Bab81"Kenapa sih? Buka pintu sampe sekencang itu?""Ada hal penting yang harus kak Arya tahu," ucap Erina. Wanita itu tampak menarik napas berulang kali."Memangnya apa?""Nih, Delia bikin ulah di media sosial. Dan Kakak juga harus tahu, sudah dua hari ini, terlihat di kejauhan rumah, ada seseorang yang terus memperhatikan rumah kami.""Dasar wanita itu," gumam mas Arya. "Biarkan saja dulu, Kakak masih fokus urus pengalihan aset, juga gugatan perceraian." "Ada apa sih?" tanyaku penasaran pada Erina."Nggak ada apa- apa." Mas Arya menyahut sembari memberikan ponsel Erina ke empunya."Kak Arya mau gugat tante Delima?" tanya Erina.Mas Arya hanya mengangguk."Bagus itu! Harusnya dari dulu," seru Erina lagi tersenyum.Mas Arya hanya diam, tapi tentang Delia tadi, aku masih penasaran."Mas, kan Elea penasaran jadinya, masa nggak di kasih liat," celetukku."Nggak usah. Ingat, kamu hanya harus fokus sehat saja.""Tapi ....." Belum selesai aku berkata, mas Arya sudah mendelik, seakan memint
Bab82Seketika seakan bunga- bunga bermekaran di hati Elea. Wanita itu mulai teringat, sudah 1 bulan lebih pernikahannya dengan Arya. Dan selama itu pula, dirinya belum bertemu dengan tamu bulanan. Dada Elea berdebar kencang, memikirkan tentang kemungkinan yang barusan Ibu mertuanya katakan, hamil."Ibu akan segera ke Apotek," seru Helena dengan tersenyum bahagia. "Bu, habiskan dulu makanannya," pinta Erina."Nggak! Ibu pokoknya mau berangkat sekarang, Ibu nggak sabar pengen tahu. Er, cepat antar Ibu," desak Helena pada anak bungsunya itu.Erina hanya tersenyum geleng- geleng kepala."Bu, habiskan dulu aja makannya. El nggak enak, kalau ternyata nanti tidak sesuai dugaan Ibu bagaimana," lirih Elea."Ah kamu nggak usah mikir begitu. Ibu yakin, di dalam perut kamu, ada Arya junior," kekeh Helena dengan semangat."Ayo, Er. Ih, kamu ini gimana sih," keluh Helena. Erina pun gegas berdiri."Ya sudah ayo! Susah memang kalau orang lagi senang," celetuk Erina.Elea hanya tersenyum canggung.
Bab83"Sudahlah, Delima. Keputusanku sudah final. Tanda tangani surat itu, demi kebaikan kita bersama.""Aku nggak mau! Aku nggak mau pisah sama kamu. Semudah itu kamu membuangku, seakan diri ini tidak ada harganya sama sekali," isak Delima.Arya menghela napas."Aku sudah mengantongi semua bukti kejahatan kamu di pernikahan kita ini. Dari penipuan, tindak kekerasan, hingga penggelapan dana. Aku tidak menuntut kamu sama sekali, bahkan aku membuatkan surat perceraian kita, itu tanda aku menghargai kamu. Di surat perceraian itu juga tertera jelas, bahwa aku yang menggugat, dan memberikan kamu rumah mewah ini sebagai bukti, bahwa aku menghargai kamu. Meski sebenarnya, aku bisa saja mengucapkan talak, dan hubungan kita selesai. Tapi aku, tidak sejahat itu."Delima terus menangis, berharap Arya mengasihani dirinya."Aku hanya inginkan kamu, Ayah.""Tidak, kamu hanya inginkan hartaku, kan. Anggap saja, rumah mewah ini hadiah terakhir dariku. Delima binti Sasongko--" Delima berlari, tanpa m
Bab84"Mas Andre ...." Terlihat Delia dengan panik berlari ke arah Andre dan Arya. Mata Andre menyipit, ketika melihat Delia semakin dekat."Kenapa kamu kesini, ngapain? Mau mentertawakan nasib Ibuku?" tuduh Andre dengan tatapan tak suka pada Delia."Mas, kok ngomong begitu. Aku minta maaf, jika aku ada salah. Bagaimana keadaan Ibu? Aku khawatir sekali dengannya, saat mendengar kabar buruk ini," tutur Delia.Andre tertawa sumbang. "Entah wajah yang mana, yang saat ini kamu bawa. Kupikir menikah dengan sahabat, itu lebih mudah untuk menjalani biduk rumah tangga. Nyatanya? Rumit dan terlalu banyak kejutan.""Mas, maafin Delia, ya. Biar bagaimana pun juga, kita masih suami istri, yang sah Mas.""Kamu masih anggap aku suami? Benarkah itu?" Lagi- lagi Andre tertawa, seakan mengejek ucapan Delia.Arya hanya terdiam, mendengarkan mereka berdebat. Untuk apa dia ikut campur? Lebih baik diam dan memikirkan langkah selanjutnya. Talak yang telah dia niatkan, belum selesai dia ucapkan. Sehingga
