Bab22Mobil Ayah melaju pergi. Aku kembali menutup pintu, dan menguncinya. Perasaan lelah menghinggapi diri.Aku berjalan gontai, dan membuka kamar. Waw .... kamarku didekorasi seindah ini. Ada kue ulang tahun di atas nakas, buket bunga mawar, 5 kado dan ucapan selamat ulang tahun.Taburan mawar di atas tempat tidur, lampu kelap- kelip menghiasi kamarku yang semula sangat sederhana.Tak lama, aku terpana ketika membaca pesan yang Ayah tinggalkan di atas kasur.[ Selamat ulang tahun, semoga masa depan yang baik bisa kamu capai, berjalan lancar sesuai keinginanmu wanita kuat. ]Kemudian, pesan singkat masuk ke ponselku. Gegas, aku membuka pesan itu.[ Maaf, jika saya berlebihan, telah berani menduplikat kunci kontrakkan kamu. Semua itu saya lakukan, demi memberikan kejutan kecil itu. Semoga kamu senang dan selalu bahagia. ]Oh Tuhan, laki- laki ini membuat perasaanku semakin tidak karuan. Please Elea, sadar .... jangan sampai kamu jatuh hati kepadanya, ini sangat berbahaya.Berkali-
Bab23Perasaanku semakin gundah, sepertinya aku sudah sangat berlebihan. Lagi pula, apa hubunganku dengan ayah? Seharusnya, aku bersyukur karena lelaki itu sudah sangat baik padaku.Sudah satu bulan berlalu, Ayah benar- benar tidak pernah datang berkunjung lagi. Aku pun mulai berusaha menata hidupku.Biarlah, aku fokus dengan kuliahku saja selama dana masih ada di rekening. Aku juga mulai mencari kerjaan untukku bertahan hidup.Kulihat mobil Erina memasuki pekarangan rumah kontrakkanku. Semenjak kami satu kampus, Erina memang sering menemuiku akhir-akhir ini."Kak, mantan kamu nyebar undangan nih," kata Erina membuka percakapan kami. Dia juga mengeluarkan kartu undangan dari dalam tas nya.Aku mengajaknya duduk dan meraih kartu undangan yang lumayan mewah itu."Minggu ini rupanya," gumamku ketika membaca isinya."Iya, panas nggak?" tanya Erina tertawa."Yey, ngapain panas? Aku mah sudah ikhlas, insyaAllah," jawabku mantap."Bagus deh! Lagi pula ngapain juga harus bersedih? Rugi banget
Bab24Mobil Ayah sudah berhenti, kami berdua membeku di tempat duduk depan rumah.Kemudian Ayah keluar, dengan pakaian kantor yang masih lengkap dengan sepatunya.Ada yang berbeda dari penampilannya kini. Wajah Ayah nampak bersih dari jambang manisnya. Wajah lelaki matang itu nampak fresh dan membuatku semakin terpana."Dia tampan, kan?" bisik Erina, yang menyadari tatapanku begitu intens kepada Kakaknya."Astagfirullah," sebutku pelan sembari mengalihkan pandangan. Erina terkekeh dengan sikapku yang salah tingkah."Dasar nakal," desis Arya menatap kesal pada Erina. Gadis mungil di depanku ini cengengesan melihat raut kesal Kakaknya.Lelaki itu kemudian duduk di sampingku dan menatap kami bergantian."Apa maksud kalian? Jelaskan padaku!" pintanya dengan tegas dan penuh penekanan."Itu ide Erina, Yah.""Aku bukan Ayahmu," jawabnya cepat tanpa ekspresi.Aku menghela napas. Biasanya, aku juga panggil dia Ayah, kan?"Ehem, aku pamit dulu ya, El." Erina berdiri."Tetap disitu! Jangan lari
