Home / Romansa / Menjadi Istri Dadakan Guru Killer / BAB 83 - Kasih Sayang Sahabat (3)

Share

BAB 83 - Kasih Sayang Sahabat (3)

last update Last Updated: 2025-02-15 11:06:15
"Justru karena itu," Viera mengangkat wajahnya, matanya bertemu dengan mata Renna yang masih menyiratkan kekecewaan. "Karena kalian terlalu penting buat gue. Gue... gue takut kalian akan mandang gue beda."

Renna terdiam, mengamati sahabatnya yang tampak begitu rapuh namun di saat yang sama begitu yakin dengan perasaannya. Di matanya, Viera masih sama seperti gadis yang dia kenal di bangku SMA - yang selalu menjadi penengah antara dia dan Fanny, yang selalu punya cara untuk membuat mereka tersenyum di hari-hari terburuk.

"Dan sekarang?" Renna bertanya pelan. "Apa bedanya sekarang?"

"Sekarang..." Viera menghela napas, "sekarang gue udah gak sanggup nyembunyiin ini sendirian. Apalagi dari kalian."

Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka berdiri sekarang - seolah ada jarak tak kasat mata yang terbentuk, tapi di saat yang sama ada ikatan yang justru menguat.

"Gue masih gak setuju," Renna akhirnya berkata, suaranya tegas tapi tidak keras. "Ini... ini terlalu beresiko, Ra. Buat l
R.D. Skypigeon

Halo, pembaca kesayangan ლ(◉❥◉ლ) Happy Valentine day mohon maaf terlambat ucapinnya ʚ♡⃛ɞ(ू•ᴗ•ू❁)

| 2
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 84 - Kasih Sayang Sahabat (4)

    "Tapi?" "Tapi Ian gak nolak perjodohan ini… Makanya..." Viera menggigit bibirnya, "kita mutusin buat... professional. Di sekolah, dia guru matematika. Di luar..." dia tersenyum malu, "dia calon suami gue." Fanny dan Renna bertukar pandang. Ada sesuatu yang murni, yang tulus, dalam cara Viera mengucapkan 'calon suami gue'. "Dan pembatas buku itu?" Fanny menunjuk benda yang masih digenggam Viera. "Ini..." Viera mengeluarkan pembatas buku itu, meletakkannya di tengah meja. Di bawah cahaya lampu kedai, bunga yang diawetkan di dalamnya terlihat lebih indah. "Ian tau gue suka pressed flowers. Dia bikin ini sendiri... dari bunga yang dia petik di taman rumahnya." Renna mengambil pembatas buku itu, mengamatinya dengan seksama. Ada tanggal yang terukir di sudutnya - tanggal yang sekarang dia pahami signifikansinya. "Kalian..." Renna menelan ludah, "kalian yakin ini yang terbaik?" Viera terdiam sejenak, matanya menatap es k

    Last Updated : 2025-02-16
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 85 - Kasih Sayang Sahabat (5)

    "Dan kalo loe harus punya anak," Renna tiba-tiba berkata, membuat Viera tersedak es krimnya, "jangan panggil kita tante ya. Kita masih terlalu muda buat dipanggil tante.""Ren!" Viera memukul pelan lengan sahabatnya, wajahnya merah padam. "Siapa yang ngomongin anak?""Ya kan..." Fanny ikut menggoda, "nanti kalo udah nikah...""Stop!" Viera menutupi wajahnya yang semakin memerah. "Kalian ini..."Mereka bertiga tertawa, tapi tawa Renna dan Fanny tidak sepenuhnya mencapai mata mereka. Ada kekhawatiran yang masih menggantung, pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab."Ra," Fanny berkata setelah tawa mereka mereda, "loe udah... udah pikirin soal masa depan loe? Maksud gue... setelah nikah..."

    Last Updated : 2025-02-17
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 86 - Kasih Sayang Sahabat (6)

    "Eh," Renna tiba-tiba teringat sesuatu, "nanti kalo ada reuni angkatan gimana?"Viera yang sedang menyeruput minumannya terdiam. Dia tidak pernah memikirkan ini sebelumnya."Iya ya," Fanny menambahkan. "Bakal aneh banget gak sih? Maksudnya... yang lain dateng sama pasangan masing-masing, terus loe dateng sama...""Mantan guru matematika kita," Renna menyelesaikan kalimat Fanny, membuat Viera tersedak minumannya."Aduh, kalian ini," Viera menggelengkan kepalanya, tapi ada senyum kecil di bibirnya. "Ian bilang... kita harus mulai biasain diri. Lagian..." dia terdiam sejenak, "setelah nikah nanti, pasti semua juga akan terbiasa pelan-pelan.""Tapi tetep aja," Fanny menggigit bibirnya. "Bayangin aja... waktu yang lain cerita 'eh gue kerja di sini nih', 'gue baru dapet promosi', loe bilang apa? 'Gue nikah sama guru matematika kita'?""Fan!" Viera memukul pelan lengan sahabatnya, tapi dia tidak bisa menahan tawanya."Atau waktu reunian guru-guru," Renna menambahkan dengan nada jahil. "Loe ba

    Last Updated : 2025-02-18
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 87 - Sisi Ian

    Keesokan paginya, suasana di sekolah berjalan seperti biasa. Ian melangkah memasuki gedung sekolah dengan tas kerja di tangannya, berusaha menjaga ekspresinya tetap normal meski pikirannya masih dipenuhi percakapan semalam dengan Viera dan sahabat-sahabatnya."Pagi, Pak Ian," Bu Sarah menyapa sambil berjalan melewatinya di koridor."Selamat pagi, Bu Sarah," Ian membalas dengan senyum sopan seperti biasa.Di ruang guru, beberapa rekannya sedang membicarakan rencana ujian semester. Ian duduk di mejanya, mengeluarkan berkas-berkas yang perlu dia periksa. Namun pikirannya terus melayang ke Viera, bertanya-tanya bagaimana reaksi sahabatnya saat mengetahui hubungan mereka."Ian," Pak Rudi, guru fisika, menghampiri mejanya. "Nanti rapat koordinasi jam berapa ya?"

    Last Updated : 2025-02-19
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 88 - Foto Prewedding (1)

    Minggu pagi yang cerah, Viera berdiri gugup di depan cermin studio, sementara seorang MUA sedang menyelesaikan riasannya. Di sebelahnya, Renna dan Fanny sibuk membantu memilih gaun. "Yang putih ini bagus," Renna mengangkat sebuah gaun. "Simple tapi elegan." "Tapi yang cream juga cantik," Fanny menambahkan. "Apalagi buat outdoor shoot nanti." Viera hanya bisa menggigit bibirnya gugup. Sejak tadi perutnya terasa melilit. "Ian mana ya?" "Masih ganti baju kayaknya," Fanny melirik ke arah ruang ganti pria. "Nervous banget ya?" "Banget," Viera mengaku. "Gimana kalo... kalo nanti ada yang liat foto-fotonya sebelum waktunya?" "Tenang aja," Renna menenangkan. "Fotografernya udah janji bakal jaga privasi kalian. Lagian lokasi shootnya kan agak jauh dari kota." Pintu ruang ganti terbuka, dan Ian melangkah keluar mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Dia terlihat sama gugupnya dengan Viera. "Wow, Pak Ian!" Fanny bersiul pelan, membuat Ian tersenyum malu. "Viera..." Ian terpaku melihat c

    Last Updated : 2025-02-20
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 89 - Foto Prewedding (2)

    "Tenang," Ian berdiri, gesturnya protektif. "Mereka masih jauh. Kita...""Pindah lokasi aja!" Renna cepat-cepat mengambil tas makeup. "Mas Ari, masih ada spot lain kan?""Ada," Mas Ari mengangguk mengerti. "Di bagian belakang taman ada gazebo lain yang lebih private. Yuk, kita kesana sebelum..."Mereka bergegas membereskan peralatan dan berpindah lokasi, berharap tidak ada yang mengenali mereka. Untuk saat ini, biarlah momen indah ini tetap menjadi rahasia mereka."Pak Ian?"Suara itu membuat mereka semua membeku. Di belakang mereka, seorang siswi dengan baju rapi berdiri dengan tatapan bingung."Dian," Ian menegakkan tubuhnya, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. Viera cepat-cepat bersembunyi di balik Renna dan Fanny."Bapak... sedang foto?" Dian bertanya ragu, matanya melirik ke arah kamera dan peralatan di sekitar mereka."Ah, iya," Ian tersenyum tipis, berusaha terdengar senormal mungkin. "Kebetulan keluarga Bapak minta foto keluarga. Ada acara... khusus.""Oh.

    Last Updated : 2025-02-21
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 90 - Persiapan

    Di perjalanan pulang, mobil yang dikemudikan Ian terasa hening. Viera duduk di sampingnya, sementara Renna dan Fanny sudah diantar pulang duluan. "Masih kepikiran?" Ian bertanya lembut, matanya fokus ke jalan. "Iya," Viera menghela napas. "Aku takut Dian curiga. Dia kan pinter banget..." "Memang," Ian mengakui. "Tapi kalaupun dia curiga... mungkin tidak akan langsung menyimpulkan yang sebenarnya. Kamu tenang saja." Viera menyandarkan kepalanya ke jendela mobil, memandang pemandangan yang bergerak di luar. "Tapi kalau sampai ada yang tahu sebelum waktunya..." "Hey," Ian mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Viera. "Kita sudah membicarakan ini kan? Cepat atau lambat, semua orang akan tahu. Yang penting kita siap menghadapinya bersama." "Iya sih..." Viera tersenyum kecil. "By the way... tadi kamu bisik apa sih? Mas Ari sampai excited banget sama ekspresi aku." Ian tertawa pelan. "Rahasia." "Ih!" Viera memukul pelan lengan Ian. "Kasih tau dong..." "Nanti," Ian terseny

    Last Updated : 2025-02-22
  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 91 - Catatan Siapa?

    Keesokan paginya, Ian tiba di sekolah saat matahari baru terbit. Dian sudah menunggu di depan gerbang dengan wajah pucat dan mata sembab."Sudah dicari lagi?" Ian bertanya sambil berjalan menuju perpustakaan."Sudah, Pak. Saya datang sejak jam 6 tadi," Dian mengikuti langkah gurunya. "Tapi tetap tidak ada..."Di perpustakaan, mereka mulai mencari di setiap sudut. Meja demi meja, rak demi rak, bahkan tempat-tempat yang sepertinya tidak mungkin."Pak," Dian tiba-tiba teringat sesuatu. "Waktu itu... CCTV perpustakaan masih aktif kan ya?"Ian menghentikan pencariannya. "Benar juga. Ayo ke ruang keamanan!"Di ruang keamanan, Pak Budi, petugas keamanan sekolah, membantu mereka mengecek rekaman CCTV. Mereka melihat Dian meletakkan berkasnya, pergi ke toilet, dan kemudian..."Stop!" Dian berseru. "Itu... itu dia!"Di layar, terlihat seorang siswa berseragam SMA Pelita mengambil berkas tersebut dan memasukkannya ke dalam tas."Saya kenal dia," Ian mengernyitkan dahi. "Itu Kevin, ketua tim olim

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 110 - Menuju Ujian

    Waktu berlalu dengan cepat. Tanpa terasa, ujian akhir hampir tiba. Viera dan teman-temannya tenggelam dalam buku-buku pelajaran dan kertas-kertas latihan. Kafe-kafe di sekitar sekolah penuh dengan siswa kelas dua belas yang belajar kelompok, menyesap kopi berlebihan, dan saling bertukar rumus dan catatan."Aku tidak bisa mengingat semua rumus ini," keluh Fanny, menutup buku fisikanya dengan frustasi. "Terlalu banyak.""Buat diagram dulu," saran Renna, yang dengan tenang membuat kartu-kartu kecil berisi poin-poin penting. "Lebih mudah mengingat secara visual."Viera mengangguk, tapi matanya terasa berat. Dia sudah belajar sejak pagi, dan hari sudah menjelang sore. Cangkir kopi ketiganya nyaris kosong."Kalian tahu," Viera berkata sambil meregangkan tubuhnya, "Ian sebenarnya punya metode bagus untuk mengingat rumus-rumus."Ada keheningan canggung sejenak sebelum Fanny tertawa kecil. "Viera, loe gak mau tanya gitu metode tunanganmu buat mengingat rumus?"Viera memutar matanya, tapi tidak

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 109 - Bukan Impian

    Seminggu berlalu dengan cepat. Viera dan Felix tetap pergi ke open house fakultas komunikasi, tapi suasananya tidak sama lagi. Ada jarak yang tidak terkatakan di antara mereka—sebuah tembok transparan yang tidak bisa ditembus oleh candaan atau obrolan ringan."Ini laboratorium multimedia mereka," Felix menjelaskan sambil menunjuk sebuah ruangan besar dengan peralatan canggih. "Katanya mahasiswa bisa menggunakannya untuk proyek-proyek mereka."Viera mengangguk, matanya berbinar melihat fasilitas kampus yang luar biasa. "Ini keren sekali. Aku bisa membayangkan berkuliah di sini."Felix tersenyum tipis, untuk pertama kalinya hari itu. "Kamu akan cocok di sini, Viera. Kamu selalu punya bakat bercerita."Ada ketulusan dalam kata-kata Felix yang membuat Viera merasa sedikit lebih baik. Mungkin persahabatan mereka tidak hancur sepenuhnya—hanya membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan realitas baru."Terima kasih, Felix," Viera tersenyum tulus. "Sungguh, terima kasih untuk semuanya."

