“Raf, kamu di dalem, kan? Udah siang, bangun!” mamanya kembali memanggil dari balik pintu. “Kamu harus fitting baju sama Monika hari ini, inget kan?”
Rafael menoleh ke arah Chalista sejenak.
“Kamu tunggu dulu, jangan ke mana-mana,” Rafael berucap sambil memakai bajunya yang berserakan di lantai. “Kita akan membahas ini lagi setelah aku mengurus Mama. Aku janji.”
Saat Rafael berjalan menuju pintu, saat itulah Chalista melihat noda darah di kasur berseprai abu-abu milik Rafael. Itu… darah keperawanannya.
‘Aku benar-benar sudah dinodai kakak angkatku sendiri… terlebih dia yang memaksaku.’ Chalista menutup mulutnya sambil terisak, khawatir sang mama mendengar suaranya dari luar.
“KAMU MABUK LAGI, IYA KAN?!” suara bentakan khas Mayang, mama tirinya terdengar sampai ke dalam kamar. “Sudah berapa kali Mama bilang, berhenti melakukan kebiasaan buruk kamu itu!”
Calista kembali menegang, takut tiba-tiba wanita paruh baya itu menerobos masuk ke dalam. Namun, mendengar suara tenang Rafael setelahnya, membuat Calista sedikit lega.
“Maaf, Ma. Semalam Rafa lagi capek, jadi minum sedikit,” jawab Rafael.
“Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu harus segera bersiap dan jemput Monika,” terdengar suara Mayang kembali. “Ingat ya, Raf, perjodohan ini itu penting buat dua keluarga, jangan coba main-main!”
Deg!
Calista tertampar kembali dengan kenyataan itu. Kenapa dia begitu bodoh dan merasa tenang ketika Rafael bilang akan membahas hal ini nanti. Apa yang mau dibahas?
Air mata Calista kembali meluruh. Dengan tangan gemetar, ia berusaha memunguti dan memakai pakaiannya kembali. Ia harus kabur dari kamar ini setelah Mayang pergi. Ia tidak mau melihat wajah Rafael lebih lama.
“Oh, iya, katanya Chalista sudah kembali tadi malam? Apa kamu udah menemuinya?” pertanyaan Mayang yang terdengar sampai kamar membuat Calista berhenti sejenak. Ia melirik ke arah pintu yang tertutup rapat.
“Belum,” jawab Rafael.
“Mama mau ngecek kamar—”
“Dia pasti lagi tidur, Ma, gara-gara jet lag. Biarkan saja.”
“Benar juga. Ya sudah, cepat sana rapi-rapi.”
Suara langkah Mayang yang menjauh pun terdengar, diikuti dengan suara pintu terbuka. Calista sudah memakai pakaiannya kembali ketika Rafael masuk.
“Cha, kamu mau ke mana?” tanya Rafael bingung.
Namun, gadis itu tidak menjawab. Chalista hanya menarik kopernya menuju pintu, dan melewati begitu saja Rafael yang masih terpaku di sana.
“Cha!” Rafael memegang tangan Chalista untuk mencegahnya pergi.
Chalista menoleh, dan menatapnya dengan tatapan tajam. Matanya sudah terasa perih, dan pasti sangat bengkak sekarang.
“Aku benci kamu, Kak!” Dengan kasar, gadis itu menepis tangan Rafael, dan berniat ingin pergi dari sana.
Namun siapa sangka, pria itu kembali mencekal tangannya.
“Cha!” lirih Rafael sambil memegang kedua bahu Chalista. Kepala pria itu pun tertunduk. “Kamu tenang aja, aku akan mengatakan semuanya tentang kejadian ini pada Mama dan Papa!”
“Kakak gila?” Chalista hampir berteriak, kalau saja tidak ingat mungkin saja Mayang bisa mendengarnya.
“Bilang sama Papa Mama gak akan menyelesaikan masalah ini!” lanjut Chalista dengan amarah tertahan. “Aku ini adik angkatmu, dan Kakak akan menikah dua hari lagi!”
“Lalu kamu mau bagaimana, Cha? Ini semua sudah terlanjur terjadi, aku sudah merenggut kesucianmu.” Rafael berucap dengan pelan.
Chalista menelan ludahnya susah payah. Tangisannya yang tertahan membuat tenggorokannya terasa seperti terbakar. Ia ingin sekali menangis keras sambil memukuli Rafael. Namun, tenaganya sudah terkuras.
Dulu, gadis itu selalu berusaha menarik perhatian Rafael mengingat pria itu akan menjadi kakaknya. Namun, Rafael sangat dingin dan tak tersentuh. Kini keadaannya sangat jauh berbeda. Pria itu yang tengah memohon padanya.
Kalau posisinya bukan sebagai adik angkat, Chalista pasti akan menjadi wanita yang beruntung. Terlepas dari Rafael yang menodainya karena mabuk, ia sebenarnya pria yang lembut.
Siapa yang tidak tergiur dengan ajakan menikah seorang pria tampan, kaya raya, pewaris perusahaan besar, yang memiliki tubuh jangkung dan kekar. Suaranya saja sudah mampu menggetarkan jiwa.
“Cha…” mungkin, karena Chalista terlalu lama terdiam, akhirnya Rafael memberanikan diri menggenggam tangannya lagi. “Mari kita menikah.”
“Jangan gila!” emosi Chalista pecah. Ingin rasanya ia menampar Rafael sekarang.
Bukannya menenangkan, Rafael kini ikut emosi juga, “Lalu, kamu mau aku bagaimana?! Kita sudah melakukannya, dan bagaimana kalau kamu hamil?!”
Seluruh tubuh Chalista sudah bergetar saking marahnya. Ia tidak percaya, Rafael yang dulu ia anggap sebagai pria paling lembut, mengatakan hal itu padanya.
Tidak hanya menyakitinya sebagai seorang adik angkat, Rafael juga melukai harga dirinya sebagai wanita. Apa Rafael ingin menikahinya gara-gara merenggut keperawanannya?! Karena takut Chalista mengandung anaknya?
‘Aku benar-benar membencimu, Rafael!’
“Aku tidak mau menikah denganmu!” ucap Chalista tegas, sambil menatap pria itu tepat di matanya. “Aku sudah punya pacar, dan aku akan menikah dengan orang itu.”
Dua hari berlalu.Hari ini adalah pernikahan Rafael, tapi pria itu tak mengatakan apa pun semenjak kejadian itu. Chalista juga selalu menghindar ketika Mayang menyuruhnya untuk kumpul dengan alasan jet lag.Setelah semua anggota keluarga siap, mereka pun berangkat ke hotel tempat acara berlangsung. Untungnya, Chalista tidak perlu semobil dengan Rafael. Jadi, ia tidak perlu pura-pura melupakan kejadian malam itu.Chalista tak tau bagaimana harus mendeskripsikan perasaannya hari ini. Semuanya terasa campur aduk, entah sedih, kecewa, atau bahagia.Prosesi pernikahan berjalan lancar. Rafael sekarang resmi menjadi suami Monika Wardana, putri cantik dari keluarga konglomerat itu. Setelah acara resepsi tersebut, kedua keluarga memutuskan untuk makan malam yang lebih private. Dan sekarang di sinilah Chalista, duduk dengan perasaan terpaksa di seberang Rafael dan Monika, yang tampak seperti raja dan ratu malam itu.‘Bagaimana bisa aku menggantikan Kak Monika yang elegan itu?’ lirih Chalista d