Bab85Keduanya masuk ke dalam kamar."El, Mas mengerti, kamu pasti merasa bersalah dengan keadaan Delima kini. Tapi 1 hal yang harus kamu pahami, perceraian Mas dan Delima, itu tidak ada hubungannya sama kamu. Ingat, ini bukan karena kamu, tapi karena perbuatan Delima sendiri."Elea menunduk. "Aku kasihan sekali sama Delima, Mas.""Terus kamu nggak kasihan sama aku?" tanya Arya pada Elea.Arya memegangi kedua pipi Elea, dan mendongakkan wajah, yang sedari tadi menunduk. "Lihat aku, El. Apakah kamu tidak sayang sama aku?" Elea menatap dalam mata suaminya itu. "El sayang, Mas. Jika tidak sayang, untuk apa pernikahan kita.""Jika kamu sayang sama aku, tentu kamu mengerti, bahwa keputusan ini yang terbaik untuk kita semua. Lagi pula, ini semua sudah final keputusanku. Apapun yang terjadi, aku dan Delima tetap akan berpisah.""Jika itu memang yang terbaik, El tidak akan melarangnya lagi. Asalkan, tidak akan ada penyesalan di kemudian hari, ya Mas. El juga tidak mau, yang tiba- tiba bali
Bab86"Beneran kan ini?" tanya Arya lagi, memegangi hadiah yang berada di dalam kotak kado itu.Elea tersenyum. "Beneran dong, Mas."Arya langsung menghambur memeluk Elea."Ya Allah, terimakasih, akhirnya ...." Arya teramat senang, hingga mengucap sukur berkali- kali dan mencium kedua belah pipi Elea pun berkali- kali."Astaga, Mas. Ini kesenangan atau lagi merangsang sih," desis Elea kesal, yang sedari terus di cium- ciumi pipinya dengan gemas."Senang atuh sayang, kamu ini gimana sih, aku itu lagi bahagia banget ini. Nggak nyangka, aku bakalan punya anak."Lagi- lagi Arya kembali memeluk erat tubuh Elea."Mas, kamu rese banget sih. Nggak gini juga, aku bisa kehabisan napas," seru Elea sembari melepaskan pelukan Arya."Hehe, iya maaf. Mas terlalu kesenangan sih. Akhirnya kerja keras selama sebulan lebih membuahkan hasil," ungkapnya dengan wajah berbinar."Ya ya, itu juga bagian dari kerja kerasku, Mas.""Ah iya, terimakasih istriku sayang. Dijaga baik- baik kandungannya, ya." Arya m
Bab87Pintu ruangan dibuka, Delia dan Delima menoleh ke arah pintu."Ah, Ibu sudah sadar rupanya," gumam Andre, sembari berjalan masuk, dengan membawa dua bingkisan makanan di tangannya.Lelaki itu meletakan bingkisan itu di atas nakas. Melihat kedatangan Andre, Delia tidak bersuara apa- apa lagi."Andre, dimana Ayah kamu, Nak. Apakah dia sedang di kantor? Apakah nanti dia akan datang kemari menemui Ibu?"Andre terdiam."Nak, jawab Ibu," pinta Delima lagi, dengan wajahnya yang mulai mendung.Andre menghela napas, kemudian menarik kursi dan duduk di dekat brankar Delima, di samping Delia."Bu, sudahlah, lepaskan Ayah. Sudah banyak kebaikan dia yang kita terima. Ikhlaskan Ayah, dia berhak bahagia.""Andre! Kamu itu gimana sih. Ibu nggak mau cerai sama Ayah, Ibu sayang sama dia.""Tapi dia lebih sayang sama Elea. Lagi pula, semua kejahatan Ibu sudah terbongkar. Ayah itu keras dan tidak akan bisa di bantah lagi keputusannya. Ibu melakukan hal senekat ini pun percuma, tidak membuat Ayah me
Bab88"Eh, Mas." Delia berdiri, mencoba mencairkan suasana yang nampak membeku."Bagaimana kondisi Ibu sekarang, apakah dia sudah tenang?" tanya Delia.Andre tidak menyahut, lelaki itu langsung masuk ke dalam ruangan Ibunya kembali."Ini gara- gara Ibu! Kan Mas Andre jadi marah sama Delia," kesal Delia pada Mumun."Ih apaan sih, main nyalah- nyalahin aja. Lagian apa yang Ibu katakan tadi, itu juga berita nya dari kamu.""Mending Ibu sama Bapak pulang, deh. Jangan tambah suasana rumah tangga Delia semakin panas. Lagian Ibu yang usir Delia dari rumah, dan meminta Delia kembali pada Mas Andre, kan. Jadi, sudah deh pulang saja Ibu sama Bapak tuh."Mumun mendengkus. "Ayo, Pak. Kita pulang, biarkan anak sok pinter ini ngurus semua sendiri," cetus Mumun sembari berdiri."Nak, Bapak pulang dulu, kamu baik- baik sama Andre. Jangan tiru Ibu kamu," pesan Sapto pada anak semata wayangnya."Iya, Pak. Bapak sama Ibu hati- hati di jalan pulangnya," kata Delia. Usai bersalaman kepada kedua orang tuan
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond