Air mata langsung turun membasahi pipinya seperti aliran sungai. Seumur hidup Chalista tak pernah merasa seputus asa ini sebelumnya, dia benar-benar menangis sesenggukan di sana tanpa ada yang mendengar dan peduli.“Aku gagal, aku gagal!” ucapnya di tengah tangisnya, memikirkan Rafael akan menganggapnya seperti pengkhianat membuat Chalista ingin mati saja rasanya.Ditambah, dia tau betul rencana yang Monika buat, dan kini Rafael pasti sudah kembali ke kamarnya dan berhasil jatuh di jebakan Monika. Hal itu membuat Chalista semakin menangis sejadi-jadinya.“Aku tidak bisa menyelamatkannya!” lirih Chalista, kemudian dia teringat bayi yang ada di dalam perutnya ini. “Ahh bagaimana sekarang,” lirih wanita itu sambil menatap air kolam dengan pandangan yang kosong.Kini bayinya ini tak akan punya masa depan karena Rafael pasti akan meninggalkannya, stau-satunya harapannya kini sudah beralih salah paham padanya dan Chalista tak
“Apa itu Kak Monika?” tanya Chalista hati-hati. Ia memperhatikan setiap inci perubahan wajah Rafael, apa pria di depannya ini terlihat bahagia atau malah sebaliknya? Karena sejujurnya Chalista merasa sangat insecure dengan kakak iparnya itu mengingat dia adalah seorang model terkenal. Kadang Chalista bingung apa yang Rafael lihat dari dirinya sehingga dia mengabaikan istrinya sendiri yang begitu cantik dan seksi itu.Rafael terlihat cukup tidak nyaman dengan panggilan itu terbukti dari wajahnya yang langsung berubah menjadi tajam dari sebelumnya melembut saat memeluk Chalista dan hal itu berhasil membuat rasa khawatirnya sedikit mereda, setidaknya ia bisa mepercayai Rafael.“Iya, dia terus menelponku sejak tadi aku menunggumu di sini, aku berbohong mengatakan aku ada telpon bisnis yang penting,” jawab Rafael dengan nada yang cukup terdengar kesal, biasanya Chalista sering mendengar nada suara Rafael ini ketika di kantor. Karena sudah hampir sebulan menjadi pendamping pria tampan ini,
“Raf, hey!” Mayang terdengar memanggil sambil melambaikan tangannya saat melihat dari kejauhan seperti putranya yang ada di sana.Chalista sudah berjongkok tepat di kedua kaki Rafael dan pria itu berpura-pura menelpon. Keduanya berada di dekat kolam ikan yang ada di bagian bawah villa itu semetara Mayang ada di bagian atas yang setara dengan semua kamar villa itu, jadi Mayang tidak secara langsung melihat keduanya, hanya Rafael yang Mayang lihat karena Chalista tidak terkena sorot cahaya lampu dari atas.“Cha, berjalan sambil berjongkok ke arah sana bersembunyilah!” Rafael berucap tanpa menoleh ke arah Chalista yang masih berjongkok di bawah, diantara kedua kakinya.“Cepat!” titahnya lagi membuat Chalista terpaksa menurutinya karena dia tak punya pilihan, bisa gawat jika mamanya melihat keduanya di tempat sepi ini larut malam seperti ini.Dengan perlahan, Chalista berjongkok sambil berjalan seperti seorang pencuri
Ancaman Mayang sukses membuat Rafael berhenti. Pria itu hendak pergi meninggalkan mamanya di sana tapi kini dia terlihat menghentikan langkahnya dan itu membuat Mayang tersenyum penuh arti karena sepertinya ancamannya berhasil memengaruhi Rafael.Rafael berbalik. “Mencabut posisiku sebagai CEO?” ucap Rafael dengan nada yang sangat dingin, entah niatnya bertanya atau sekedar berucap tapi sangat kentara nada kesal pria itu saat mengucapkannya.Mayang langsung berkacak pinggang. “Iya! Kenapa? Kamu pikir mama gak punya hak di perusahaan kita? Ingat, ya Rafael saham keluarga mama 50% di perusahaan itu jika kamu lupa,” ujar Mayang membuat keadaan menjadi semakin serius.“Ada apa mala mini sampai mama mengancamku hanya untuk memastikan aku tidur dengannya?” Pertanyaan menyelidik Rafael membuat Mayang gelagapan dengan jawabannya.Dari melihat tingkah Mayang saja sudah membuat Rafael curiga ada yang tidak beres dengan semuanya.