Bab25"Kak, ngelamun aja," cetus Erina sembari menyentuh tanganku."Ah, maaf." Aku tersenyum."Pasti mikirin kak Arya, kan.""Yey, apaan coba.""Ngaku aja deh," kekehnya, membuatku mengernyit."Seneng? Sepertinya, kamu benar- benar ingin aku jadi pelakor ya," seruku kesal."Itu bagian dari doaku," sahutnya mantap."Apa?" Aku melotot membuat Erina terkekeh. "Seru kali, Kak. Jika Kakak jadi pelakor di rumah tangga mantan mertua, aku dukung! Semangat," serunya sembari mengangkat tangan tanda dukungan."Ogah," kataku.Erina terkekeh. "Awas saja kalau doaku ini jadi beneran, aku ini anak yang baik, pasti doaku akan dikabulkan.""Ya kira- kira juga kali, Er. Masa aku didoakan jadi pelakor mantan mertua," protesku tak terima."Nggak apa- apa, kan bakal jadi bagian dari keluarga Wijaya juga. Aku senang tau kalau akhirnya Kak Arya sama Kak Elea.""Suka- suka kamu aja deh," jawabku.Erina terkekeh.Ponselku kembali berdering, nama Mas Andre terpampang di layar."Mantan telepon tuh, angkat." Er
Bab26"Ah, Kakakku!" seru Erina memecah kecanggungan. Aku terdiam, malu mendadak yang sudah sangat terlambat.Kulihat sekilas, Ibu Delima mengepalkan tinju dengan tatapan mematikan ke arahku.Erina langsung memeluk Ayah dan membawa lelaki itu mengobrol banyak. Sedangkan aku, kuputuskan untuk bersama Ibu Helena memasuki tempat acara."Bu, makan dulu, biar Delima temani," kata Ibu Delima, menyusul langkah kami."Ibu sudah punya teman, nih." Langkah Ibu Delima terhenti. "Menantu Ibu itu aku, bukan dia," lirih wanita itu, tidak berani mengeraskan suaranya."Oh." Hanya itu sahutan Ibu Helena, aku menutup mulut, mengejek Ibu Delima.Wanita itu mendengkus dan kembali ke depan, untuk menyambut tamu undangan lainnya."Awas saja dia macam-macam, aku tidak segan-segan mempermalukannya," celetuk Ibu Helena."Sabar, kita kan kesini untuk memenuhi undangan saja," kataku pelan. "Iya, tapi raut wajahnya yang songong begitu, rasanya bikin Ibu emosi, El." Aku hanya tersenyum menanggapinya."Wah, ada
Bab27Belum selesai keterkejutanku dengan pesan dari Ayah, masuk juga pesan dari mas Andre.Semakin membuatku heran.[ Kamu sengaja ya, ganjen sama cowok lain di depanku?] Aku mengernyit sembari melihat ke arah pelaminan.Terlihat mas Andre sibuk memainkan ponselnya. Sedangkan Ayah, tidak ada di samping Ibu, entah kemana perginya Ayah."Ada apa?" tanya Erina, yang melihat dengan bingung."Aku harus pulang Er. Kamu sama Ibu, masih lama kah? Jika lama, aku duluan ya.""Loh kenapa, Nak? Ada apa?" tanya Ibu Helena bingung."Kamu marah sama aku, kah?" Ajay juga ikut bertanya."Bukan, bukan itu. Aku lupa, ada sedikit urusan pribadi yang harus aku selesaikan hari ini.""Kakak yakin?" selidik Erina."Yakin. Aku duluan ya," kataku. Erina pun mengangguk walau ekspresi bingung terlihat jelas di wajahnya."Aku antar ya," kata Ajay menawarkan. Aku terdiam sejenak menimbang."Tidak usah, biar saya yang antar Elea," timpal suara yang terdengar dari belakangku.Kami semua menoleh, sosok Ayah terliha
Bab28"El, biar aku aja yang antar kamu," kata Erina. Aku mengangguk."Kakak urus saja wanita itu, bikin mood hilang saja," cerocos Erina nampak kesal.Kulirik wajah Ibu, matanya berkaca- kaca, nampak sekali dia menahan air matanya sekuat tenaga. "Bagaimana rasanya, Bu? Enak kan? Enak dong!" gumamku dalam hati dan tersenyum kecil ke arahnya. Senyum yang penuh dengan ejekkan.Ayah tidak bersuara sama sekali, dia pergi begitu saja meninggalkan ruangan resepsi.Kami pun pulang, tanpa menyapa Ibu Delima sama sekali. Sedangkan kedua orang tua Delia, hanya menatap sinis pada kami saat itu. Nggak peduli juga sih aku.Di kontrakkan, Erina dan Ibu Helena tidak mampir, hanya mengantarku saja.Tidak lama kemudian, rupanya Ayah datang dan mengetuk pintu sedikit keras.Aku membuka daun pintu, setelah memastikan, yang datang itu memang Ayah."Ayah," seruku tersenyum. Namun wajahnya nampak tidak bersahabat dan langsung masuk begitu saja."Tutup pintunya," titahnya dengan dingin. Aku merasa heran de