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 108 - Harus Jujur

    Malam itu, Viera tidak bisa tidur. Pikirannya terus berputar antara Ian, Felix, dan masa depannya yang semakin kompleks. Dia mengambil ponselnya, memeriksa pesan terakhir dari Ian. Ada kehangatan aneh yang muncul saat membaca kembali percakapan mereka—percakapan yang jauh dari romantis, tapi penuh dengan kejujuran dan pengertian."Aku bingung, Ian," Viera akhirnya mengetik pesan baru. "Bagaimana menurutmu cara terbaik untuk memberitahu teman-temanku yang lain tentang... kita?"Balasan Ian tidak langsung datang. Viera membayangkan pemuda itu mungkin sedang bekerja atau bahkan sudah tidur. Tapi lima menit kemudian, ponselnya bergetar."Apa yang membuatmu tidak tenang, Viera?"Viera tersenyum kecil. Lagi-lagi, Ian dan kebiasaannya untuk langsung ke inti masalah."Felix, dia mengundangku ke open house fakultas komunikasi. Aku hampir saja keceplosan menyebut namamu. Dan... aku merasa... usaha Felix mendekatiku semakin besar."Ada jeda lama sebelum Ian membalas. Viera hampir bisa merasakan

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 106 - Hidup Tanpa Rencana (1)

    Semakin malam, percakapan mereka semakin dalam. Ian bercerita tentang tekanan yang dirasakannya sebagai putra tunggal, tentang bagaimana dia kadang merasa terjebak dalam ekspektasi keluarga. Viera membagikan kekhawatirannya tentang masa depan, tentang mimpinya yang kadang terasa terlalu besar untuk diwujudkan."Kadang aku bertanya-tanya bagaimana rasanya hidup tanpa rencana yang sudah diatur," tulis Ian di suatu titik. "Bebas memilih jalan sendiri.""Aku juga," balas Viera. "Tapi mungkin tidak ada yang benar-benar bebas? Semua orang punya batasan dan tantangannya masing-masing.""Bijaksana sekali untuk gadis tujuh belas tahun," balas Ian, dan Viera bisa membayangkan senyum kecil di wajahnya saat mengetik itu."Aku hampir delapan belas, tau," Viera membalas, tersenyum pada dirinya sendiri. "Lagipula, umur hanya angka.""Memang. Tapi pengalaman bukan sekadar angka."Ada kebenaran dalam kata-kata Ian yang tidak bisa Viera bantah. Meski merasa dewasa dan siap menghadapi dunia, dia tau bah

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 105 - Teman Hidup

    "Apa... apa yang membuat Mama akhirnya mencintai Papa?" tanyanya penasaran.Mama terlihat melamun sejenak, matanya menerawang ke masa lalu. Ada senyum kecil yang bermain di sudut bibirnya."Kesabaran," Mama akhirnya menjawab. "Papa sangat sabar. Dia tidak pernah memaksa Mama untuk mencintainya, tapi dia selalu ada. Selalu mendukung. Dan, ya, dia ternyata sangat romantis dengan caranya sendiri."Viera tersenyum, membayangkan Papanya yang selalu terlihat tegas dan disiplin bisa bersikap romantis. "Romantis bagaimana, Ma?""Ah, banyak hal kecil. Mengingat tanggal-tanggal penting, memperhatikan apa yang Mama suka dan tidak suka, selalu membawakan oleh-oleh ketika pulang kerja..." Mama terkekeh. "Yang paling Mama ingat, saat Mama sakit, Papa rela tidak tidur semalaman hanya untuk mengompres Mama. Padahal besoknya dia ada rapat penting."Ada kehangatan yang menyebar di dada Viera mendengar cerita itu. Mungkinkah dia dan Ian juga bisa membangun kedekatan seperti itu suatu hari nanti?"Ma, me

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 104 - Saling Mendukung

    "Kita bisa mencobanya," Viera berbisik. "Melanjutkan rencana pernikahan, tapi dengan catatan kita akan saling terbuka, saling mendukung karier dan mimpi masing-masing." Ian tersenyum, "Bukan sekadar merger bisnis, tapi partnership sejati." Keputusan itu tidak datang dengan drama atau ledakan emosi. Justru sebaliknya—dengan ketenangan dan pengertian yang mendalam. Mereka memutuskan untuk tetap melanjutkan pernikahan, tapi dengan komitmen untuk selalu berkomunikasi, untuk selalu memberikan ruang bagi pertumbuhan masing-masing. Ketika Viera pulang ke rumah malam itu, ada ketenangan aneh yang menyelimutinya. Mama—yang sepertinya selalu bisa membaca gerak-gerik putrinya—menunggu di ruang keluarga. "Bagaimana?" tanya Mama langsung, tanpa basa-basi. Viera duduk di samping Mama, merasa letih namun tenang. "Viera dan Ian memutuskan untuk tetap melanjutkan pernikahan." Mata Mama berbinar penuh tanya. "Coba sini cerita sama Mama." Dan Viera menceritakan semuanya—percakapan dengan Ian, ket

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 103 - Cinta Rumit

    Kata itu—cinta—terasa berat dan asing di antara mereka. Ian tampak tidak nyaman, jari-jarinya mengetuk pelan sisi cangkir kopinya. "Cinta itu... rumit, Viera," dia akhirnya menjawab diplomatik. "Aku menyayangimu, menghormatimu. Aku yakin kita bisa membangun kehidupan yang baik bersama. Bukankah itu bentuk cinta juga?" Ada kejujuran dalam kata-kata Ian yang membuat hati Viera terasa sakit sekaligus lega. Setidaknya Ian tidak berpura-pura merasakan sesuatu yang tidak dia rasakan. "Mungkin," Viera menjawab pelan. "Tapi apakah itu cukup untuk kita? Apa kamu tidak pernah bertanya-tanya bagaimana rasanya... jatuh cinta? Benar-benar jatuh cinta?" Ian menghela napas panjang, untuk pertama kalinya topeng profesionalnya sedikit retak. "Tentu saja aku pernah. Aku bukan robot, Viera." "Lalu? Apa kamu tidak ingin merasakan itu sebelum berkomitmen untuk seumur hidup?" "Tidak semua orang punya kemewahan itu," Ian menjawab, ada nada getir dalam suaranya. "Kita punya tanggung jawab, kita punya ek

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 102 - Mencintaiku?

    setidaknya mencoba belajar, karena pikirannya terus melayang ke pertemuan sore nanti. Jam demi jam berlalu dengan lambat, hingga akhirnya jam di ponselnya menunjukkan pukul 3:30 sore. Viera berdiri di depan cermin, memandang refleksi dirinya. Gadis tujuh belas tahun yang berdiri di persimpangan hidup. Dia mengenakan gaun biru muda sederhana. "Kamu siap?" Mama bertanya dari ambang pintu. Viera berbalik, tersenyum tipis. "Entahlah, Ma. Viera bahkan tidak tau apa yang akan Viera katakan pada Ian." Mama menghampirinya, merapikan rambut Viera yang sedikit berantakan. "Katakan yang ada di hatimu, sayang. Dengan jujur, tapi juga dengan bijak." "Dan jika itu melukai banyak orang?" "Kadang kita harus melukai beberapa orang untuk menghindari luka yang lebih besar di masa depan," Mama menjawab bijak. "Lebih baik jujur sekarang daripada hidup dalam kebohongan seumur hidup." Viera mengangguk, mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. "Terima kasih, Ma." Dengan hati yang ma

  • Menjadi Istri Dadakan Guru Killer   BAB 101 - Tanggung Jawab Bisnis

    "Viera?" Suara Mama terdengar dari balik pintu, diikuti ketukan lembut. "Kamu sudah bangun? Sarapan sudah siap.""Iya, Ma. Sebentar lagi Viera turun," jawabnya, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi.Di meja makan, suasana terasa lebih hening dari biasanya. Papa sibuk dengan tabletnya, sesekali mengerutkan dahi membaca berita pagi. Mama dengan telaten menuangkan teh ke cangkir Papa sebelum duduk di sampingnya. Rutinitas pagi yang begitu familiar bagi Viera, namun entah mengapa pagi ini terasa berbeda."Viera akan bertemu Ian sore ini," Viera berkata pelan setelah menyesap susu hangatnya.Papa mengalihkan pandangan dari tabletnya. "Oh? Ada acara apa?""Tidak ada acara khusus," Viera menjawab, mengaduk-aduk bubur di mangkuknya tanpa nafsu. "Hanya... ingin bicara.""Tentang pernikahan?" tanya Papa, ekspresinya cerah. "Bagus. Kalian memang perlu lebih banyak waktu berdua untuk membicarakan detail-detail penting."Viera mengangguk lemah, tidak mengoreksi asumsi Papa. Ekor matan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status