Selamat pagi, teman-teman! ♡ Selamat hari Senin~
~Galang~Aku tidak mengerti apa yang menyebabkan dia bisa menjadi manajer di perusahaan tempat Fay bekerja. Beberapa hari yang lalu dia datang menemui aku dengan klienku. Kemudian muncul di gedung kantorku. Apa hubungan dia selanjutnya dengan perusahaan milik orang yang pernah menjadi klienku itu? Apa semua pemilik usaha yang punya divisi desain grafis adalah kenalannya?Namun aku menyampingkan hal itu dan menghibur Fay yang pasti sedang sedih. Selama kami pergi berlibur dengan keluargaku, dia telah menggunakan semua waktu luangnya untuk membaca berkas yang membosankan itu. Aku tahu dia selalu serius mengerjakan hal yang dipercayakan kepadanya.Lalu tega sekali mereka memilih orang lain di luar peserta yang mengikuti seleksi sebagai manajer. Fay bisa memimpin, bahkan dengan sangat baik karena dia orang yang tegas. Di sisi lain, dia juga bisa mengayomi anggota yang punya kekurangan. Hanya mulutnya saja yang kadang kelewatan. Hatinya baik dan mudah tersentuh.“Percayalah kepadaku. Hal y
Kamar itu tidak gelap, tetapi tirai masih tertutup rapat. Aku menoleh ke arah ranjang dan melihat dia sedang duduk bersandar di kepala tempat tidur. Melihat matanya masih terpejam, aku tahu dia tidur. Lampu meja di nakasnya menyala. Setahuku dia selalu tidur tanpa cahaya. Aku membuka tirainya terlebih dahulu. Dia tidak terbangun dengan sinar matahari, maka aku harus membangunkannya sendiri. Aku memadamkan lampu dan duduk di sisinya. “Fay, bangun.” Aku mengguncang-guncang tangannya. Dia mulai bergerak. “Sudah pagi. Ayo, bangun. Kita bisa terlambat ke tempat kerja.” Dia mendorong aku, lalu membaringkan tubuhnya. “Fay, apa kamu tidak dengar? Sudah pagi. Kamu harus bangun sekarang. Ayo, cepat.” Aku menarik tangan kirinya dan dia pun membuka matanya. “Galang?” Dia menatap aku dengan heran. Tiba-tiba saja dia memeluk aku dan melihat ke sekitarnya dengan takut. “Syukurlah, sudah pagi. Semuanya sudah berlalu.” “Apanya yang sudah berlalu?” tanyaku bingung. “Ah, tidak. Kita bisa bicarakan i
Sebentar saja, aku kembali ke apartemen. Fay sudah selesai makan dan siap untuk berangkat. Dia sudah memasukkan sarapan bagianku ke sebuah kotak makanan. Aku tersenyum menerimanya. Setelah mengantarnya ke tempat kerja dan menciumnya, aku pun ke kantor. Aku menyelesaikan pekerjaan sebaik dan secepat mungkin sebelum konsentrasiku buyar. Ketika tidak ada hal yang bisa aku lakukan, aku membuka peramban dan memilih salah satu lomba yang baru saja diumumkan dan memperhatikan setiap syaratnya sebelum memutuskan untuk ikut serta. Kegiatanku itu cukup untuk membuat aku melupakan apa yang aku lihat pada rekaman CCTV di ruang keamanan pagi tadi. Merasakan perutku berulah, aku menuju toilet dan menyegarkan diri. Aku terpaksa singgah ke apotek untuk membantu mengurangi rasa mualku. “Apa yang terjadi?” tanyaku kepada Fay. Dia menunggu aku di halte, tidak seperti kebiasaannya. Namun melihat keadaan pekarangan kantornya, aku mengerti. “Mereka protes dengan dipilihnya Trici sebagai manajer,” jawabn
~Fayola~Gila. Aku sampai tertidur dalam keadaan duduk. Yang paling parah, aku terlambat bangun! Aku tidak mau mendapat masalah di tempat kerja dengan manajer baru itu. Jadi, aku bergegas mandi dan meringis melihat kondisi bahu kiriku.Tidak punya waktu untuk mengurusnya, aku segera mandi, berpakaian, dan menuju ruang makan. Galang terlihat santai dan segar, apa hanya aku yang ketakutan semalaman? Aku melihat ke sekitar kami. Keadaan apartemen normal saja seperti biasanya. Lalu apa yang terjadi pada malam hari?Aku tidak bisa menahan diri lagi ketika dia menekan bagian tubuhku yang sakit itu. Benar saja. Dia bersikap berlebihan dengan memeriksa keadaan pundakku yang memar. Tidak cukup sampai di situ, dia mengolesinya dengan gel yang terasa sejuk di kulitku.“Kita benar-benar akan terlambat, Lang,” kataku, mencoba mengalihkan rasa tidak nyaman akibat tiupan napasnya pada kulitku. Jaraknya dekat sekali dengan dada kiriku. Bagaimana kalau dia sampai mendengar detak jantungku?“Kalau kamu
