Satu minggu.Dua minggu.Tiga minggu.Calderon kembali mendatangi kosan Almora setelah menghilang selama tiga minggu sejak pertemuan terakhir mereka. Calderon tau Almora tak mungkin mau menemuinya, tapi bukan Calderon namanya jika hanya diam saja. Mau sebenci apapun Almora padanya, Calderon akan terus berusaha mencari maaf dari perempuan itu. Menurutnya, kesulitan dalam hubungan mereka terjadi karena kesalahan dalam berkomunikasi. Almora salah paham, begitu juga dirinya.Mereka akan baik-baik saja jika Almora mau mendengarkan alasan mengapa Calderon menikahi Camelia. Dan mungkin saja Calderon tidak akan membunuh Ken jika perempuan itu tidak menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan.Seperti biasa, Calderon tidak sadar diri. Semestinya dia juga mendengarkan Almora perihal siapa Ken sebenarnya. Bukan asal menuduh kalau Ken adalah kekasihnya yang mana berakhir seperti ini. Walau pada nyatanya, Ken memang akan menikahi Almora.Dari teras, Mona menyipitkan mata. Merasa terancam d
Satu bulan.Dua bulan."Aduh!"Akibat berjalan terburu-buru, Almora menabrak seorang pejalan kaki. Kantong yang Almora bawa jatuh membuat kotak-kotak kecil berisi kue jatuh berserakan dan barang-barang yang dibawa pria yang Almora tabrak juga berserakan di pinggir jalan."Sorry, sorry," ucap Almora bergegas membantu pria itu merapikan buku-bukunya. "Biar aku saja. Rapikan saja barang-barang mu yang juga berserakan," katanya dengan cepat memasukkan buku-buku itu ke dalam kotak.Almora terdiam sejenak, lalu menatap pria asing di hadapannya. Di tempat yang sudah amat jauh ini, Almora masih saja bertemu dengan orang dari negaranya. "Kamu dari Indonesia?"Pria itu tersenyum tipis lalu mengangguk. "Orang Indonesia ada dimana-mana," katanya lagi.Almora turut tersenyum. Kemudian berdiri kala semua kuenya sudah ditata di dalam kantong. Semoga saja kue itu baik-baik saja karena kue ini adalah pesanan orang lain.Sejak tinggal di Kroasia, negara yang terletak di bagian Selatan-Tengah benua Ero
[Obrolan dalam bahasa Inggris]"Bagaimana rasanya? Apakah sudah pas?" Seorang gadis berambut cokelat menghampiri Almora yang sedang menyusun kue di etalase. Tadi dia meminta Almora untuk mencicipi adonan kue, meminta pendapat mengenai rasa adonan tersebut.Almora menoleh. "Oh, sudah pas. Kamu sudah bisa memasukkannya ke cetakan."Gadis itu mengangguk, lalu kembali ke dapur. Almora sendiri masih sibuk menata kue yang baru matang di etalase. Kue-kue yang tadi dia bawa dari rumah sudah dijemput oleh pemiliknya. Kue itu sengaja tidak dibuat di toko karena klien berjanji akan menjemputnya sekitar pukul sembilan sedangkan mereka baru mulai memanggang sekitar pukul sebelas siang.Toko Al's Bakery tidaklah besar. Ukuran normal dengan satu lantai yang kapasitasnya muat sampai 20 orang dengan 5 meja dan empat kursi di setiap mejanya. Selain menjual kue, Al's Bakery juga menyediakan makanan berat seperti pasta, burger dan pizza. Ada juga minuman seperti aneka jenis kopi dan minuman bersoda yang