Setelah makan malam yang sangat menguras tenaga itu, Chalista langsung bergegas menuju ke kamar hotel yang telah di pesan untuknya. Dia bersumpah tidak akan ikut lagi jika ada acara keluarga seperti itu. Namun, saat Chalista hendak membuka pintu kamar hotelnya, sebuah suara berat dari pria membuatnya berhenti. “Chalista!”Gadis itu langsung berbalik badan saat suara berat yang agak serak itu memanggilnya. Ia melihat papa angkatnya datang dari arah berlawanan. Bukankah tadi dia di bawah?“Iya, Pa?” jawab Chalista sambil tersenyum, sebisa mungkin menyembunyikan kekhawatirannya.“Ikut saya,” titah Abimanyu tanpa menunggu jawaban Chalista.Pria paruh baya itu langsung berjalan mendahului Chalista, ke sebuah kamar hotel suite yang ada di lantai yang sama. Seorang sekretaris pria menunggu di belakang Chalista, seolah memperingatkannya untuk tidak kabur.Wanita itu meremas ujung kebaya yang dia pakai karena tegang. Ini akan menjadi kali pertamanya dia berbicara dengan papa angkatnya setel
Chalista terkesiap karena tiba-tiba pria itu berbicara santai dengannya.“Saya baik,” jawab Chalista cepat, berusaha tidak terpengaruh.“Kamu tidak perlu berbicara formal denganku jika hanya ada kita berdua,” titah Rafael.“Tidak bisa, Pak. Bagaimana kalau ada yang mendengarnya? Itu pasti akan terdengar tidak sopan.” Chalista masih mempertahankan sikap profesionalnya.Terdengar Rafael mendengus, tapi tidak menanggapi jawaban Chalista tersebut. Pria itu malah melempar pandangan ke laptop di depannya.Aura yang dipancarkan Rafael sangat dominan hingga membuat Chalista merasa terancam. Sejak dulu, Rafael memang sudah dipersiapkan menjadi CEO di perusahaan Adijaya. Namun, kini adalah kali pertamanya Chalista melihat sendiri aura pemimpin yang dipancarkan Rafael.Keheningan ini membuat Chalista canggung. Rafael tidak berbicara lagi setelah itu. Akhirnya, Chalista berinisiatif terlebih dulu, “Jika, Pak Rafael perlu sesuatu, silakan hubungi saya lewat interkom. Permisi, Pak.”Chalista ingin
Chalista beberapa kali memeriksa kalender menstruasinya, memastikan kalau ia tidak salah hitung. Namun, hasilnya tetap sama. Ia sudah telat haid selama dua minggu.“Gak! Gak mungkin!” Chalista komat kamit sepanjang perjalanannya keluar kantor. ‘Ini pasti gara-gara aku stres aja, makanya telat bulan ini,’ gumam Chalista meyakinkan dirinya sendiri. Walaupun dia berusaha berpikir positif, tapi Chalista tetap memutuskan untuk pergi ke apotek di dekat kantornya untuk membuktikan dugaannya salah. Setelah membeli testpack, gadis itu langsung berjalan menuju ke area kantornya dan mencari toilet di lantai 1. Chalista seakan tak bisa tenang memikirkan semuanya jika tak memastikan sekarang. Dengan cepat, ia masuk ke toilet dan memakai testpack itu sesuai petunjuk. Jantungnya berdebar sangat kencang, ditambah kondisinya yang memang tidak fit. Seluruh tubuh Chalista seperti dipukuli dua puluh orang. ‘Kumohon… kumohon… kumohon….’Chalista terus berdoa sambil menunggu hasil testpack itu. Ia ti
“Pak, saya ucapkan selamat, istri anda hamil. Sudah 2 minggu,” ucap dokter itu sambil tersenyum kepada Rafael dan Chalista.Deg!Peluh menetes di wajah Rafael, yang berdiri di samping Chalista yang baru saja sadar dari pingsannya. Seluruh tubuh Rafael rasanya mati rasa saat mendengar ucapan dokter itu.Setelah melihat Chalista pingsan di depan lift, Rafael langsung menggendongnya ke rumah sakit. Adegan itu dilihat beberapa orang karyawan, tapi Rafael tidak peduli. Ia hanya mengkhawatirkan keadaan Chalista, apalagi setelah melihat testpack itu.Ketakutannya menjadi nyata.“Apa?" tanya Rafael memastikan dia tak salah dengar.Dokter itu langsung mengangguk sambil tersenyum. “Benar, Pak. Tapi, kondisi kehamilan istri anda perlu diperhatikan dengan lebih karena sepertinya dia stres akhir-akhir ini dan ini mempengaruhi kondisi janinnya.”Sementara itu, Chalista yang terbaring lemah di brankar rumah sakit hanya menahan tangisnya. Ia melihat Rafael hanya diam, seperti tak tau harus mengucapka
“APA?!” teriak Chalista seketika langsung mendorong dada Rafael dengan kasar. Bagaimana bisa Chalista hanyut dalam keadaan hingga secara tak sadar menangis di pelukan Rafael?Sadar, Cha! Rafael suami orang lain.Rafael terlihat mengangguk yakin dengan ucapannya sebelumnya. “Ayo kita menikah, saya akan bertanggung jawab."Rasanya hati Chalista diremas-remas karena melihat Rafael seperti ini. Seumur Chalista menjadi adik Rafael hingga hampir 10 tahun tak pernah sekalipun Chalista melihat kakaknya ini hampir menangis di hidupnya.Ya, Rafael terkenal dengan sifat dingin dan tak punya perasaannya, bahkan sangat jarang berekspresi. Tapi kini, pria itu benar-benar hampir menangis di hadapan Chalista.Tangisnya langsung pecah. “Apa maksudmu, Raf…. Bagaimana kita bisa menikah hah? Kau sudah punya istri, sadarlah!” bentak Chalista sambil menjambak rambutnya frustasi.Gadis itu memegang ujung brankar agar dia bisa berdiri dengan seimbang karena keadaannya sangat lemah saat ini.Rafael dengan sig
“Huek……”“Cha, kamu kenapa sayang?” panik Mayang sata menyadari putrinya terlihat sangat pucat. “Cha, kamu sakit? Ini minum dulu,” ucapnya sambil menyodorkan air putih.Chalista mengangguk lemah. “Iya, Ma. Aku sering begadang akhir-akhir ini kerjaan banyak,” bohong Chalista dengan nada yang sangat mencurigakan.“Kok mual-mual, Cha? Kamu punya asam lambung, ya?”Pertanyaan Mayang membuat Chalista gelagapan saat menjawabnya. “Hm….iya, Ma. Karena akhir-akhir ini makannya gak teratur juga,” jawab Chalista seadanya jantungnya sudah berdebar kencang sejak tadi.Sementara itu, Chalista dapat melihat Abimanyu sudah menatap tajam ke arahnya sejak tadi. Sementara Rafael terlihat duduk dengan posisi tak nyaman. Untung saja hari ini Monika tidak ikut sarapan di meja makan karena dia ada jadwal pemotretan dan harus berangkat pagi-pagi.“Raf! Kok bisa adik kamu sampai kayak gini, sih? Udah mama bilang biarin aja orang kantor tau kalau Chalista adik kamu biar dia gak sampai kayak gini,” geram Mayang
“Cha? Kemana aja kemarin kok kamu gak ngantor? Masih sakit ya?” Chalista langsung dihujam pertanyaan oleh Sonya ketika sudah sampai di kantor.Chalista yang melihat sahabatnya khawatir langsung memeluknya dengan erat. Hanya Sonya teman satu-satunya yang Chalista punya sejak di kuliah di Amerika hingga sekarang dan tak ada yang berubah sama sekali dengan hubungan mereka.“Hey, kenapa? Ada masalah?” panik Sonya ketika Chalista tiba-tiba memeluknya.Gadis itu langsung mengangguk. “Enggak, capek aja,” jawabnya sambil tertawa hambar. Saat mendengar itu Sonya langsung menatap temannya itu. “Cha, denger. Kamu itu udah dinobatkan menjadi sekretaris paling lamanya Pak Rafael tau gak, masa kamu mau nyerah tengah jalan, sih?” ucap Sonya menyemangati Chalista. Mungkin Sonya mengira Chalista capek karena dibebankan banyak tugas oleh bosnya, Rafael. Asal Sonya tau, ada beban yang lebih berat yang diberikan Rafael kepadanya selain pekerjaan, yaitu mengandung anaknya.Tapi, apa benar hanya Chalista y