"Jihan, sedang apa kamu di pesantren modern?" Tanya Aldo."Dimana Abidzar, aku ada urusan dengan nya?" Tanya Abidzar sambil memperhatikan Arsya dengan lekat."Perempuan ini siapa Bang?" Tanya Arsya sedikit berbisik kepada Aldo."Biasalah, netizen nya Abidzar." Jawab Aldo.Arsya yang mendengar jawaban Aldo hanya bisa menahan senyumnya. Ternyata Bang Abi nya Arsya punya netizen, bening lagi."Abidzar lagi sibuk ngajar. Jangan diganggu. Kalau mau ada urusan tunggu selesai jam ngajarnya saja." Jawab Aldo kepada Jihan."Ouh oke, tapi emang kamu gak bisa sampaikan ke dia. Ini kan lagi jadwalnya makan siang.""Jadwal makan siang baru selesai. Ini sudah waktunya mengajar lagi."Akhirnya Jihan memilih di ruang tunggu asrama putri. Dia akan menunggu Abidzar sampai selesai ngajar."Bang, siapa sih sebenarnya?" Tanya Arsya lagi."Dia tuh ngejar-ngejar Abidzar. Udah tau kalau Abidzar sudah punya pawang. Eh, mau nerobos saja dia.""Ya udah Bang, Bang Aldo sama dia aja. Cocok kek nya." Sahut Arsya t
"Iya, Pabrik anak. Masa gak tau?" Usil Abidzar sudah semakin nakal."Yang bener Mas. Mada ada pabrik anak. Emangnya kita mau ke panti asuhan kah atau ke tempat bermain anak-anak.""Bukan itu Layla. Kita membuat suatu pabrik yang berisi anak-anak dengan usaha dan doa kita yang sungguh-sungguh." Ucap Abidzar sambil tersenyum."Gak jelas!""Iya iya, Mas gak jelas. Ya udah, besok kita bertemu dengan Jihan. Mas akan selesaikan semuanya besok. Jadi kamu harus ikut biar gak ada salah paham lagi, oke?""Kita, Mas?""Iya.""Maksudnya gimana Mas?" Tanya Layla sedikit loading."Iya kita. Aku dan kamu!""Insya Allah. Kalau tidak ada kegiatan yang lebih penting.""Gak usah cari alasan lagi. Kamu sendiri yang mau Mas tegas. Pokok besok kamu harus ikut. Jangan membantah hmm?""Oke, Mas." Ucap Layla sambil mengangkat jempol tangan kanan nya.Ini waktu yang Layla tunggu-tunggu. Sedikit demi sedikit masalahnya akan selesai. Setelah ini dia berharap semuanya berjalan dengan baik.***Cuaca di siang itu
"Maksud Mas Abi, hak yang bagaimana?" Tanya Layla dengan ragu-ragu."Hak suami atas istrinya. Seperti melayani suami. Bisa dengan menyiapkan baju, memasak untuk suami, menjaga harta dan menyayangi suami." Jawab Abidzar dengan tersenyum hangat.Layla bernafas lega. Ternyata hak yang dimaksud Abidzar adalah suatu kewajiban nya juga sebagai istri."Itu sudah pasti aku lakukan Mas."Abidzar tersenyum senang. Sebenarnya dia ingin mengutarakan keinginannya namun Abidzar tahu jika Layla belum siap untuk melakukan hal yang lebih.***Pagi itu seperti biasanya, Abidzar sudah datang di pesantren modern. Hari ini akan banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh Abidzar. Karena hari ini merupakan hari terakhir mengajar di semester gasal."Gimana kabarmu Bi? Sudah baikan atau masih abu-abu." Tanya Aldo yang tiba-tiba muncul di ambang pintu ruangan Abidzar."Alhamdulillah. Berkat saranmu semuanya sudah beres. Tinggal tunggu kelanjutannya saja." Jawab Abidzar sambil fokus mengerjakan tugasnya."Gi