Sekitar pukul sepuluh malam Almora menutup tokonya. Kue yang diproduksi hari ini lumayan banyak terjual. Ada beberapa yang tersisa dan Almora bagi-bagikan pada karyawannya. Sebagian lagi Almora bawa pulang untuk dijadikan cemilan atau sarapan besok pagi. Dari balkon kamar seberang, Calvin memperhatikan perempuan itu. Berjalan sendirian membawa kantong berisi kue. Pertemuan mereka tadi siang berlangsung cukup lama. Sekitar dua jam lebih Calvin nongkrong di toko kue itu hingga temannya menelpon berkata akan datang ke rumahnya untuk membahas kerjaan. Kalau saja temannya tidak menelepon, mungkin Calvin akan duduk lebih lama di sana. Mereka memang baru satu kali bertemu, dimulai tadi pagi. Lalu siangnya bertemu lagi dan merasa mulai cocok untuk berteman. Namun entah kenapa, Calvin merasakan kecocokan yang berbeda. Dia tidak tau apakah perasaan aneh yang timbul saat bicara dengan Almora bisa dikategorikan sebagai suka atau hanya sebatas kagum karena perempuan itu bisa hidup dengan baik di
Calderon terpaksa pulang lebih awal karena Camelia menelpon, mengatakan ingin sesuatu tapi tidak bisa dikatakan lewat telepon. Calderon pikir mungkin saja keinginan itu adalah bagian dari ngidam Camelia. Seperti janjinya kala itu, Calderon akan memenuhi ngidam perempuan itu. Anggap saja itu bentuk tanggung jawab Calderon sebagai suami. Dan untuk saat ini hanya itu yang bisa Calderon lakukan."Kenapa?" tanya Calderon begitu tiba di rumah. Nyonya Saka dan Tuan Saka sedang pergi ke luar kota. Di rumah itu hanya ada Calderon, Camelia, Max, dua asisten rumah tangga dan beberapa pengawal. Ada banyak orang sebetulnya, tapi yang namanya istri ngidam, tentu akan lebih afdol jika suami yang menurutinya.Camelia menahan senyum melihat kedatangan Calderon. Tidak menyangka pria itu benar-benar pulang. "Bayinya pengen liat kamu."Calderon tidak bereaksi selama sepersekian detik. Pikirannya mendadak kosong saat Camelia berkata bayi itu ingin melihat dirinya. Rasanya aneh. Calderon tidak pernah menga
Calderon menghisap dalam-dalam nikotin yang diapit jari tengah dan jari telunjuknya. Menghembuskan udara kotor itu, berbaur dengan udara malam yang kala itu kebetulan dingin. Semenjak kepergian Almora, rokok menjadi teman Calderon dalam melepas rindu. Dia tidak tau bagaimana caranya mengutarakan rasa rindunya. Tidak tau bagaimana caranya membongkar rasa rindu yang memenuhi dadanya.Mungkin untuk saat ini Calderon sudah berlapang dada dengan pernikahannya. Dia sudah bisa menerima Camelia meski tak sepenuhnya. Meski demikian, bukan berarti Calderon berhenti mengharapkan Almora. Calderon tidak bisa melupakan Almora."Apa kamu belum menemukan dimana perempuan itu?" tanya Calderon, menatap Max yang duduk di sebelahnya.Max menggeleng. Dia tidak pernah berusaha mencari tahu dimana keberadaan Almora. Sebab bagi Max, mencari perempuan itu dan membawanya kembali pulang hanya akan menghancurkan semuanya. Memang sudah benar perempuan itu pergi. Sudah benar Calderon menerima pernikahannya. Mungki
Hari-hari Almora benar-benar menjadi lebih baik usai bertemu dengan Calvin. Di belahan bumi yang jauh itu, Almora tidak lagi merasa kesepian. Sebelumnya ada banyak orang yang Almora kenal. Temannya juga lumayan untuk ukuran warga asing yang baru menempati wilayah lokal. Namun rasanya berbeda saat bertemu dengan Calvin. Teman Almora yang banyak itu tak cukup mampu menghilangkan rasa sepinya. Justru Calvin yang baru dia kenal kemarin sore mampu membuat Almora merasakan bagaimana hidup bersama teman yang seolah sudah dikenal sejak lama. Rasanya seperti pulang ke rumah."Aku sudah jarang ke pantai," ucap Calvin. Sore itu entah karena gerangan apa, Calvin mengajak Almora bermain ke pantai.Mereka duduk di atas bebatuan. Menatap birunya air laut. Sama halnya dengan Calvin, Almora juga sudah jarang ke pantai atau mungkin tidak pernah. Jarak dari kota ke pantai tidak begitu jauh, tapi tidak pernah sekalipun Almora ingin mengunjungi perairan luas nan indah itu. Ini saja kalau bukan karena ajak
