"Apa dipikirnya aku tidak membutuhkan pakaian?"Kalau tidak khawatir Rio akan memisahkan dirinya lebih lama dengan Anggia, Dini tentu sudah memecahkan kaca wardrobe. Dini yang masih berusaha bersabar, mencoba mencari solusi lain.Tapi apakah mungkin ada beberapa lemari yang tidak terkunci?Dini yang sudah hampir putus asa. Dia mencoba membuka satu persatu pintu kaca wardrobe berharap ada salah satu yang tidak terkunci karena kelupaan.Dia juga mencoba menarik semua laci yang dilewatinya berharap akan menemukan kunci atau menemukan pakaian ganti yang tidak harus diambilnya dari lemari."Memang yang ini bisa dibuka kacanya. Tapi masa iya aku harus memakai baju seperti itu sih? Maunya apa coba? Melecehkan aku?"Dan ternyata harapan Dini itu terjawab. Ada satu lemari kaca yang memang tidak terkunci hanya saja, baju di dalamnya semuanya hanya lingerie. Dini jadi resah.Apa Rio memang hanya ingin dia memakai itu?Dini sebenarnya ingin memilih masuk ke dalam selimut ketimbang harus mengambil
"Kamu ingin memperlakukanku seperti wanita nakal?""Setahuku tidak ada salah bagi seorang istri menggoda suaminya dan membuat suaminya ingin pada tubuh istrinya.""Pak Rio!"Dini membulatkan matanya sudah tak tahan lagi dengan keinginan Rio yang menurutnya semakin merendahkan dirinya. Dini tak mengerti kenapa dendam bisa membuat seseorang jadi tidak punya perasaan?Satrio sampai melegalkan segala cara untuk mengambil miliknya hingga membuat dirinya dan putrinya Anggia terlantar. Sekarang Rio, iya memang menyelamatkan Anggia sehingga bisa mendapatkan pengobatan tapi lihat bagaimana perlakuannya pada Dini? Kejam sekali. Menurut Dini, kemarahan Rio karena dirinya meninggalkan pria itu menikah dengan lelaki lain sudah membutakannya. Padahal Rio sendiri tidak tahu bagaimana sulitnya Dini hidup tanpa dirinya dulu.Tapi apakah itu semua harus diungkit olehnya? "Tidak sanggup melakukannya dan ingin putrimu-""Baiklah!" seru Dini yang terpaksa menuruti keinginan orang dihadapannya.Untuk s
"Selamat pagi, Bu Dini, silakan sarapannya sudah siap dan mobil di depan juga sudah menunggu jadi setelah selesai sarapan ibu dan Anggia bisa langsung berangkat."Dini belum tahu di mana keberadaan Rio, tiba-tiba saja sudah mendapat penjelasan yang membuat kepalanya berdenyut.Memang Rio menginginkan dia dan Anggia pergi ke mana? Ini jebakan baru?"Mama nanti habis lihat sekolahannya Anggia boleh pergi ke mall ya. Nanti Anggia mau main capit boneka, mau ambil rabbit yang pink.""Se-sekolah?""Iya Mama. Anggia udah didaftarin sekolah, Mama. Kata om Rio kan sekolahnya udah dibayar dan bagus. Anggia mau tunjukin ke Mama.""Anggia ke sekolah sama om Rio?""Iya. Tapi kalo udah sekolah yang antar jemputnya pakai supir. Mama yang tungguin sama suster juga kata om Rio."Lagi-lagi Rio membuat keputusan tanpa diskusi dulu dengan Dini. Ibunya Anggia ini jadi tidak bisa melakukan apapun kecuali mendengarkan celotehan anaknya saja."Terus nanti habis lihat sekolah, Anggia boleh jalan-jalan ke mall
"Satrio!"Dini kaget dan dia tidak menyangka kalau Satrio akan bertindak segila itu. Memang sih dia tidak mencuri apapun. Tapi tetap saja dia dipermalukan. Apalagi kini security yang dipanggil oleh bodyguard pun juga mendekat pada Dini.Tempat Dini berdiri agak sedikit jauh dari Anggia yang bermain dengan susternya. Beruntung mereka sepertinya larut dalam permainan sehingga tidak memperhatikan Dini yang sedang kesulitan. Dini tak mau anaknya melihat ini."Saya tidak mencuri Pak." Dini membela diri dan tidak mau memberikan tasnya. Dia tidak mencuri apapun."Lihat saja. Kamu tidak berani memberikan tasmu pasti di dalam sana ada barang curian dari pengunjung di mall ini kan? Kamu pikir aku nggak tahu gimana buruknya kamu? Bisa membeli baju branded, dari mana uangnya kalau tidak mencuri?"Makin sinislah orang-orang menatap Dini. Lagi-lagi mereka hanya memperhatikan tentang penampilan luar Satrio dan menganggap apa yang dikatakan oleh pria itu benar adanya."Coba kami lihat dulu isi tasnya
"Aku bersyukur bisa bertemu denganmu di sini karena sebetulnya aku tidak serius-serius amat menyuruh Satrio datang untuk rapat.""Jadi, Mas Darsa sengaja mengundang Satrio ke sini bukan hanya untuk rapat tapi untuk mencari tahu informasi tentang aku?"Saat ini di dalam ruang kerja Darsa, setelah Satrio diusir pergi, Darsa kembali bicara berdua dengan Dini.Dan sejujurnya Dini sebetulnya ingin langsung pamit setelah berterima kasih tapi memang sudah diprediksi juga olehnya kalau Darsa tidak akan melepaskannya begitu saja. "Benar, Dini!""Tapi kan informasi yang dia berikan pastinya tidak mungkin sama seperti yang kuberikan dan dia akan menambahkan banyak bumbu juga.""Ya, aku tahu. Tadinya aku ingin memaksanya untuk mencarimu di manapun kamu berada dan kalau dia tidak berhasil maka aku akan meng-cancel perjanjian kerjasama kami tapi ternyata aku bisa bertemu denganmu sekarang jadi sudah tidak perlu lagi aku bekerja sama dengannya."Barulah Dini paham apa inginnya Darsa dan pria itu ju
"Saya tidak bercerita apapun padanya dan saya juga tidak janjian. Saya tidak tahu kalau dia datang ke mall ini. Saya sudah jelaskan semuanya. Tolong, jangan ada kesalahpahaman."Dini mencoba menjelaskan yang terjadi sampai dia berada di ruangan Darsa ada orang yang duduk di sampingnya tapi tak ada satu suara pun respon dari orang itu.Dia masih tetap diam membeku dan membuat suasana jadi sangat mencekam di dalam mobil. Mana Dini hanya duduk berdua bersebelahan dengannya dengan sekat antara penumpang dengan pengemudi yang dinaikkan jadi Dini mati kutu.Baik kalau Anggia masih ada bersama dengannya tapi tadi saat Dini ke tempat bermain ingin menjemput, ternyata Anggia sudah pulang bersama susternya. Hanya pria yang bersamanya sekarang yang menunggu di dalam mobil di parkiran.Padahal Dini tidak bersalah tapi rasanya tegang betul berada di sampingnya. Masih mending kalau dimarahi. Setidaknya Dini tahu responnya marah atau tidak Tapi kalau sekarang tak ditegur?Tatapannya kaku menatap ke
"Eh itu-""Kamu pikir aku tidak tahu soal kartu itu? Aku ini pria bodoh seperti kekasihmu masa kuliah dulu?"Rio kini tidak menatap Dini. Matanya seperti biasa lurus ke depan hanya tangannya saja yang terbuka masih menanti kartu yang tadi dimintanya.Dini juga tidak tahu sejak kapan Rio mengetahui soal kartu itu. Apa sudah lama? Atau itu baru saja terjadi tadi karena Satrio yang berkoar-koar masalah dua kartu di tasnya?Dini hanya pasrah membuka tasnya dan memberikan dua kartu itu."Saya tidak tahu mana yang punya Anda dan mana yang punya Mas Darsa," ucap Dini yang juga malas memandang Rio dia memilih menatap ke depan sama seperti pria itu bersikap.Dini tidak merasa bersalah karena dirinya tidak meminta kartu itu dari Darsa. Dia juga tidak pernah menggunakannya. Dia juga tidak menghubungi Darsa. Kalau dia melakukannya, bukankah berarti Rio akan tahu?"Pegang yang satu ini!"Rio juga tidak berbasa-basi dengannya. Dia melihat kartu itu dan dia yang tentu saja tahu yang mana kartunya da
"Pak Rio, hentikan!"Tapi percuma juga Dini memekik, berusaha melepaskan diri, atau memukul-mukul Rio. Pria itu sudah seperti kerasukan iblis entah dari mana datangnya dan tidak lagi memedulikan perasaan Dini.Pakaian Dini sudah compang-camping akibat ulah tarikan tangannya. Belum lagi bibirnya yang buas, bergerak menyusuri wajah Dini seperti sedang menikmati makanan enak. Tak cukup sampai di sana. leher jenjang Dini juga menjadi mangsanya dan Rio meninggalkan jejak-jejak merah dan biru lebam bukan hanya di satu spot. Rio dengan kasar memaksa Dini menerima setiap sentuhan yang tidak bisa dibilang nikmat. Itu sakit! Dini menjerit dan sekuat tenaga, meronta juga tidak bisa saat tubuh besar Rio menindih badannya yang kecil dan ringkih. Gigitan-gigitan dari giginya yang memberikan bekas di dua gunung Dini juga meninggalkan perih. Ada beberapa bahkan yang membuat luka berdarah. Tak ada guna Dini memekik karena kaca mobil Rio tidak tembus pandang. Ditambah lagi ada sekat antara driver de
"Kamu nih--"UWEEEEEK! UWEEEEK!Siapa suruh Rio tadi tak mau menuruti Dini?Kan tadi sudah dibilang kalau Dini ingin ke kamar mandi tapi dikiranya hanya berpura-pura saja.Yang ada keluarlah semua yang membuat Dini merasa mual. Dan Rio tidak lagi bisa menghindar ketika muntahan itu mengenai roti sobek perutnya yang terpahat sempurna.Dia bahkan tidak bisa berkata-kata lagi ketika Dini masih terus memuntahkan semua yang membuatnya tak nyaman hingga wanita itu terlihat lemas."Sudah?""Hm. Maaf," dan sejujurnya Dini juga merasa tidak enak.Alhasil, Dini tak berani menatap Rio tapi dia juga tidak mau disalahkan. Apalagi Rio masih diam setelah tadi dia meminta maaf."Aku kan sudah mengingatkan dari awal kalau aku ingin muntah. Tapi kamu yang tidak mau menyingkir.""Kapan tanggal menstruasimu?""Eh, itu--"Dini juga tidak bisa menjawabnya dia diam karena tanggalnya sering sekali berubah-ubah."Sudahlah tak perlu menjawab!""Eh, turunkan aku!"Rio seperti frustasi sendiri menunggu Dini menj
"Sudah. Tapi karena Om Rio-nya Anggia sudah besar dan bukan kakak Mama, jadi lebih baik Mama panggilnya Pak Rio. Karena kalau mama panggilnya Kak Rio, orang akan risih dan istrinya Om Rio akan terganggu, Anggia. Itu gak boleh." Dini yakin jawabannya sudah sangat diplomatis dan seharusnya tidak ada celah! Lagian dia masih ingat betul yang dikatakan Rio kalau pria itu risih dengan panggilan Dini dulu padanya. Tak ada alasan lagi untuk Dini membiarkan mulutnya memanggil dengan cara yang sama. Dini tahu putrinya pasti ingin bertanya lagi makanya jarinya sudah menunjuk ke arah kue ulang tahun. "Mama udah bikin kue ulang tahun loh buat Anggia. Jadi gimana nih? Mau tiup lilin dulu atau mau makan dulu?" Ada senyum yang kelewat manis diberikan Dini pada putrinya. Buat Dini Anggia adalah segalanya. Tanpa Anggia mungkin dia tidak punya harapan untuk hidup sekarang. Bisa saja dia khilaf dan bunuh diri. "Makan kue dulu, habis itu potong kuenya ya Ma!" "Oke sayang! Ayo kita nyanyi dulu y
"Pak Rio, kumohon. Hari ini adalah hari ulang tahun putriku. Dan aku ingin merayakan dengannya dulu. Tolong, jangan buat aku kesakitan sekarang.""Tak ada yang bisa melarangku!""Tidak melarang. Hanya menunda. Saya mohon Pak, jika Anda masih punya hati maka Anda akan mengizinkan saya merayakan hari jadi putri saya dulu dan nanti saya akan lakukan apapun untuk Anda setelah acara ini."Masih dengan tangannya yang menahan tangan Rio supaya tidak mengganggu intinya, Dini lagi-lagi kembali merendahkan dirinya di hadapan Rio demi putrinya.Entah sudah keberapa kali dia mengalah dan berusaha untuk membuat pria itu sedikit saja mengerti tentang kondisinya.Tapi apakah permohonan tulus Dini yang sekarang bisa menahan Rio memenuhi keinginannya lebih lanjut? Apa pria itu bisa mengerti?"Lalu bagaimana dengan diriku? Apa pernah kamu memberikan waktu untuk mengerti alasanmu pergi?""Pak Rio, itu-""Tidak pernah. Kamu tidak memberikanku waktu dan penjelasan. Kamu pergi begitu saja meninggalkanku di
Dini: Terima kasih Mas ucapannya. Nanti akan aku sampaikan pada Anggia dia pasti senang sekali dapat hadiah itu. Tapi saat Rio sedang mengenang apa yang dikatakan Darsa dalam ruangan Teddy, tiba-tiba pikirannya terdistraksi oleh suara Dini yang masih bicara dengan Darsa.Rio tak tahu apa yang ditawarkan oleh Darsa sebagai hadiah untuk Anggia tapi rasa di dalam hatinya tidak suka saja apalagi sudah melihat senyum di wajah Dini.Emosi dan pikiran Rio jadi ngelantur kemana-mana. Tapi untung saja matanya menatap ke sesuatu yang dikenakan Dini. Sebuah ide pun muncul di dalam benaknya. Dia tak akan membiarkan Dini enak-enakan bicara dengan seseorang yang menjadi orang nomor satu yang tak disukainya saat ini. Rio mendekat pada Dini dan tangannya menyingkap dress dengan bawahan bentuk A yang dikenakan Dini."Hentikan!"Darsa: Eh, ada apa Dini?Dini: Eh, enggak Mas, anu, aku lagi sambil nonton TV. Ada dramanya dan aku kaget saja waktu tadi tokoh prianya mengganggu tokoh wanita.Mata Dini aw
"Pak Rio, tidak puaskah Anda melecehkan saya tadi malam dan saat ini melakukannya lagi di hari ulang tahun putri saya?""Apa seorang suami menyentuh istrinya itu namanya pelecehan?"Rio membalikkan badan Dini dan menatap wajah wanita itu dengan posisi yang sangat dekat sekali. Jadi saja Dini yang tingginya cuma sebahu Rio jadi nervous.Apa lagi pas dirinya mendongak, tepat sekali mata Dini mengarah ke bibir Rio."Kenapa memperhatikan bibirku? Ingat kecupan semalam dan ingin lagi?"Ah, sial sekali. Dini sama sekali tidak menginginkan itu. Tapi ya kenapa juga dia malah mengarahkan matanya ke sana? Pandai saja Rio memanfaatkan keadaannya."Boleh juga, Anda mau melayani saya dengan kecupan itu lagi? Mumpung Anda belum menceraikan saya, kayaknya saya bisa menikmati itu dulu. Sebelum nanti, kalau saya sudah melahirkan anak itu kan saya tidak bisa lagi merasakan service plus-plus dari Bapak Rio Ravindra."Masa bodolah Rio mau suka atau tidak suka yang penting Dini sudah membalasnya. Enak saj
"Iya Mama, tadi pagi juga aku yang mandiin Om Rio. Iya kan Suster Titi?""Iya, Kak Anggia."Sebenarnya yang salah itu telinga Dini atau memang dia masih ada di alam mimpikah?Diam-diam, Dini mencubit kecil punggung tangannya dan merasakan perihnya.Rasanya dia tidak mimpi. Jadi benar Rio menemani Anggia? Tapi Kenapa ini sulit diterima olehnya?Apalagi mengingat perlakuan Rio tadi malam. Wah, Dini yakin, pasti ada yang konslet dengan pikiran pria itu. Bahkan dia rela memberikan mainan-mainan mahal pada putrinya.Tapi ... kenapa Rio masih ada di rumah ini semalam? Lalu bagaimana nasib orang yang menghubunginya?Apa Rio berbohong pada Dini? Apa telepon itu palsu? Tapi kenapa dia harus berbohong? Iseng sekali bukan? Atau ... apa mungkin ini semua dilakukannya karena Rio merasa sangat bahagia setelah menyiksa Dini?Cuma semakin dipikirkan semakin pikiran Dini tidak mengerti apa yang diinginkan oleh pria itu. "Mama, Anggia nanti dapet kado apa dari Mama?"Dan sudahlah! Tidak perlu dipikirk
"Terserah aku dong mau melakukan apa pada milikku!""Apa Anda tahu Anda sangat tidak punya hati?"Dini tidak tahu lagi harus mengatakan apa! Tubuhnya yang dikekang membuatnya tidak bisa melakukan apapun dan sekarang dia semakin khawatir karena Rio seperti ingin menjerumuskannya lebih dalam.Buat apa dia merekam Dini tanpa busana dan sedang dieksekusi olehnya kalau tidak untuk niat jahat?"Aku tidak punya hati? Lebih tidak punya hati mana daripada seorang wanita yang meninggalkan kekasih yang sangat mencintainya dan sangat berharap bersama dengannya tapi dia mematahkan harapannya itu hanya karena masalah kekasihnya miskin? Meninggalkannya tanpa kabar!""Pak Rio-""Itu impian dan harapan Dini! Itu masa depa, hidup dan mimpi seseorang! Tapi kamu menghancurkannya setelah membawa angan itu melayang tingga. Apa kamu pikir hanya wanita yang bisa patah hati?""Ya sudah terserah saja dengan Pak Rio ingin melakukan apa! Membalas dendam pada saya? Lakukan! Sampai Bapak puas!"Dini sudah lelah di
"Aaakh, lepaskan!"Dini, dia tadinya ingin memaksakan diri tetap keluar dari mobil tapi tangannya kembali ditarik oleh Rio.Cukup kuat hingga dirinya tersentak dan tubuhnya sampai menubruk Rio."Apa mau Anda?" protes Dini, dia tak bisa membiarkan Rio melukainya lagi tapi sayang Dini kalah kuat dengan Rio"Kenapa saya harus pakai jas Anda?"Dini tidak tahu apa niatan Rio yang lain. Tapi jas yang tadi dibuka oleh pria itu kini sudah dikenakan olehnya di tubuh Dini!Rio tidak menjelaskan apapun. Hanya menarik Dini ke atas pangkuannya dan dia membuka pintu, lalu kedua tangannya merengkuh tubuh Dini"Turunkan saya!""Diam! Atau jangan salahkan jika aku menggunakan Anggia sebagai balasan untukmu karena tidak patuh!"Dini tidak minta digendong. Dini juga tidak minta Rio untuk memberikan jas itu menutupi pakaian dalamnya. Tapi Rio sendiri yang memakaikannya dan kini kedua tangan itu juga mengangkat tubuh Dini masuk ke tempat tinggal mereka.Jangan tanya betapa kesalnya Dini saat itu. Tapi ber
"Pak Rio, hentikan!"Tapi percuma juga Dini memekik, berusaha melepaskan diri, atau memukul-mukul Rio. Pria itu sudah seperti kerasukan iblis entah dari mana datangnya dan tidak lagi memedulikan perasaan Dini.Pakaian Dini sudah compang-camping akibat ulah tarikan tangannya. Belum lagi bibirnya yang buas, bergerak menyusuri wajah Dini seperti sedang menikmati makanan enak. Tak cukup sampai di sana. leher jenjang Dini juga menjadi mangsanya dan Rio meninggalkan jejak-jejak merah dan biru lebam bukan hanya di satu spot. Rio dengan kasar memaksa Dini menerima setiap sentuhan yang tidak bisa dibilang nikmat. Itu sakit! Dini menjerit dan sekuat tenaga, meronta juga tidak bisa saat tubuh besar Rio menindih badannya yang kecil dan ringkih. Gigitan-gigitan dari giginya yang memberikan bekas di dua gunung Dini juga meninggalkan perih. Ada beberapa bahkan yang membuat luka berdarah. Tak ada guna Dini memekik karena kaca mobil Rio tidak tembus pandang. Ditambah lagi ada sekat antara driver de