Sore ini tepat jam dua siang, Arsya menginjakkan kakinya kembali di pesantren modern. Dia berniat untuk mendaftar kuliah disana. Sebenarnya pendaftaran jam sembilan tadi, cuma karena Arsya ada urusan lain, jadi dia ikut tahap dua untuk hari ini. Arsya sudah membawa syarat dan data yang harus dipenuhi.Arsya berjalan dari parkiran, dia menggunakan motor CBR berwarna merah dengan sedikit polesan warna putih. Wajahnya yang tampan dan bersih, sangat terlihat jelas meskipun dari kejauhan.Tak kalah dengan Abidzar, sosok Arsya juga karismatik. Meskipun jarak umur kedua saudara itu cuma terpaut empat tahun. Dengan memakai setelan jas dan celana hitam, Arsya melewati area parkiran umum. Dimana disana juga ada tamu atau pendaftar kuliah. Ada beberapa perempuan yang juga sedang memarkirkan motornya.Sejenak pandangan mereka teralihkan ketika melihat kedatangan Arsya. Tanpa Arsya sadari, kini dirinya jadi pusat perhatian beberapa orang.Naum Arsya yang juga tidak kalah cueknya dengan sanga kak
Abidzar yang terkejut langsung menutupi wajah Layla. Layla pun sembunyi dibelakang Abidzar. Malu sudah pasti. Tapi mereka lupa untuk mengunci pintu depan."Arsya?" Ucap Abidzar kaget. "Iya Bang. Ini aku, maaf sudah mengganggu aktivitas kalian." Ucap laki-laki itu sedikit merasa bersalah."Sebentar. Arsya, kamu balik badan terlebih dahulu. Layla kamu segera pakai cadarmu kembali." Ucap Abidzar. Seketika laki-laki itu membalik badan. Sementara Layla langsung menuju kamarnya untuk menggunakan jilbab dan cadarnya.Ketika Layla sudah memasuki kamarnya. Abidzar berbicara kembali."Sudah Arsya." Ucap Abidzar sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar."Astaghfirullah Maaf Bang. Aku benar-benar gak tau. Karena pintunya gak kekunci jadinya langsung masuk deh. Hitung-hitung mau buat kejutan." Arsya- adik laki-laki Abidzar. Sedikit mirip dengan Abidzar. Dia baru lulus SMA. Waktu pernikahan Abidzar dia tidak datang karena sedang melaksanakan ujian nya di luar kota."Kejutan-kejutan, bisa-bisa n
Layla sedang berada di kamar Abidzar. Kamar yang begitu rapi, dengan desain modern. Berwarna hitam lekat. Layla mendekati meja belajar Abidzar, terdapat beberapa buku islami dan juga beberapa kitab. Bahkan juga banyak komik di rak buku terbawah.Layla ingat, waktu itu Abidzar pernah bilang kalau dia suka komik. Beberapa komik best seller pun dia juga mengoleksi nya.Lalu Layla melihat sebuah lipatan kertas yang terselip di beberapa buku di rak kedua. Layla ingin tahu kertas itu, jadi dia mengambilnya dengan ragu.Aku mencintaimu, Jihan. Seperti itulah tulisan di kertas itu. Singkat, tapi bisa membuat hati Layla sakit.Meskipun Jihan adalah masa lalu Abidzar, tetap saja Layla merasa cemburu dengan tulisan Abidzar itu.Suara langkah kaki terdengar dari luar kamar Abidzar, membuat Layla menaruh kembali kertas itu ke tempat semula.Ternyata Abidzar datang dari luar. Dia langsung menuju ke arah Layla dan memeluknya."Humaira ku belum tidur ya." Ucap Abidzar dengan nada serak nya."Apa sih
Abidzar mengikuti langkah Ryan, mereka jalan bersebelahan di lorong kelas santri putra. Abidzar sedikit penasaran dengan calonnya Ryan, karena tadi dengan jelas Abidzar melihat nama calonnya itu adalah Jihan. Abidzar sempat berpikir kalau Jihan yang di maksud mungkin Jihan yang itu, tapi kan nama Jihan itu banyak bukan cuma satu doang di muka bumi ini.Ketika sampai di parkiran luar, Ryan mengetuk kaca mobilnya dan menyuruh calonnya itu turun. Dan benar saja Abidzar sempat tertegun sebentar, bukan tertegun karena terpesona dengan Jihan tapi dia sangat syok kalau calonnya Ryan adalah Jihan. Jihan yang sangat dikenal oleh Abidzar, seseorang yang pernah dekat dengannya namun hanya dalam batas suka sesaat."Bang Abi, ini Jihan, calonku. Kami akan segera menikah dalam waktu cepat ini." Papar Ryan menjelaskan.Jihan pun juga syok, dia juga belum mengetahui kalau ternyata sepupu yang Ryan maksud adalah Abidzar. Jihan tidak berani menatap Abidzar, bahkan sedari tadi dia terus menunduk.Abidza
Jihan sedang berada di suatu tempat, tepatnya di taman tengah kota. Dia sedang menunggu kedatangan seseorang. Jihan sudah merencanakan sebuah rencana, dimana dia akan membuat ancaman terhadap Layla.Seorang laki-laki memakai topi hitam dan masker mendekati Jihan."Ada apa?" Tanya nya dengan nada serak."Aku butuh bantuan mu." Jawab Jihan dengan nada sangat serius."Itu sih gampang. Kalau ada cuan nya semua beres." Ungkap laki-laki itu.Namanya Kemal, dia teman kuliah Jihan. Jihan sedang kuliah di sebuah universitas swasta memasuki semester enam. Kemal merupakan teman satu jurusan dan satu angkatan juga.Entah apa yang sudah membuat Jihan hingga mempunyai rencana jahat terhadap Layla. Kebencian dan kedengkian sudah menguasai dirinya. Teman dekat Jihan pun sedikit menjauh darinya, mereka tidak ingin berurusan dengan kejahatan. "Teror wanita ini. Alamat nya sudah lengkap. Pakai ancaman apapun, buat dia takut. Buat dia sejauh-jauhnya dari laki-laki ini." Ungkap Jihan sambil menyodorkan
Abidzar pun meng iya kan permintaan istrinya itu, tapi dengan syarat rujak yang akan di beli nanti bukan rujak yang berada pedas. Abidzar melarang Layla melakukan hal itu, Layla tidak boleh mengonsumsi makanan pedas selama dia hamil.Mereka pun akhirnya pergi ke pesantren modern, lebih tepatnya di samping pesantren modern, karena disanalah kedai rujak buah itu nangkring."Pak, beli satu yang tidak pedas dan buahnya jangan yang kecut." Abidzar memberitahu kepada bapak penjual rujak itu.Mereka sudah sampai di samping pesantren modern, dan Abidzar langsung memesan rujak keinginan Layla. Meskipun Layla sempat tidak menyetujui permintaan Abidzar yang request buah tidak kecut, padahal kan Layla malah ingin buah yang amat kecut sekali.Bapak penjual rujak itu mengangguk, dia langsung memotong beberapa buah segar dan langsung di siram dengan bumbu rujak. Beruntung sekali sore ini sedang tidak ramai, jadi Abidzar dan Layla tidak perlu antri.Setelah selesai, Abidzar pun menyodorkan uang sehar
Abidzar terkejut melihat ke arah Ryan yang menyapa Layla, seakan-akan mereka sudah dekat lama. Begitupun dengan Arsya yang melongo keheranan.Layla hanya diam membisu, dia juga tidak ingin siapa pria di depannya ini yang ternyata sepupu nya Abidzar dan Arsya."Pasti lupa." Ungkap Ryan kembali."Alhamdulillah kabarku baik Bang. Kabarmu gimana?" Jawab Ryan menatap Abidzar."Alhamdulillah." Jawab Abidzar sedikit dingin. Perasaan nya kembali, padahal tadi dia sudah sempat senang bertemu dengan sepupu nya itu."Omong-omong, kita sudah lama tidak bertemu lagi setelah acara lomba itu, sekarang kamu masih di pesantren salaf?" Tanya Ryan kembali.Akhirnya Layla membuka suaranya, dia akhirnya ingat dengan sosok laki-laki di depannya ini."Tidak, aku sudah tidak di pesantren salaf lagi." Jawab Layla sopan.Ryan hanya ber o saja. Dia hanya manggut-manggut."Kalian kenal?" Tanya Abidzar memastikan."Iya bang, pernah beberapa dalam satu lomba dulu, beberapa kali dipertemukan." Ungkap Ryan menatap