Bab29"Pulanglah, Ibu Delima pasti sedang mencari Ayah," kataku dengan dingin."Saya mencintai kamu, El." Aku terhenyak, mendengar ucapannya yang tiba- tiba."Saya sayang sama kamu, cinta sama kamu, sungguh," tekannya dengan wajah serius.Aku menyeka air mataku. "Ayah lebih baik pulang ke tempat acara, El tidak ingin membuat masalah apapun pada Ibu Delima," kataku."El, apakah kamu menolak perasaan saya? Katakan sama saya, El. Kalau kamu, tidak suka sama saya," katanya sedikit maksa."Ayah please! Ini nggak lucu. Ayah datang marah- marah, berkata kasar, dan kini? Oh, ini aneh sekali.""Saya serius! Saya tidak pernah main- main dengan perasaan.""Ini gila. Ayah ingat, Ayah itu suami orang.""Saya ingat dan saya sangat sadar. Tapi kamu juga harus tau, saya tidak main- main. Saya mencintai kamu, El."Aku menggeleng. "Percuma cinta, faktanya Ayah adalah suami orang," sahutku kesal. Perasaanku menjadi tidak karuan lagi oleh pengakuan Ayah."Katakan kamu tidak menyukai saya, katakan dengan
Bab689"Selamat malam," ujar Abizar lagi."Ngapain kamu kemari? Setelah kamu membuat anak saya menderita, berani- beraninya kamu menampakkan batang hidung seolah tanpa dosa," bentak Kevin, yang langsung berdiri dengan emosi."Papah, sabar," pinta Elea, sambil memegang tangan Kevin."Manusia tidak tahu malu ini, dia datang ke rumah Galih dengan nyali besar, setelah menyia- nyiakan anak- anakku, aku tidak akan mengampuninya," pekik Kevin."Maaf, Pah. Saya datang kemari, hanya ingin kalian tahu, saya dan Cinta saling mencintai, kami ingin kalian restui hubungan kami lagi dan jangan menentang hubungan kami, cuma itu ...." "Apa?" Seluruh keluarga memekik.Cinta pun sangat syok, mendengar ucapan berani Abizar. Tiba- tiba Jelita tersandar, mendengar ucapan Abizar. "Jelita," pekik Abel. Wanita yang biasanya membenci Jelita itu, langsung memeluk Jelita yang nampak syok sekali."Brengsek!!" Cinta bangkit dari duduknya, menghampiri Abizar dan menampar keras wajah lelaki tidak tahu malu itu."D
Bab688Melihat begitu banyak panggilan telepon dari Bagus, Cinta pun memutuskan, untuk menghubungi balik nomor Bagus.Dan lelaki itu dengan cepat menjawab telepon Cinta."Assalamualaikum, Tante ....""Wa'alaikumsallam, Gus.""Maaf Tan, saya mau tanya, Tante ada bicara apa sama Ibu? Sampai- sampai Ibu pingsan.""Maafkan Tante, Gus. Tadi ada berita buruk, yang sempat mengguncang perasaan kami semua. Kejadian siang tadi cukup mengejutkan, pesawat menuju Bandung mengalami kecelakaan. Dan Nenek, juga Kakek ke Bandung hari ini, itu yang Tante sampaikan sama Ibu kamu ....""Inalillahi, jadi bagaimana kabarnya, Tan. Maaf Bagus tidak tahu apa- apa.""Kuasa Allah, Gus. Rupanya mereka selamat, karena Kakek pingsan, sebelum mereka naik pesawat. Nenek membawa Kakek ke rumah sakit, dan mereka ketinggalan pesawat, Gus. Luar biasa, diluar dugaan kami semua, Allah masih memberi kita kesempatan, untuk berbakti kepada mereka berdua," jelas Cinta."Alhamdulilah, Allahu akbar, masya Allah, luar biasa, Tan