“Pasti hantunya sudah pergi dari rumah, makanya wajah kamu kembali sesegar biasanya.” Nidya merangkul lenganku saat kami memasuki lobi bersama.“Bukan hantu. Tangan Galang terluka pagi ini. Sepertinya ada penjahat yang masuk ke apartemen, lalu dia memukulnya dengan tinjunya.” Mati aku. Mengapa aku keceplosan memberi tahu Nidya tentang masalah kami?“Oh, ya? Itu berbahaya sekali! Apa tidak ada sekuriti di gedung itu? Mengapa mereka tidak bekerja dengan baik mengawasi setiap apartemen pada waktu penghuninya tidur?” tanyanya khawatir.Benar juga. Sudah berhari-hari ada masalah di apartemen kami. Jika benar ada orang yang masuk tanpa izin, mengapa para petugas yang mengawasi CCTV tidak melakukan tindakan apa pun? Galang sampai harus menangani masalah itu sendiri.“Galang pasti sudah bicara dengan mereka. Yang penting, keadaan sudah damai lagi.” Aku sengaja menutup pembicaraan agar tidak semakin keceplosan.“Bagus. Jangan lupa, besok anakku ultah. Tante kesayangannya harus memberikan kado
Setelah berbincang dengan serius mengenai perusahaan, mereka kembali kepada suami mereka. Para pria itu membutuhkan bantuan, karena anak-anak mereka meminta sesuatu yang tidak bisa mereka berikan. Aku tersenyum melihatnya.Aku duduk di sisi Galang. Dia memberikan sebotol minuman kepadaku. Percakapan tadi mampu mengalihkan pikiranku dari banyaknya anak-anak di tempat ini. Tidak seperti saat di Bali, di mana aku tidak bisa mengendalikan emosiku lagi.“Tante!” sapa Ezio. “Mama memanggil. Ayo!” Dia menarik tanganku, maka aku mengikutinya. Aku menoleh ke Galang. Dia mengangguk pelan.Nidya meminta aku untuk membawakan baki berisi pisau dan beberapa piring kecil, sedangkan dia mendorong troli berisi kue ulang tahun yang sangat besar bergambar tokoh kartun kesukaan Ezio. Semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun.Dia meniup lilin dan memotong kue dengan bantuan mamanya. Orang pertama yang mendapatkan potongannya adalah sahabatku itu, lalu papanya. Dia memberikan kue ketika kepada adi
Aku menggeleng pelan melihat Mama begitu antusias menyambut tamu undangannya. Padahal itu adalah bel dari lobi. Butuh izin penghuni untuk menerima tamu dari luar. Galang sengaja membuat peraturan sekalipun keluarga kami yang datang, sekuriti harus meminta izinnya. Siapa tahu ada yang berpura-pura menjadi keluarga kami.Mama mendekati konter dan menyiapkan teh dalam teko. Dia membawanya pada baki ke meja depan sofa. Kemudian dia kembali dan mengambil keranjang berisi beberapa bungkus roti. Siapa tamu yang dia undang untuk datang ke sini?Ketika Galang kembali bersama dua orang yang dinanti itu, aku tertawa kecil. Apalagi Mama segera menarik tangan Bunda ke balkon, membawa cangkir dan roti masing-masing, lalu menutup pintunya kembali. Kami tidak akan bisa mendengar apa pun yang mereka bicarakan di sana.“Sikap Mama sangat aneh.” Galang duduk di sisiku. Dia tidak melepaskan pandangannya dari kedua ibu kami. “Sejak pagi tadi, senyum itu tidak hilang dari wajahnya.”“Kalau dari percakapan
Galang menjemput aku sedikit lebih lama, tetapi aku tidak mengeluhkannya. Mungkin dia mendadak punya pekerjaan dan tidak sempat mengirim pesan kepadaku. Dia sudah sampai dengan selamat itu sudah cukup. Aku menerima helm darinya, memakainya, lalu duduk di jok belakang. Hari ini benar-benar hari yang panjang dan aneh bagiku. Tidak biasanya ada begitu banyak drama dan masalah di tempat kerja dalam satu hari. Semuanya terjadi sejak manajer baru itu diangkat. Aku jadi rindu dengan manajer lama kami yang baik hati. “Fay, pegangan yang erat!” seru Galang membuyarkan lamunanku. “Apa maksudmu?” tanyaku bingung. “Jangan banyak tanya! Pegangan!” Aku segera menurutinya dan dia menancap gas sehingga sepeda motornya melaju dengan kencang. “Galang! Apa yang kamu lakukan!?” teriakku panik. Peganganku pada tubuhnya semakin kencang. “Tutup matamu! Kita akan segera sampai!” katanya. Tanpa menunggu dia mengatakan itu, aku sudah menutup mataku. Kecepatan kendaraan itu tidak lagi membuat aku takut. D