“Cepet bukain, katanya kamu maksa tadi, kan kenapa bengong sekarang?” Chalista berkata pada Rafael yang terdiam saat ia hendak membuka kancing baju atas baju rumah sakit Chalista. Bukannya melepaskan kancingnya satu pertsatu dari atas pria itu malah bengong dan terdiam di kacing paling atas tidak melakukan apa-apa membuat Chalista kesal menunggunya.Bukannya membukanya, Rafael malah berhenti memegang kancing itu dan malah memegang pundak Chalista dengan tatapan lembut. “Aku bakal lihat itu semua nanti setelah kita sah.” Hanya itu yang pria itu ucapkan sebelum meninggalkan Chalista sendirian di ruangan itu dengan senyuman hangat.Setelah Rafael pergi, Chalista buru-buru mengganti pakaiannya karena kini Mayang memenuhi pikirannya, Chalista sungguh takut mamanya itu curiga dengannya.“Aduh…gak ada cermin ya di sini?” kesal wanita itu saat dia melihat sekeliling hanya ruangan rumah sakit biasa tidak mungkin ada cermin
“Raf, kamu bilang apa tadi sama tante Miranda? Nanti kamu harus bilang juga sama mama, ya soalnya tante sering ngadu-ngadu ke mama kalau kamu gak bilang bisa-bisa mama curiga,” ucap Chalista ketika Rafael sudah masuk ke dalam mobil menyusulnya.Aroma parfum pria itu sudah memenuhi indra penciuman Chalista, entah kenapa semenjak hamil dia menjadi snagat sensitif dengan bau, tapi untungnya kini dia sudah suka aroma parfum Rafael.Pria tampan itu terlihat mengangguk sambil memakaikan seatbelt pada Chalista, kemudian untuk dirinya.“Bisa-bisanya aku lupa dia bekerja di sini, karena kemarin aku panik membawamu. Tapi, untung saja tadi kamu cepat bersembunyi,” ucap Rafael sambil menoleh dan tersenyum lembut kea rah wanita itu.“Kamu, ih! Masih bisa senyum, tadi hampir aja, tau. Kamu kan tau kalau tante Miranda gak suka sama aku,” jelas Chalista karena dia heran kenapa Rafael bisa tersenyum.Pria itu menjalankan mobilnya membelah area disekitaran dengan pemandangan yang sangat asri. “Jangan p
Chalista seketika gugup saat semua orang menatapnya dengan tatapan aneh dan curiga. “Oh…hm engak Ma, tadi pagi Abian langsung pergi katanya ada penerbangan mendadak,” jawab Chalista cepat membuat mamanya langsung manggut-manggut karena Mayang mengira Chalista masih tidur bersama Abian oleh karena itulah Mayang tak berani masuk dan mengganggu anaknya itu berduaan dengan pewaris kaya raya itu.Sementara itu, pandangan Chalista yang melihat ke arah Monika yang terlihat begitu senang pagi ini. Wajahnya berseri sambil menatap sinis kea rah Chalista. Perasaannya menjadi aneh. Chalista kemudian berpikir, apa mungkin Monika mengira dia melakukannya bersama Rafael?“Cha…berarti kamu tadi habis nganter Abian?” tanya Mayang langsung dibalas anggukan oleh Chalista.“Iya, Ma abis itu aku langsung jalan jalan di sekitar sana bagus banget pemandangannya,” ucapnya sambil tersenyum kikuk karena Abimanyu menatapnya dengan tajam. S
Sore hari setelah mereka bersama-sama menghabiskan waktu di pantai, semuanya memutuskan untuk pulang ke villa karena hari sudah mau menggelap. Seharian ini mereka semua pergi berenang di pantai yang jaraknya sangat jauh dari villa yang memang ada di daerah pegunungan.Hal yang membuat Chalista gemas sekaligus khawatir adalah tingkah Rafael. Pria itu seakan-akan sengaja menunjukkan kalau mereka memiliki hubungan spesial di depan Abian dan itu membuat Chalista sedikit takut karena Abian sudah menaruh curiga pada mereka berdua.Seperti sekarang ini, keduanya masalah ribut hanya kerena ingin membawa tas Chalista yang memang berisi banyak barang.“Ada, apa Rafael? Kenapa kau selalu ikut campur urusan adikmu, hm? Apa kau ayahnya?” sinis Abian karena sejak tadi Rafael lebih perhatian dengan Chalista ketimbang istrinya sendiri.Mendengar itu Rafael seketika langsung melepaskan pegangan eratnya pada tas Chalista. Pria itu merasa snagat panas rasanya se