Bab687"Allahu akbar, Abel, Kak Cinta ...." Galih menjerit, membuat orang yang kini di depannya jadi bingung.Mendengar jeritan Galih, mereka yang duduk di ruang keluarga pun berhamburan keluar menyusul Galih."Astagfirullah ...." pekikkan mereka semua terdengar bersamaan. Galih terlalu syok, membuatnya nyarus pingsan."Kalian jangan mengira Mamah setan ya," bentak Elea dengan kesal."Ini Mamah beneran?" Abel bertanya. Semua menjadi bingung, bahkan beberapa dari mereka terus- menerus mengusap mata dan wajah, memastikan yang di lihatnya adalah nyata, bukan halusinasi."Mamah sudah tahu, apa yang ada di dalam otak kalian. Jangan heran, jika Mamah datang dengan wajah acak- acakkan begini, bahkan tanpa menggunakan tas sama sekali. Mending bayarin taksi Mamah sana, orangnya dah nunggu," titah Elea."Ini Mamah kita," pekik Cinta yang langsung menghambur ke pelukan Elea, disusul Raisa dan lainnya memeluk Elea."Aduh ...." Elea pun memekik, melihat tingkah mereka semua yang langsung memelukny
Bab686"Jelita belum tahu kabar duka ini, tadi aku sudah coba hubungi, tapi belum juga dia jawab panggilan teleponku," lirih Cinta."Aku juga bingung, Kak. Apa yang harus aku katakan sama dia, entah bagaimana reaksi Jelita, jika tahu Mamah dan Papah sudah tiada. Pesawat itu terbakar, sebelum benar- benar jatuh," ujar Galih kembali menangis. Bayangan wajah tua kedua orang tuanya menari- nari di pikiran mereka semua."Pantas Mamah memelukku berulang kali, mengingatkan kita terus- menerus, bahwa sesama keluarga harus saling menyayangi dan tolong- menolong. Mereka juga selalu berbicara tentang kematian, yang aku sendiri tidak tahu, bahwa itu adalah pertanda, mereka berdua akan pulang bersama- sama, untuk selamanya."Cinta menangis kuat, Kamila memeluk Ibunya dengan erat, begitu juga Raisa, memeluk Abel dan menangis di pelukan Ibunya."Rasanya tidak pernah sesakit ini, kehilangan yang begitu mengejutkan, membuat hati ini tidak siap. Berpuluh tahun hidup bersama dengan keduanya, hingga Rai
Bab685"Nanti saja ah, malas. Lagian kita lagi makan gini, masa di gangguin hal- hal yang tidak jelas begitu," ujar Cinta, mengabaikan ucapan Galih tadi."Cinta, sudah 1 tahun kita bersama, tapi kenapa, kamu nggak pernah mau pertemukan aku dengan anak kita, Kamila?" tanya lelaki itu."Mas, tidak semudah itu. Kamila akan tahu segalanya, bahwa kamu pernah menikahi Jelita juga. Dan Enggar, juga Bagus, bagaimana tanggapan mereka pada kita? Kamu meninggalkan mereka, lepas tanggung jawab, dan malah bersamaku. Tentu saja, bukan cuma mereka yang akan kecewa sama kita, tapi Kamila juga.""Kemudian Mamah dan Papah, bisa- bisa aku mereka kutuk, Mas ....""Tapi mau sampai kapan, kita kucing- kucingan seperti ini? Aku juga ingin diakui, dan dianggap bagian keluarga kamu, Cin.""Belum waktunya, Mas.""Kapan waktunya, Ta? Aku dan Jelita, itu hanyalah kesalahan. Sedangkan aku sama kamu, itu cinta yang tulus. Aku mohon, pikirkan ini baik- baik, aku hanya ingin di akui, dan Kamila juga harus tahu, bahw
Bab684Perjalanan panjang Bagus lalui bersama Jelita, Ibu yang kini sangat dia sayangi, dan dia utamakan kebahagiaannya."Pulang dari umrah, kita ke rumah Nenek saja ya, Gus.""Terserah Ibu saja, Bagus ngikut saja. Bagus tidak punya siapa- siapa untuk di bahagiakan, jadi segala waktu dan apapun yang Ibu mau, asal Ibu bahagia, Bagus akan selalu turuti, insya Allah," ujarnya.Jelita terharu dan menatap penuh kasih sayang pada Bagus. Sementara Bagus dan Jelita melaksanakan ibadah umrah, rupanya rumah mewah Elea, sudah terjual sesuai kesepakatan dengan pembelinya.Penjualan rumah, di saksikan Galih, karena hasil dari penjualan rumah mewah tersebut, 50% milik Galih, 30% milik Cinta dan sisanya barulah milik Elea dan Kevin.Setelah semua beres, Elea dan Kevin, memutuskan untuk tinggal di hotel. Sebelum rumah impian mereka di desa selesai di bangun.Hanya sisa 10% saja, rumah di desa itu akan selesai dan bisa mereka tempati.Galih sudah menyarankan, agar Elea dan Kevin mau tinggal di rumah m