Mari menikah denganku.Semudah itu Calvin mengajaknya untuk menikah dan semudah itu pula Almora mengiyakan ajakan tersebut. Kesannya seperti sedang main nikah-nikahan. Rasanya memang aneh bagi mereka yang baru kenal, baru akrab. Terlalu cepat bagi mereka untuk naik ke jenjang yang lebih serius. Menikah bukan hanya soal tanggung jawab, bukan hanya soal nafkah tapi juga soal resiko yang harus mereka hadapi setelah ini. Almora masih takut. Bayang-bayang Ken tewas karena dirinya jelas belum usai menghantui.Namun hidup harus terus berjalan. Almora tidak menapik bahwasanya dia butuh pendamping hidup. Dia butuh seseorang untuk menemaninya membesarkan bayinya. Butuh seseorang untuk membersamai hari tuanya.Karena Calvin tampak serius, Almora juga akan serius. Jika Calvin memang ingin bermain-main, seharusnya pria itu mengajaknya pacaran, bukan menikah.Satu minggu setelah will you marry me dadakan itu, Calvin dan Almora resmi menjadi pasangan suami-isteri. Menikah dengan orang dari negara s
Optima 434.Calderon berdiri di balkon, menatap hamparan kota di bawah kukungan langit biru. Kota tampak begitu jelas, seperti susunan rumah di game minecraft. Ini adalah bagian paling menyenangkan saat berkunjung ke Optima. Calderon bisa merasa tenang hanya dengan melihat bangunan-bangunan itu."Tumben mengajak saya ke sini," kata Max yang muncul dari balik punggung Calderon. Dia memang meminta pria itu untuk datang juga. Membosankan rasanya bila hanya sendirian di flat ini."Tidak suka?" Calderon menatap pria itu tajam. Selalu saja berkomentar. Nurut saja apa susahnya?"Suka, tapi kan aneh."Calderon mengabaikan. Dia memilih mengambil sebungkus rokok dari saku celananya. Dia tidak bisa leluasa merokok di rumah. Selain karena dilarang Nyonya besar, keberadaan Camelia yang sedang hamil juga menjadi alasannya. Calderon tentu tidak ingin anak itu meregang nyawa karena bapak tirinya hobi menghembuskan asap nikotin."Masih ngerokok?" heran Max.Calderon menyelipkan rokok itu di bibirnya l
Camelia rasa tubuhnya sudah agak mendingan. Tadi pagi hanya sedikit pusing karena tidur terlalu lama, tapi Calderon dan seluruh manusia di rumah itu menganggap dirinya sedang demam tinggi. Padahal hanya butuh berbaring sebentar, Camelia bisa pulih.Usai makan siang, Camelia berencana untuk pergi ke rumah kedua orang tuanya. Sudah lama Camelia tidak berkunjung ke rumah. Kedua orang tuanya juga jarang memberi kabar seolah lupa dengan anaknya yang satu ini."Mau kemana?"Langkahnya dihadang oleh Calderon yang tiba-tiba muncul. Berdiri di depan pintu utama seraya melipat kedua tangan di depan dada. Ah, magic. Pria itu penyihir. Sekejap di kamar, sekejap di ruang kerjanya dan sekejap lagi ada di depan mata."Ke rumah orang tuaku." Camelia menatap Calderon.Salah satu alis pria itu terangkat. "Sendiri?""Memangnya kamu mau ikut?" tanya Camelia, sangsi. Calderon benci sekali dengan ayahnya. Mana mungkin pria itu mau ikut dengannya bertemu mama dan papa.Sesuai dugaan, Calderon menggelengkan