“S-siapa....” Chalista menegang ketika melihat siluet seorang yang tertimpa cahaya bulan di pojok kamarnya. Suaranya gemetar tanpa bisa ditahan.Wanita berusia 23 tahun itu baru saja pulang dari Indonesia malam ini dan langsung masuk ke dalam kamarnya di lantai 3 untuk merebahkan diri. Ia tidak peduli dengan lampu kamar yang tidak mau menyala.Namun, apa yang ada di kamarnya itu? Hantu? Atau pencuri?Ting!Chalista semakin menegang ketika mendengar suara dentingan gelas, atau botol? Yang jelas, itu suara benda terbuat dari kaca. Napas berat seseorang pun terdengar samar-samar.Dengan gerakan cepat, Chalista hendak berlari keluar ruangan dan berteriak sekencang mungkin, tapi dirinya terlambat. Sosok itu, yang diketahui Chalista sebagai seorang pria, sudah menarik tangannya lebih dulu.“Tol—"Brak!“AKHH!!!”Pria itu menghimpit Chalista tepat di ambang pintu hingga pintu itu tertutup rapat kembali. Napas gadis itu menjadi tidak teratur dan jantungnya hampir copot.“Akhirnya kamu datang,
“Raf, kamu di dalem, kan? Udah siang, bangun!” mamanya kembali memanggil dari balik pintu. “Kamu harus fitting baju sama Monika hari ini, inget kan?”Rafael menoleh ke arah Chalista sejenak.“Kamu tunggu dulu, jangan ke mana-mana,” Rafael berucap sambil memakai bajunya yang berserakan di lantai. “Kita akan membahas ini lagi setelah aku mengurus Mama. Aku janji.”Saat Rafael berjalan menuju pintu, saat itulah Chalista melihat noda darah di kasur berseprai abu-abu milik Rafael. Itu… darah keperawanannya.‘Aku benar-benar sudah dinodai kakak angkatku sendiri… terlebih dia yang memaksaku.’ Chalista menutup mulutnya sambil terisak, khawatir sang mama mendengar suaranya dari luar.“KAMU MABUK LAGI, IYA KAN?!” suara bentakan khas Mayang, mama tirinya terdengar sampai ke dalam kamar. “Sudah berapa kali Mama bilang, berhenti melakukan kebiasaan buruk kamu itu!”Calista kembali menegang, takut tiba-tiba wanita paruh baya itu menerobos masuk ke dalam. Namun, mendengar suara tenang Rafael setelah
Dua hari berlalu.Hari ini adalah pernikahan Rafael, tapi pria itu tak mengatakan apa pun semenjak kejadian itu. Chalista juga selalu menghindar ketika Mayang menyuruhnya untuk kumpul dengan alasan jet lag.Setelah semua anggota keluarga siap, mereka pun berangkat ke hotel tempat acara berlangsung. Untungnya, Chalista tidak perlu semobil dengan Rafael. Jadi, ia tidak perlu pura-pura melupakan kejadian malam itu.Chalista tak tau bagaimana harus mendeskripsikan perasaannya hari ini. Semuanya terasa campur aduk, entah sedih, kecewa, atau bahagia.Prosesi pernikahan berjalan lancar. Rafael sekarang resmi menjadi suami Monika Wardana, putri cantik dari keluarga konglomerat itu. Setelah acara resepsi tersebut, kedua keluarga memutuskan untuk makan malam yang lebih private. Dan sekarang di sinilah Chalista, duduk dengan perasaan terpaksa di seberang Rafael dan Monika, yang tampak seperti raja dan ratu malam itu.‘Bagaimana bisa aku menggantikan Kak Monika yang elegan itu?’ lirih Chalista d
Setelah makan malam yang sangat menguras tenaga itu, Chalista langsung bergegas menuju ke kamar hotel yang telah di pesan untuknya. Dia bersumpah tidak akan ikut lagi jika ada acara keluarga seperti itu. Namun, saat Chalista hendak membuka pintu kamar hotelnya, sebuah suara berat dari pria membuatnya berhenti. “Chalista!”Gadis itu langsung berbalik badan saat suara berat yang agak serak itu memanggilnya. Ia melihat papa angkatnya datang dari arah berlawanan. Bukankah tadi dia di bawah?“Iya, Pa?” jawab Chalista sambil tersenyum, sebisa mungkin menyembunyikan kekhawatirannya.“Ikut saya,” titah Abimanyu tanpa menunggu jawaban Chalista.Pria paruh baya itu langsung berjalan mendahului Chalista, ke sebuah kamar hotel suite yang ada di lantai yang sama. Seorang sekretaris pria menunggu di belakang Chalista, seolah memperingatkannya untuk tidak kabur.Wanita itu meremas ujung kebaya yang dia pakai karena tegang. Ini akan menjadi kali pertamanya dia berbicara dengan papa angkatnya setel