Abidzar terkejut melihat ke arah Ryan yang menyapa Layla, seakan-akan mereka sudah dekat lama. Begitupun dengan Arsya yang melongo keheranan.Layla hanya diam membisu, dia juga tidak ingin siapa pria di depannya ini yang ternyata sepupu nya Abidzar dan Arsya."Pasti lupa." Ungkap Ryan kembali."Alhamdulillah kabarku baik Bang. Kabarmu gimana?" Jawab Ryan menatap Abidzar."Alhamdulillah." Jawab Abidzar sedikit dingin. Perasaan nya kembali, padahal tadi dia sudah sempat senang bertemu dengan sepupu nya itu."Omong-omong, kita sudah lama tidak bertemu lagi setelah acara lomba itu, sekarang kamu masih di pesantren salaf?" Tanya Ryan kembali.Akhirnya Layla membuka suaranya, dia akhirnya ingat dengan sosok laki-laki di depannya ini."Tidak, aku sudah tidak di pesantren salaf lagi." Jawab Layla sopan.Ryan hanya ber o saja. Dia hanya manggut-manggut."Kalian kenal?" Tanya Abidzar memastikan."Iya bang, pernah beberapa dalam satu lomba dulu, beberapa kali dipertemukan." Ungkap Ryan menatap
Sore itu, sedikit gerimis. Air hujan sedang beradu dengan susana sore ibu kota Jakarta. Awan sangat mendung, bahkan sekarang terlihat sangat gelap.Laki-laki berkopyah hitam dan memakai sarung bermotif batik serta bertuliskan Santri. Dia sedang singgah di salah satu market yang menyediakan beberapa kebutuhan.Arsya, dia sedang membeli beberapa kebutuhan selama satu bulan untuk di pesantren modern. Bukan kebutuhan untuk makan, melainkan kebutuhan beberapa perlengkapan untuk kehidupan sehari-hari nya. Seperti sabun, alat tulis, dan alat lain yang menunjang belajarnya. Sebenarnya dia sudah membeli nya waktu itu bersama kakak nya, Abidzar. Tapi yang dia beli sekarang itu tambahan serta kekurangan waktu itu. Juga memang ketemu barangnya di market sekarang ini.Ketika Arsya hendak berjalan ke arah Utara, dia tidak sengaja berpapasan dengan seorang wanita.Arsya memicingkan mata nya, takut dia salah dalam melihat seorang wanita itu."Diana." Sapa Arsya kepada wanita itu.Seorang wanita yan
Setelah tiga lima hari dari kejadian itu, akhirnya luka Layla sudah membaik. Benar saja kata dokter itu, hanya membutuhkan waktu dan Istiqomah dalam memakai obat. Semuanya akan baik-baik saja.Wajah Layla sudah tidak memerah lagi, bahkan benjolan nya sudah bersih. Rasa perih itu sudah hilang, Layla sudah kembali lagi seperti wajah semula. Pagi itu, cuaca sangat cerah, secerah keadaan hati Layla. Meskipun pelaku nya belum ketemu, setidaknya wajah Layla sudah sembuh. Untuk urusan pelaku, pasti juga akan ketemu.Layla memulai aktivitas nya, dia membereskan rumah nya. Dimulai dari dalam ruangan hingga lingkungan rumah di daerah luar.Dia mulai dari menyapu, mengepel, bahkan berkebun. Hingga lanjut memasak untuk sarapan paginya dengan sang suami.Sementara Abidzar masih berkutat dengan laptopnya, karena sisa liburan dia sudah tinggal tiga hari lagi. Sebentar lagi dia akan kembali mengajar di pesantren modern."Mas, udah selesai urusan kerjaan nya?" Tanya Layla diambang pintu."Sedikit lag
"Lain kali hati-hati ya kalau nyebrang, untung lukanya gak begitu parah." Ucap Abidzar smabil memberikan beberapa obat pada luka Layla.Meskipun sudah sempat Layla obati waktu di dalam mobil tadi, tapi Abidzar memberi obat tambahan supaya luka yang lecet itu segera kering.Jika dibiarkan begitu saja, mungkin keringnya akan memakan waktu yang cukup lama dan pasti nanti akan menyulitkan Layla untuk beraktivitas.Tubuh kita jika luka kemudian kena air pasti akan sangat perih, dan Layla tipe orang yang tidak kuat menahan luka meksipun terlihat kecil."Perih Mas." Ucap Layla memohon."Sebentar, ini harus di giniin biar cepat kering, sabar ya." Pinta Abidzar dengan lembut.Layla hanya mengangguk pasrah. Abidzar dengan telaten mengobati luka Layla. Sambil meniup luka itu, Layla tersenyum."Kenapa senyum?" Tanya Abidzar."Gak apa-apa Mas, Mas kelihatan lebih tampan kalau posisi begini." Ungkap Layla dengan malu-malu."Kalau gini?" Abidzar mendekatkan wajahnya ke wajah Layla.Layla terkesiap k
