Bab87Pintu ruangan dibuka, Delia dan Delima menoleh ke arah pintu."Ah, Ibu sudah sadar rupanya," gumam Andre, sembari berjalan masuk, dengan membawa dua bingkisan makanan di tangannya.Lelaki itu meletakan bingkisan itu di atas nakas. Melihat kedatangan Andre, Delia tidak bersuara apa- apa lagi."Andre, dimana Ayah kamu, Nak. Apakah dia sedang di kantor? Apakah nanti dia akan datang kemari menemui Ibu?"Andre terdiam."Nak, jawab Ibu," pinta Delima lagi, dengan wajahnya yang mulai mendung.Andre menghela napas, kemudian menarik kursi dan duduk di dekat brankar Delima, di samping Delia."Bu, sudahlah, lepaskan Ayah. Sudah banyak kebaikan dia yang kita terima. Ikhlaskan Ayah, dia berhak bahagia.""Andre! Kamu itu gimana sih. Ibu nggak mau cerai sama Ayah, Ibu sayang sama dia.""Tapi dia lebih sayang sama Elea. Lagi pula, semua kejahatan Ibu sudah terbongkar. Ayah itu keras dan tidak akan bisa di bantah lagi keputusannya. Ibu melakukan hal senekat ini pun percuma, tidak membuat Ayah me
Bab88"Eh, Mas." Delia berdiri, mencoba mencairkan suasana yang nampak membeku."Bagaimana kondisi Ibu sekarang, apakah dia sudah tenang?" tanya Delia.Andre tidak menyahut, lelaki itu langsung masuk ke dalam ruangan Ibunya kembali."Ini gara- gara Ibu! Kan Mas Andre jadi marah sama Delia," kesal Delia pada Mumun."Ih apaan sih, main nyalah- nyalahin aja. Lagian apa yang Ibu katakan tadi, itu juga berita nya dari kamu.""Mending Ibu sama Bapak pulang, deh. Jangan tambah suasana rumah tangga Delia semakin panas. Lagian Ibu yang usir Delia dari rumah, dan meminta Delia kembali pada Mas Andre, kan. Jadi, sudah deh pulang saja Ibu sama Bapak tuh."Mumun mendengkus. "Ayo, Pak. Kita pulang, biarkan anak sok pinter ini ngurus semua sendiri," cetus Mumun sembari berdiri."Nak, Bapak pulang dulu, kamu baik- baik sama Andre. Jangan tiru Ibu kamu," pesan Sapto pada anak semata wayangnya."Iya, Pak. Bapak sama Ibu hati- hati di jalan pulangnya," kata Delia. Usai bersalaman kepada kedua orang tuan
Bab89"Ayah, kemari. Peluk Ibu," pinta Delima, sembari mengangkat 1 tangannya yang tidak patah."Maaf." Arya memundurkan langkah."Ayah," isak Delima."Maaf, tidak bisa. Niatku sudah bulat, kita harus bercerai. Saat aku mengucapkan hal ini berulang kali, jatuh sudah talakku padamu," ungkap Arya."Tidak!" Delima berteriak histeris."Bu, tenanglah," pinta Andre."Tidak, tidak mau ...." Delima semakin histeris."Tidak, aku tidak mau di ceraikan. Ya Allah, mengapa begini sakitnya, mengapa aku harus dicampakkan seperti ini," teriak Delima pilu.Tangisnya terdengar memekkan telinga."Ayah keluarlah! Tidak perlu datang kemari, jika hanya untuk memamerkan kebahagiaan kalian," bentak Andre frustasi."Ayo keluar, Mas ...." Elea menarik Arya. Arya hanya menuruti, dengan pikiran yang kacau."Kasihan sekali Delima," gumam Elea, sepanjang perjalan mereka keluar dari rumah sakit.Arya hanya diam, tidak menanggapi ucapan Elea sama sekali.Bayangan tangisan Delima yang terdengar pilu, seakan menari- n
Bab90"Baik. Asalkan Ibu sehat dulu, pasti Delia bawa. Tugas Ibu sekarang, Ibu harus sabar," ucap Delia.Beginilah kesempatan Delia bicara dengan Delima panjang lebar, ketika Andre tidak ada di ruangan."Iya, terima kasih ya, Del. Kamu memang baik, Ibu salah menilai kamu selama ini," ungkap Delima."Nggak apa- apa, Bu. Wajar jika Ibu dan anak berselisih paham. Hal itu sudah biasa terjadi," jawab Delia sok bijak."Kadang Ibu sama mas Andre saja, pasti sering salah paham. Jadi wajar saja," lanjut Delia.Delima tersenyum."Mertuaku benar- benar tidak sudi untuk datang," ucap Delima sedih."Biarkan saja kali, Bu. Lagian ngapain juga mereka datang kemari, bikin rusak pemandangan saja.""Del, apakah salah, jika Ibu mempertahankan Ayah?""Nggak salah sih, tapi ngalah aja dulu kali, Bu. Tanda tangani saja surat itu, agar rumah mewah itu, statusnya sudah paten milik Ibu. Dari pada nanti untuk Elea, rugi Ibu.""Ibu nggak mau, Del. Ibu belum siap, dan tidak akan pernah siap, jika harus kehilanga