"Kenapa? Apa sudah kalian temukan bajingan itu?" tanya Calderon melihat beberapa anak buahnya datang dengan napas tak beraturan. Mereka berlari dari gerbang utama seperti dikejar anjing gila.Yang paling besar, mengangkat tangan pertanda butuh beberapa detik untuk bisa bernapas normal. Yang satu lagi, menatap Calderon dengan napas yang mulai teratur. Apa yang mengejar sampai bernapas saja terlihat sulit? Roh mereka seakan tercabut dari tubuh hanya karena berlari dari gerbang."Ada berita buruk." Kalau tidak salah namanya Rob, entah Robert entah Roblok. Calderon tidak bisa mengingat nama-nama anak buahnya.Berita buruk sudah menjadi makanan sehari-hari Calderon. Jadi, dia tidak terkejut bila akan ada kabar buruk lagi yang dia dengar."Apa?""Ternyata Kaleo punya hubungan kerja sama dengan kartel di Kroasia," jawab Rob.Ah, masalah kartel lagi. Calderon malas sekali mengurus orang-orang yang terlibat kartel. Hal itu benar-benar memuakkan."Kroasia? Ada kartel di sana?" tanya Calderon. D
Calvin beringsut menaiki tempat tidur, merebahkan tubuh di sebelah Almora yang sudah lebih dulu berbaring. Mereka tidak punya kegiatan apapun lagi sebab tadi siang sudah menghabiskan banyak waktu dengan bermain game dan menonton beberapa film komedi rekomendasi dari Calvin sendiri. Sebenarnya Calvin masih punya beberapa pekerjaan yang mesti diselesaikan. Akan tetapi dia merasa tidak tenang jika Almora belum tidur. Pekerjaan yang menumpuk itu bisa diselesaikan nanti atau saat mepet deadline. Namun menemani Almora tidur tidak sama dengan pekerjaan yang bisa ditunda."Mau dibacain dongeng apa?" Calvin menatap Almora sembari mengembangkan sebuah buku cerita."Kamu pikir aku anak kecil?" Almora balik menatap Calvin. "Eh, itu buku dongeng siapa yang kamu curi?""Enak aja." Calvin menutup buku cerita dengan judul kisah petualangan seru kancil dan teman-temannya. "Ini aku beli di Indonesia. Sudah lama sih."Almora tertawa pelan. "Kok bisa kepikiran buat beli buku dongeng itu? Mana judulnya m
"Bayinya sehat. Ibunya juga sehat."Senyum di wajah Calvin tak luntur kala kalimat dokter yang memeriksa Almora tadi pagi terus bergema di kepalanya. "Bayinya laki-laki."Semakin senang hati Calvin mendengarnya. Bayi mereka laki-laki. Terlepas dari siapa sebenarnya ayah kandung dari bayi itu, untuk saat ini yang bertanggung jawab dan akan mengemban peran bapak adalah dirinya. Tentu saja Calvin bersuka cita mendengar kabar baik itu.Ibunya sehat, bayinya sehat dan bayinya laki-laki."Bahagia banget kayaknya," ucap Almora. Matanya tak luput dari wajah pria yang sedang berkutat di pantry itu. Katanya dia ingin memasak makan siang untuk Almora. Sekalian mencoba resep baru untuk kue yang tadi malam baru saja diriset oleh pria itu.Dia produktif sekali jadi suaminya. Dan semenjak kehamilan Almora memasuki masa menuju pembukaan, pria itu memutuskan bekerja dari rumah saja. Katanya dia takut meninggalkan Almora di rumah sendirian.Calvin sangat siap untuk menjadi seorang suami."Iya dong. An
Katanya tidak cinta, tapi begitu menemukan Camelia di dekat salon, Calderon langsung memeluknya. Dia cemas kala tau Kaleo berkeliaran di sekitar mereka. Entah kenapa, disaat Tuan Saka berkata Kaleo ingin kembali merebut Camelia, ada rasa khawatir yang luar biasa dalam diri Calderon. Mungkin karena Calderon tau bahwa kemunculan Kaleo adalah alarm bahaya bagi Camelia. Pria itu memang ayah kandung dari bayi yang Camelia kandung tapi mengingat bagaimana sepak terjangnya sebagai manusia, Calderon tidak bisa menyerahkan Camelia pada pria itu."C-Cal, are you okay?" Camelia yang dipeluk secara tiba-tiba jelas terkejut. Calderon masih belum melepaskan pelukannya. "Saya pikir kamu kenapa-kenapa."Setelah berminggu-minggu pernikahan mereka, ini kali pertama Calderon menunjukkan kepeduliannya secara tulus. Bukan karena terpaksa, bukan karena ayahnya, bukan karena orang-orang dan media yang meliput mereka tapi karena diri Calderon sendiri. Camelia terharu melihat Calderon mengkhawatirkannya. Ini
Kembali ke tanah air.Kericuhan terjadi di kediaman Tuan Saka. Ayah dan anak itu bertengkar perihal Kaleo yang hilang dari lokasi penyekapan di California. Entah apa yang terjadi sampai pria itu bisa lolos dari pengawasan dua kubu. Dan Calderon duga, ini terjadi karena ayahnya berusaha merebut Kaleo dari genggamannya."Coba saja ayah tidak ikut-ikutan, mungkin Kaleo masih ada di rumah penyekapan," kata Calderon dengan dada kembang kempis. Dia berusaha sabar untuk tidak memukul pria yang menjadi penyebab kekacauan itu terjadi."Itu bukan tanggung jawab mu, Cal. Mengurus Kaleo adalah tugas saya. Kamu cukup menjalankan peranmu sebagai suaminya hingga anaknya lahir," balas Tuan Saka dengan wajah tak kalah bengis.Karena kekacauan ini, aksi penyelundupannya terbongkar.Calderon mendengus kasar. Dia bukan anak kecil yang bisa dibohongi. Dia tau kenapa Tuan Saka mau turun tangan mengurus Kaleo. Sudah pasti karena tidak ingin pernikahannya dan Camelia berakhir. Tuan Saka ingin Calderon terus
Mari menikah denganku.Semudah itu Calvin mengajaknya untuk menikah dan semudah itu pula Almora mengiyakan ajakan tersebut. Kesannya seperti sedang main nikah-nikahan. Rasanya memang aneh bagi mereka yang baru kenal, baru akrab. Terlalu cepat bagi mereka untuk naik ke jenjang yang lebih serius. Menikah bukan hanya soal tanggung jawab, bukan hanya soal nafkah tapi juga soal resiko yang harus mereka hadapi setelah ini. Almora masih takut. Bayang-bayang Ken tewas karena dirinya jelas belum usai menghantui.Namun hidup harus terus berjalan. Almora tidak menapik bahwasanya dia butuh pendamping hidup. Dia butuh seseorang untuk menemaninya membesarkan bayinya. Butuh seseorang untuk membersamai hari tuanya.Karena Calvin tampak serius, Almora juga akan serius. Jika Calvin memang ingin bermain-main, seharusnya pria itu mengajaknya pacaran, bukan menikah.Satu minggu setelah will you marry me dadakan itu, Calvin dan Almora resmi menjadi pasangan suami-isteri. Menikah dengan orang dari negara s
Hari-hari Almora benar-benar menjadi lebih baik usai bertemu dengan Calvin. Di belahan bumi yang jauh itu, Almora tidak lagi merasa kesepian. Sebelumnya ada banyak orang yang Almora kenal. Temannya juga lumayan untuk ukuran warga asing yang baru menempati wilayah lokal. Namun rasanya berbeda saat bertemu dengan Calvin. Teman Almora yang banyak itu tak cukup mampu menghilangkan rasa sepinya. Justru Calvin yang baru dia kenal kemarin sore mampu membuat Almora merasakan bagaimana hidup bersama teman yang seolah sudah dikenal sejak lama. Rasanya seperti pulang ke rumah."Aku sudah jarang ke pantai," ucap Calvin. Sore itu entah karena gerangan apa, Calvin mengajak Almora bermain ke pantai.Mereka duduk di atas bebatuan. Menatap birunya air laut. Sama halnya dengan Calvin, Almora juga sudah jarang ke pantai atau mungkin tidak pernah. Jarak dari kota ke pantai tidak begitu jauh, tapi tidak pernah sekalipun Almora ingin mengunjungi perairan luas nan indah itu. Ini saja kalau bukan karena ajak