Bab683"Kenapa kamu terlambat?" tanya atasan Bagus, yang ada dibagian divisinya."Maaf pak Rahmat, saya menabrak orang tadi di jalan."Pak Rahmat, yang merupakan pengawas divisi pemasaran, tidak begitu berani bersikap keras pada Bagus, tapi dia tetap berusaha profesional, agar tidak terlalu nampak membeda- bedakan karyawan."Lain kali berhati- hati di jalan, Gus. Dan tolong jangan ulangi lagi, keterlambatan datang seperti ini. Hari ini saya maklumi, tapi kalau terulang lagi, saya akan berikan sangsi pemotongan gaji," jelas pak Rahmat memberi peringatan."Baik, Pak." Hanya itu jawaban Bagus. Sadar diri akan kesalahannya, Bagus tidak berani banyak bicara.Pak Rahmat meninggalkan divisi pemasaran, menuju ruangannya, untuk memeriksa laporan penjualan kemarin.Sementara Bagus duduk di meja kerjanya, dengan pikiran yang mulai tidak fokus. Bagus mulai memikirkan wanita yang di tolongnya tadi, dan itu sangat mengganggu kerjaannya.Tiba- tiba, HRD memasuki ruangan divisi pemasaran, bersama den
Bab682"Bu ...."Jelita menatap Bagus."Bagaimana kalau kita pergi umrah?"Jelita terpaku sejenak, mendengar usulan Bagus."Gimana, Bu?" tanya Bagus lagi, membuat Jelita tersadar dari keterkejutannya.Anak yang biasanya cuek, hanya memikirkan kesenangannya sendiri, kini mengajaknya pergi umrah. "Kamu serius pengen umrah, Gus?" tanya Jelita balik, memastikan keinginan Bagus."Iya, Bu. Mumpung kita ada rezeki lebih. Kita ajak Enggar dan Lina juga, mana tau mereka mau. Tapi jika mereka menolak juga tidak apa- apa, kita berdua saja yang pergi ke sana, Ibu mau kan?""Tentu saja Ibu mau, Gus. Masya Allah, niat kamu baik sekali anakku, mana mungkin Ibu menolak."Bagus tersenyum. Dan niat mereka pun, di sampaikan kepada Enggar dan Lina, ketika mereka makan malam bersama."Dalam waktu dekat ini belum bisa, Bu, Mas. Enggar masih harus fokus ke perusahaan," jawab Enggar.Wajar sih, belum ada 1 tahun dia bekerja, masih tidak enak hati jika terus izin libur, untuk urusan pribadi.Sebagai calon pe
Bab681"Tugas kita sudah selesai, nampaknya anak, cucu dan cicit tidak ada masalah, dengan pembagian harta warisan kita," ujar Elea, ketika dia dan Kevin merebahkan diri di atas kasur mereka."Kuharap juga begitu, agar kita berdua bisa menjalani kehidupan yang tenang," jawab Kevin."Kulihat Abel juga tidak membuat masalah lagi." Elea merasa lega, melihat sikap menantunya itu, yang semakin baik dari sebelumnya.Galih membelikan rumah yang cukup mewah, untuk dia tempati dan istrinya. Galih tidak ingin menyatukan istrinya lagi sama Ibunya. Karena bagi Galih, jika keadaan sudah tidak nyaman, dan terus di paksakan, maka mereka akan saling menyakiti.Demi menjaga rumah tangga dan hati orang tuanya, Galih memutuskan untuk memiliki rumah sendiri.Tetapi dia tetap memperhatikan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak satu rumah.______>_______Karena perjalanan yang cukup jauh, Jelita mulai jatuh sakit. Badannya meriang, nyaris semalaman, Lina tidak bisa tidur, karena khawatir dengan kond