Bab91"Dukun pelet, hehe. Maaf, Delia lupa. Kan, Ibu tadi yang duluan nanyain tuh Dukun. Udah deh, mending sekarang Ibu fokus dulu untuk sehat," kata Delia."Iya deh.""Jangan mikir macam- macam dulu. Lagian, mending Ibu tanda tangani aja tuh surat cerai. Biar Ayah tahu, kalau Ibu nggak bucin sama dia.""Aduh, kalau masalah surat cerai, berat Del. Biar bagaimana pun juga, Ibu sayang banget sama Ayah.""Heh, capek kali ngasih tau Ibu. Lagian semakin Ibu mengemis cinta Ayah, Elea semakin mentertawakan Ibu. Ya, kalau Ayah perduli, nah ini nggak ada sama sekali," cibir Delia. Hal itu membuat cetakkan mendung kembali bersemayam di wajah Delima.Sekuat tenaga dia kuatkan hati, untuk tetap bertahan. Tapi Delia, selalu mendukungnya untuk segera tanda tangan."Ibu harus percaya sama Delia, semua demi kebaikan Ibu. Ngapain Ibu bertahan, sama orang yang tidak tahu terima kasih dan menghargai perasaan Ibu saja tidak.""Del ...." Suara Andre terdengar, kemudian lelaki yang entah sejak kapan datan
Bab92"Ayah," lirih Delima, usai memberikan surat cerai yang telah selesai dia tanda tangani itu."Hhhmm ...." Keheningan mulai tercipta, mereka hanya berada di ruang tamu berdua. Andre sengaja tidak ikut duduk, karena permintaan Delima."Aku sangat mencintaimu! Tapi mengapa, kita harus berpisah seperti ini," lirih Delima lagi, wanita itu kembali terisak.Rasa pedih kembali berdenyut di hatinya."Ini yang terbaik untuk kita, maaf, aku suami yang gagal. Kuharap dari perpisahan ini, kamu akan temukan kebahagiaan," ucap Arya."Bagaimana aku bisa bahagia? Sedangkan kebahagiaanku ada padamu," ungkap Delima, dengan mata yang penuh gelombang air mata.Tatapannya teramat menyedihkan, sehingga membuat Arya tidak mampu untuk melihatnya."Mengapa diusiaku yang sudah mau menginjak angka 50, harus mengalami kepahitan kembali dalam rumah tangga. Apakah aku ditakdirkan hidup sendiri," kata Delima pelan, hingga kemudian tangis Delima pecah.Arya membeku di tempatnya. Rasa kasihan? Tentu saja. Biar ba
Bab93Arya tersenyum. "Cepat sembuh ya, aku pamit." Delima seakan tidak percaya dengan reaksi Arya yang biasa saja. Harapannya benar- benar seperti lampu mati, tidak memiliki cahaya, gelap.Apakah harus sesakit ini? Delima benar- benar membenci takdirnya kini, seakan semua kebohongan dan tipu daya yang dia lakukan dulu, tidak membuat Arya bertekuk lutut padanya."Semua karena Elea! Andai wanita itu tidak ada, suamiku tidak mungkin menjadi seperti ini. Tunggu saja kamu Elea, akan kubuat kamu menyesal, telah hidup di dunia ini dan di takdirkan mengacaukan rumah tanggaku."Gumaman Delima seakan bergaung di telinganya.Andre yang menyaksikan semua itu di balik pintu dekat kamarnya, yang memang tidak jauh dari ruang keluarga hanya terdiam."Mas, Ibu ...." Terdengar suara Delia, memasuki rumah. Andre hanya diam di kamar."Ibu," lirih Delia, mendekati Delima yang masih menangis."Ibu kenapa menangis, pasti ini ulah si Ayah ya? Tadi barusan berpapasan sama Delia di depan rumah. Bu, kan sud
Bab94Elea tercengang, ketika Arya datang membawa begitu banyak rujak buah, juga nasi padang, tak lupa dengan pentol daging jumbo."Banyak sekali sayang, ini mau menuhin permintaan istri atau permintaan orang se-RT?""Hahaha, aku bingung aja kalau cuma beli 1. Jadi ya sudah, aku beli sesuka hati aja," jawab Arya terkekeh."Tapi kebanyakan atuh," protes Elea."Kan rujak buahnya bisa di masukkan ke dalam kulkas, nasi padang bisa kita makan sama- sama, kan pegawai Ibu juga ada."Elea hanya menggeleng. Di tambah kedatangan Erina, yang juga bawa 5 pack rujak buah, menambah kepusingan Elea."Lagian ngapain kamu beli juga?" celetuk Arya pada Erina yang melongo, melihat paper bag yang berisi rujak buah."Ini mah suruhan Ibu, yang nggak sabar nunggu kak Arya pulang. Jadi banyak begini rujak buahnya." Erina menghela napas. "Kan Ibu tidak tau, kalau Arya beli sebanyak ini. Lagian kamu juga, ngapain beli ampe 5 pack? Mau jualan kalian berdua," kekeh Helena tanpa dosa.Erina memutar bola mata ma
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond