Hallo semuanya, terimasih sudah berkunjung jangan lupa rate bintang 5 untuk Chalista yaaa agar author semangat update. Terimakasih
“Argghhh kenapa jadi seperti ini…Sayang sadarlah!” pekik Rafael sambil mengangkat tubuh Chalista yang tak sadarkan diri menuju ke mobilnya yang berhenti tak jauh dari sana.Rafael benar-benar tak paham apa yang terjadi saat ini, tapi pikirannya saat ini hanya fokus bagaimana caranya membawa Chalista menuju ke rumah sakit secepatnya.Dengan gerakan panik dan cepat, Rafael langsung menaruh tubuh lemas Chalista di kursi depan tepat di sampingnya dan memakaikan sabuk pengaman untuknya.Rafael berlari menuju ke kursi kemudi, dan pria itu langsung mengemudikan mobilnya denga cepat menuju ke rumah sakit terdekat.“Sial, apa ada rumah sakit di sekitar sini?” gumam Rafael saat dia melihat betapa sepinya daerah di sini karena memang villanya ada di daerah pegunungan yang tentunya jauh dari kota.Beberapa kali Rafael mengumpat pelan saat dia merasa panik karena firasatnya sepertinya benar taka da rumah sakit yang dekat di sini,
“Kenapa, sayang? Jangan membuatku khawatir,” tanya Rafael saat melihat wajah syok Chalista yang membuatnya khawatir karena biasanya Chalista tidak membuat ekspresi seperti itu.“Hey..kenapa malah melamun, sih?” tanya Rafael sambil menyentuh bahu Chalista membuat lamunannya sontak buyar. Wanita itu terkejut sambil melamun.“Raf…jadi kemarin pas kamu liat aku di jalan itu kamu dateng dari luar, Raf?” tanya Chalista terlihat sangat penasaran sebenarnya apa yang terjadi.Rafael langsung mengangguk. “Aku hanya masuk sebentar lalu keluar lagi karena melihat mama sudah pergi.” Ucapan Rafael semakin membuat ekspresi kebingugan Chalista kentara sekali. “Sayang..aku sungguh minta maaf, aku…aku emosi karena mendengar ucapan mama mengatakan kau membiarkan Abian masuk ke kamarmu, karena itu aku marah dan langsung masuk ke kamar Monika, sungguh aku tidak melakukan apa-apa dengannya, percayalah,” lirih Rafael dengan wajah lelahnya. Terlihat sekali betapa khawatir Rafael saat ini dan Chalista dapat m
“Hanya itu, aku langsung keluar hendak mecari udara segar waktu itu saat aku pulang, aku sudah menemukanmu terkapar di tengah jalan. Aku sungguh sangat kahwatir, sayang,” lirih Rafael dengan penuh ketulusan dari wajahnya.Sementara itu Chalista semakin yakin ada sesuatu aneh yang terjadi. Pikirannya tenggelam dalam asumsinya sendiri karena awalnya dia pikir Rafael sudah jatuh dijebakan wanita licik itu karena suara desahan itu tapi ternyata pria yang bersama Monika di dalam itu bukan Rafael.Ini sungguh sangat mengejutkan bagi Chalista. Apa jangan-jangan…..Chalista mendadak merinding dibuatnya, dia berpikir apa mungkin selungkuhan Monika itu dari bali? Atau lebih spesifiknya ada di villa itu? Ya, hanya itu kemungkinan yang dapat dia pikirkan.Hanya ada 3 pria di villa itu, Abimanyu, Rafael dan Abian, dan Abian pun sudah pergi sejak tadi dan Rafael sudah menjelaskan semuanya. Dan tidak mungkin orang itu Abimanyu, papanya. Selain itu, apa mungkin penghuni villa?Argh! Chalista sungguh
“Iya, halo Ma, kenapa?” Rafael terdengar berbicara dengan Mayang melalui telpon. Wajahnya terlihat masih tenang saat Chalista sudah pucat pasi dan kahwatir setengah mati.Rafael menghidupkan speaker agar Chalista juga bisa mendengarnya. “Kenapa gimana, mama yang harusnya nanya kamu kenapa pagi-pagi buta udah hilang hah? Dimana kamu sekarang?” tanya Mayang dengan nada marah.Chalista seketika meremas selimut rumah sakit yang menyelimutinya itu dengan erat. Sial, bagaimana ini? Di saat saat genting seperti ini Chalista sungguh tak bisa memikirkan apapun.“Rafa nyari kopi di indomaret lumayan jauh dari villa,” bohongnya membuat Chalista semakin tegang. Bagaimana ini? Dia takut Mayang tau dirinya juga ikut hilang.“Kok bisaa Monika kamu tinggal sih, Raf,” bentak Mayang terdengaar dari seberang sana kalau dia sedang kesal.Mamanya itu memang terlihat sekali sedang gencar gencarnya mendekatkan Rafael dan Monika, apalagi semenjak mereka menikah. Dan Chalista tak tau apa saja yang sudah Mayan
“Cepet bukain, katanya kamu maksa tadi, kan kenapa bengong sekarang?” Chalista berkata pada Rafael yang terdiam saat ia hendak membuka kancing baju atas baju rumah sakit Chalista. Bukannya melepaskan kancingnya satu pertsatu dari atas pria itu malah bengong dan terdiam di kacing paling atas tidak melakukan apa-apa membuat Chalista kesal menunggunya.Bukannya membukanya, Rafael malah berhenti memegang kancing itu dan malah memegang pundak Chalista dengan tatapan lembut. “Aku bakal lihat itu semua nanti setelah kita sah.” Hanya itu yang pria itu ucapkan sebelum meninggalkan Chalista sendirian di ruangan itu dengan senyuman hangat.Setelah Rafael pergi, Chalista buru-buru mengganti pakaiannya karena kini Mayang memenuhi pikirannya, Chalista sungguh takut mamanya itu curiga dengannya.“Aduh…gak ada cermin ya di sini?” kesal wanita itu saat dia melihat sekeliling hanya ruangan rumah sakit biasa tidak mungkin ada cermin
“Raf, kamu bilang apa tadi sama tante Miranda? Nanti kamu harus bilang juga sama mama, ya soalnya tante sering ngadu-ngadu ke mama kalau kamu gak bilang bisa-bisa mama curiga,” ucap Chalista ketika Rafael sudah masuk ke dalam mobil menyusulnya.Aroma parfum pria itu sudah memenuhi indra penciuman Chalista, entah kenapa semenjak hamil dia menjadi snagat sensitif dengan bau, tapi untungnya kini dia sudah suka aroma parfum Rafael.Pria tampan itu terlihat mengangguk sambil memakaikan seatbelt pada Chalista, kemudian untuk dirinya.“Bisa-bisanya aku lupa dia bekerja di sini, karena kemarin aku panik membawamu. Tapi, untung saja tadi kamu cepat bersembunyi,” ucap Rafael sambil menoleh dan tersenyum lembut kea rah wanita itu.“Kamu, ih! Masih bisa senyum, tadi hampir aja, tau. Kamu kan tau kalau tante Miranda gak suka sama aku,” jelas Chalista karena dia heran kenapa Rafael bisa tersenyum.Pria itu menjalankan mobilnya membelah area disekitaran dengan pemandangan yang sangat asri. “Jangan p
“S-siapa....” Chalista menegang ketika melihat siluet seorang yang tertimpa cahaya bulan di pojok kamarnya. Suaranya gemetar tanpa bisa ditahan.Wanita berusia 23 tahun itu baru saja pulang dari Indonesia malam ini dan langsung masuk ke dalam kamarnya di lantai 3 untuk merebahkan diri. Ia tidak peduli dengan lampu kamar yang tidak mau menyala.Namun, apa yang ada di kamarnya itu? Hantu? Atau pencuri?Ting!Chalista semakin menegang ketika mendengar suara dentingan gelas, atau botol? Yang jelas, itu suara benda terbuat dari kaca. Napas berat seseorang pun terdengar samar-samar.Dengan gerakan cepat, Chalista hendak berlari keluar ruangan dan berteriak sekencang mungkin, tapi dirinya terlambat. Sosok itu, yang diketahui Chalista sebagai seorang pria, sudah menarik tangannya lebih dulu.“Tol—"Brak!“AKHH!!!”Pria itu menghimpit Chalista tepat di ambang pintu hingga pintu itu tertutup rapat kembali. Napas gadis itu menjadi tidak teratur dan jantungnya hampir copot.“Akhirnya kamu datang,
“Raf, kamu di dalem, kan? Udah siang, bangun!” mamanya kembali memanggil dari balik pintu. “Kamu harus fitting baju sama Monika hari ini, inget kan?”Rafael menoleh ke arah Chalista sejenak.“Kamu tunggu dulu, jangan ke mana-mana,” Rafael berucap sambil memakai bajunya yang berserakan di lantai. “Kita akan membahas ini lagi setelah aku mengurus Mama. Aku janji.”Saat Rafael berjalan menuju pintu, saat itulah Chalista melihat noda darah di kasur berseprai abu-abu milik Rafael. Itu… darah keperawanannya.‘Aku benar-benar sudah dinodai kakak angkatku sendiri… terlebih dia yang memaksaku.’ Chalista menutup mulutnya sambil terisak, khawatir sang mama mendengar suaranya dari luar.“KAMU MABUK LAGI, IYA KAN?!” suara bentakan khas Mayang, mama tirinya terdengar sampai ke dalam kamar. “Sudah berapa kali Mama bilang, berhenti melakukan kebiasaan buruk kamu itu!”Calista kembali menegang, takut tiba-tiba wanita paruh baya itu menerobos masuk ke dalam. Namun, mendengar suara tenang Rafael setelah