihan."Aku terdiam sesaat, mendengar ucapannya."Tapi dia piliahan kamu, Mas."Mas Arya nampak menghela napas berat. "Jadi kamu mau aku tetap bertahan sama dia? Mau?"Aku diam lagi."Ini yang terbaik untuk kita. Lagi pula, antara aku dan Delima, dulu terlalu di paksakannya. Jujur setelah tahu semuanya, aku
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond