Bab14"Sudah siap?" tanya Ayah, yang tiba- tiba berdiri di depan kamar kami."Ada apa? Apakah Ayah akan membawa Elea?" tanya mas Andre, dengan raut wajah tak suka."Hhmmm, ya." Ayah menyahut santai.Mas Andre menatap Ayah dengan serius. "Ada apa sebenarnya ini? Mengapa Andre merasa, ada yang aneh dari sikap Ayah. Kesannya berlebihan sekali kepada El."Ayah tersenyum. "Kamu cemburu?""Tidak.""Lalu?""Ayah. Ingat, jika Ayah seperti ini, itu akan memperburuk hubungan Ayah sama Ibu.""Oh." Ayah hanya menyahut singkat kemudian pergi meninggalkan mas Andre yang menatap penuh kekesalan.Brakkk .... mas Andre menendang koperku begitu saja, membuatku sangat terkejut."Ada apa antara kamu sama Ayah? Apakah kalian ada hubungan spesial?" teriak mas Andre padaku. Apa dia sudah gila? Seenaknya menuduhku. Aku berdiri dengan emosi."Dasar gila, kamu yang bermain, kamu pula yang menuduh hal keji kepada orang lain. Asal kamu tau, aku tidak sejahat kamu," sahutku tak kalah keras."Gila? Kamu berani se
Bab15"Bu!!" bentak Ayah. "Jaga sikap kamu! Jangan keterlaluan," lanjutnya dengan emosi."Ayah! Lama- lama Ibu curiga sama Ayah dan Elea. Apa jangan- jangan, kalian main gila di belakang kami?"1Ayah tiba- tiba terkekeh. "Kamu takut?" "Apa maksud Ayah?" Mas Andre menimpali."El, mari kita pergi," kata Ayah dan langsung meraih tanganku membawaku pergi dari rumah mewah itu. Terdengar suara tangisan Ibu yang begitu keras. Ayah mengabaikannya begitu saja, dan tetap membawaku pergi menuju mobil.Di perjalanan, Ayah tidak banyak bicara. Aku pun sama, masih tetap diam.Tiba- tiba muncul berbagai pertanyaan, yang membuatku penasaran."Ayah," panggilku pelan, sembari meliriknya sebentar."Hhhhmmm, ada apa?""Mau kemana kita?" "Nyari kontrakkan," jawabnya singkat."Boleh El tanya lagi.""Ya.""Apakah mas Andre bukan anak kandung Ayah?" Ayah tersenyum."Soalnya dari masalah yang sering terjadi, Elea penasaran dengan ucapan Ayah waktu itu, bahwa Ibu juga tidak bisa memberikan keturunan. Maaf,
Bab16"Bagaimana? Apakah ini nyaman untukmu?" tanya Ayah, ketika membuka pintu utama."Hhhmmm, nyaman sekali. Terima kasih, Ayah." Aku berkata sembari tersenyum."Masih bersedih?""Insya Allah tidak, perlahan El akan mencoba lebih ikhlas lagi. Yakin, semua ini adalah yang terbaik untuk El, juga mas Andre."Ayah tersenyum. "Sok dewasa," ledeknya dan itu membuat aku cemberut. Ayah kemudian menyeret koperku dan membuka kamar. Di rumah minimalis ini, terdapat dua kamar. Hanya saja, kamar pertama lebih besar, dan kamar kedua terlihat lebih kecil."Ini kamar utamanya, sudah di lengkapi lemari dan beberapa perabotan lainnya.""Keren sih kontrakkan ini, pasti mahal per bulannya," celetukku, sembari memindai isi dalam rumah."Lumayan! Saya sudah bayar selama 1 tahun. Jadi, kamu aman selama 1 tahun ke depan.""Ayah baik sekali, maaf, jika El banyak merepotkan," ucapku sedikit menunduk."Tidak masalah dan tidak perlu dibahas. Jadi, angkat wajahmu," tegas Ayah. Mendengar itu, aku akhirnya menga
Bab17Sambil menunggu pesan balasan yang sudah tercentang biru itu, tanda pesanku sudah Beliau baca, aku beralih kepada pesan mas Andre.[ El, angkat telepon Mas .... ] mohonnya.[ El, di mana kamu sekarang? Tolong jangan seperti ini. Bagaimanapun juga, kamu masih berstatus istriku. ]Aku mengernyit membaca pesan ini. Dasar lelaki aneh! Dia yang menceraikan, dia yang mengusir, dia pula yang sibuk mencari. Kok, aku bisa bertahan dengan dia, ya?[ El, kita perlu bicara lagi. ] Itu adalah pesan terakhir darinya.Tiga pesan darinya kuabaikan. Untuk apa bicara lagi? No ....Yang sudah berakhir, maka berakhirlah. Bagiku, kembali ke mantan itu seperti memutar kaset yang sudah pernah kita tonton, ceritanya tetap akan sama.Ternyata setelah Ibu membaca pesanku, dia tidak membalas pesan di chat. Namun, panggilan telepon dari Ibu yang justru masuk. Melihat itu, aku tersenyum dan mengabaikan panggilan telepon itu.Satu, Dua, Tiga, dan akhirnya saat panggilan teleponnya yang ke-5 kalinya aku abaik