Chalista dengan hati-hati berjalan dengan berjongkok ketika Rafael dan mamanya sudah berjalan menjauh. “Cha! Ini semua salahmu!” ucapnya pada dirinya sendiri. Dari arah sini Chalista dapat melihat Mayang benar-benar mengawasi Rafael hingga pria itu benar-benar masuk ke kamarnya.Chalista sangat yakin, Rafael benar-benar tak ingin tidur bersama Monika malam ini tapi ia terpaksa mengatakannya agar Mayang tidak mengecek ke semak-semak dan memuat Chalista tertangkap basah.Jika seperti ini, ia benar-benar menggali lubang untuk dirinya sendiri. Padahal, Chalista berusaha agar Rafael tidak tidur bersama Monika malam ini karena ia yakin Monika sudah menyiapkan rencana licik untuk menjebak Rafael.“Apa yang kamu tunggu, sana masuk!” ujar Mayang sambil melipat tangannya di depan dadanya tepat di depan villa Rafael dan Monika. Chalista dapat melihat dan mendengarnya smaar-samar dari arah bawah tempat dia berada.Chalista meringis dalam hatin
“Ahhh….kau sangat kuat…akhhh aku mau keluar….” Suara itu semakin kencang membuat Chalista benar-benar mematung seperti patung di sana.“Tidak! Tidak! Itu bukan Rafael….tak mungkin itu Rafael!” ucapnya sambil menggelengkan kepala seperti tak bisa memproses keadan yang terjadi.“Ahhhh Rafael bagush akhh teruskan.” Desahan Monika kembali terdengar dari dalam sana membuat keadaan Chalista semakin tak karuan.Dia mengepalkan tangannya sambil mengigit bibirnya. “Akhhhh sayanggg kau nikmat sekali..akhhh aku akan keluar.”Deg!Suara pria yang samar-sanar ia dengar membuat jatung Chalista hampir copot saat itu juga. Siapa lagi yang masuk di kamar Monika? Sudah jelas tadi Chalista melihat Rafael masuk di sana tidak salah lagi, itu pasti Rafael yang bersama Monika.“Akhh…akhirnya….aku bisa menyentuhmu setelah sekian lama. Monika, kau selalu nikmat.” Suara itu membuat Chalista semakin membeku. Keadannya saat ini sudah tak bisa dikatakan lagi. Dia mati rasa, bukan karena Rafael tapi karena harapann
“Argghhh kenapa jadi seperti ini…Sayang sadarlah!” pekik Rafael sambil mengangkat tubuh Chalista yang tak sadarkan diri menuju ke mobilnya yang berhenti tak jauh dari sana.Rafael benar-benar tak paham apa yang terjadi saat ini, tapi pikirannya saat ini hanya fokus bagaimana caranya membawa Chalista menuju ke rumah sakit secepatnya.Dengan gerakan panik dan cepat, Rafael langsung menaruh tubuh lemas Chalista di kursi depan tepat di sampingnya dan memakaikan sabuk pengaman untuknya.Rafael berlari menuju ke kursi kemudi, dan pria itu langsung mengemudikan mobilnya denga cepat menuju ke rumah sakit terdekat.“Sial, apa ada rumah sakit di sekitar sini?” gumam Rafael saat dia melihat betapa sepinya daerah di sini karena memang villanya ada di daerah pegunungan yang tentunya jauh dari kota.Beberapa kali Rafael mengumpat pelan saat dia merasa panik karena firasatnya sepertinya benar taka da rumah sakit yang dekat di sini,
“Kenapa, sayang? Jangan membuatku khawatir,” tanya Rafael saat melihat wajah syok Chalista yang membuatnya khawatir karena biasanya Chalista tidak membuat ekspresi seperti itu.“Hey..kenapa malah melamun, sih?” tanya Rafael sambil menyentuh bahu Chalista membuat lamunannya sontak buyar. Wanita itu terkejut sambil melamun.“Raf…jadi kemarin pas kamu liat aku di jalan itu kamu dateng dari luar, Raf?” tanya Chalista terlihat sangat penasaran sebenarnya apa yang terjadi.Rafael langsung mengangguk. “Aku hanya masuk sebentar lalu keluar lagi karena melihat mama sudah pergi.” Ucapan Rafael semakin membuat ekspresi kebingugan Chalista kentara sekali. “Sayang..aku sungguh minta maaf, aku…aku emosi karena mendengar ucapan mama mengatakan kau membiarkan Abian masuk ke kamarmu, karena itu aku marah dan langsung masuk ke kamar Monika, sungguh aku tidak melakukan apa-apa dengannya, percayalah,” lirih Rafael dengan wajah lelahnya. Terlihat sekali betapa khawatir Rafael saat ini dan Chalista dapat m