Layla mengangguk patuh, dia sudah pasrah dan ingin menjadi istri seutuhnya dengan Abidzar. Abidzar yang mendapat respon positif itu sangat bahagia, ternyata Layla sudah siap dengan semua kewajiban nya dan memenuhi hak batin nya Abidzar.Mereka pun langsung melakukan ibadah suami istri tersebut dengan baik. Layla sangat menenangkan untuk Abidzar.Layla pikir Abidzar akan bersikap sangat lembut, namun pikiran nya diluar ekspektasi. Abidzar terlihat sangat menakutkan pikir Layla.Ternyata kepribadian seseorang akan berbeda jika sudah berurusan dengan hal seperti itu. "Terima kasih Humaira-ku." Ungkap Abidzar.Layla menyahut dengan nada lesu, penglihatan nya terlihat sangat sendu, dia berucap "Ini sudah kewajiban ku Mas, Kamu nakutin ya kalau sudah urusan seperti itu."Abidzar terkekeh mendengar pengakuan dari Layla. Layla begitu polos dan terang-terangan dalam menilai sikap Abidzar setelah melakukan hal itu."Maaf Humaira, harusnya kamu tadi bilang, biar aku bisa lebih lembut lagi." Ja
Layla terbangun saat adzan Dzuhur berkumandang, dia sudah tertidur dari tadi dan bangun di siang hari. Kepala nya terasa pusing, dan perutnya sudah membaik meskipun masih sangat mual.Layla melihat sekitar nya, tapi Abidzar sudah tidak ada disampingnya. Layla terlihat sangat sebal, pasalnya Layla tadi sudah mewanti-wanti Abidzar supaya tak meninggalkan nya kemanapun.Akhirnya Layla terpaksa bangun dari tidur nyenyak nya, Layla akan langsung mengambil wudhu untuk menunaikan sholat Dzuhur secara munfarid.Selesai melaksanakan sholat Dzuhur, Layla langsung menuju ke dapur. Langkah nya sedikit tertatih, dia terasa lemah sekali di hari ini. Pusingnya semakin menjadi dan Layla berusaha untuk tetap menuju dapur."Humaira, Mas datang." Abidzar berjalan mendekati Layla yang menuju dapur."Maaf ya Mas ninggalin kamu tadi waktu tidur, soalnya Mas tadi di telfon sama Ummah disuruh ke rumah sama kamu. Tapi Mas pergi sendiri. Kata Mama kamu harus dibawa ke dokter." Ucap Abidzar panjang lebar."Aku
Sesampainya di rumah, Abidzar langsung mengambil piring untuk wadah martabak manis nya. Dan langsung membawa ke kamar untuk disuguhkan kepada istri satu-satunya yang sedang hamil muda. Abidzar harus lebih peduli lagi dengan istrinya itu, pikir Abidzar."Humaira, ini Mas sudah beliin martabak manisnya. Bangun dulu ya, mumpung masih hangat." Abidzar membangun kan Layla dengan sangat lembut dan pelan."Aku ngantuk banget Mas, taruh aja dulu di dapur ya." Layla bergeliat dan menguap dengan tetap memejamkan matanya."Loh, katanya kamu tadi pengen banget, ayo di makan dulu ya Humaira." Abidzar terus membangun kan Layla dengan paksa.Akhirnya Layla terbangun dengan terpaksa, matanya masih memejam dan dia terus saja menguap.Langsung saja dia ambil sepotong martabak manis dengan toping coklat keju itu. Takut dirasa tangan kanan nya kotor, akhirnya Layla mengambil sepotong martabat manis itu dengan tissue di samping meja tidurnya.Satu gigitan, dua gigitan, tiga gigitan. Layla mengunyah martab