Bab18Setelah kunjungan ayah itu, ayah semakin rajin mengunjungiku. Pagi sekali, Ayah lagi-lagi berkunjung. Untung saja, aku sudah membuat sarapan, entah mengapa aku malah membuat sarapan kesukaannya."Ayah!" seruku ketika membuka daun pintu."Sudah siap?" tanyanya, membuat aku mengernyit."Ke mana?""Daftar kuliah, ayo!" ajaknya."Serius? Memang Ayah nggak ngantor?" tanyaku masih dalam keadaan bingung. Mengapa Ayah semakin hari, semakin perhatian padaku?"Ngantor, setelah ngurus kamu!" sahutnya."Sarapan dulu, yuk!" ajakku refleks menarik tangan Ayah."Astaga, maaf." Aku gegas melepas tangan Ayah saat menyadari tindakanku. Namun, lelaki matang itu tersenyum manis ke arahku, oh astaga .... aku meleleh ini, tolong.Kami pun berdua berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan walau hatiku masih deg-deg ser."Sarapan kesukaan saya? Hemm, saya yakin, kamu pasti sudah menunggu kedatangan saya ya," tebaknya penuh percaya diri."Ini kebetulan, Ayah," jawabku salah tingkah. Ayah hanya tersen
Bab19Kini kami telah berpindah tempat dan duduk di cafe bertiga. "Jadi, kak El ini menantu Kak Arya?" tanya Erina sembari terkekeh."Iya, mantan mertua lebih tepatnya," kataku memperjelas.Lagi-lagi Erina terkekeh. "Lagian, kenapa kak El mau sih dengan anak si Tante Delima itu?""Er," tegur Ayah."Namanya juga jodoh Er, mana kakak tahu jika akhirnya kami begini.""Jodoh apa apes sih, kak?" ledek Erina lagi. "Beda tipis lah, Er," kekehku. Dari dahulu, kami memang terbiasa seperti ini. Tidak ada sedikitpun, tingkah Erina yang berubah. "Perangi tante Delima itu memang kasar, kak Arya saja yang tetap kekeh menikahinya," ejek Erina, membuatku timbul rasa penasaran."Sudahlah, Er, jangan bahas dia di sini. Biar bagaimana pun juga, dia itu istri kakak.""Iya deh, yang bucin," ejek Erina lagi. Inginku tertawa, namun sekuat tenaga aku tahan."El kita balik saja, saya ada urusan," kata Ayah."Kakak balik saja duluan, nanti Kak El, Erina yang antar."Ayah melirikku. "Iya, nanti bareng Erina
Bab20"Selama ini, kakak tahunya hanya mengirim uang saja. Dia bahkan tidak pernah menjenguk kami, selama 5 tahun pernikahan mereka." Erina terlihat sedih."Apakah Ibu Delima dan Kakakmu, tidak pernah meminta restu?""Kakak tidak pernah, tapi wanita itu pernah datang ke rumah.""Terus?""Ya gitu! Dia mengatakan, bahwa dia menantu keluarga Zubair Wiharja sekarang. Suka tidak suka, Ibu harus menerima kenyataan." Kini ekspresi Erina terlihat marah. "Begitu yang dia ucapkan?" tanyaku terkejut. Luar biasa sekali, Ibu Delima!"Iya, kak. Gila banget, kan?! Saat itu, aku tidak ada di rumah sih. Coba kalau ada aku, sudah kuhajar tuh Tante nakal.""Hust, orang tua itu," kataku terkekeh."Yang bilang dia muda juga nggak ada kak," sahut Erina sambil tertawa lepas.Kami berdua pun ngakak. Maaf saja, Bu. Bukan maksud hati mengejek orang yang lebih tua. Tapi, jika ingat kedzoliman Ibu selama ini, hatiku dongkolnya luar biasa."Tanggapin Ibu kalian bagaimana?" tanyaku lagi."Ya, Ibu langsung emosi,
Bab21Aku bingung dan melihat ke arah Erina. Kemudian aku menjauhkan sedikit ponselku."Er, kakakmu nanyain aku dimana, gimana nih jawabnya?" tanyaku pelan."Bilang saja kita masih jalan- jalan, kak."Aku kembali mendekatkan ponsel."El ...." Dasar tidak sabaran."Lagi jalan- jalan sama Erina, Yah.""Ini sudah mau magrib, El.""Nanti juga kuantar, Kak. Elea aman kali, sama aku juga!" timpal Erina. Dan, langsung panggilan telepon Ayah matikan."Er, di matikan langsung," kataku, membuat Erina tertawa."Itu mantan mertua apaan sih? Kok gangguin kamu aja," seru Erina. "Jangan- jangan, tuh Bapak mertuamu ada hati lagi," lanjutnya tertawa keras."Iya juga ya, aneh aja mantan mertua segitunya perhatian," timpal Ibu Helena Zubair, itu nama Ibunya kata Erina tadi."Mungkin hanya kasihan sama saya, Bu. Mana mungkin Ayah menyukai saya," sahutku cepat, malu rasanya mendengar ucapan mereka."Yey, mana ada orang kasihan seperti itu! Sudah ah, rebut aja kak Arya dari wanita itu! Mari kita selamatk
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond