Nyatanya, Almora tidak diiringi ke pelaminan oleh Ken. Justru dirinya yang mengiringi pria itu ke tempat peristirahatan terakhirnya. Berita kematian Ken terasa seperti mimpi. Terjadi begitu saja tanpa tanda-tanda. Padahal kemarin mereka masih bisa tertawa, masih bersenang-senang dan masih baik-baik saja hingga begitu tiba-tiba polisi mengabarkan pria yang dia laporkan berada dalam bahaya ditemukan tewas tertembak.Almora benar-benar merasa dipermainkan. Apa Almora memang tidak akan memperoleh keadilan? Kehilangan ayah, dijual oleh ibu tirinya, direnggut mahkotanya, dicampakkan oleh pria yang dia cintai dan sekarang kehilangan sosok yang berarti di dalam hidupnya. Almora mulai berpikir kalau orang-orang yang hidup bersamanya selalu berakhir sial, sama seperti kehidupannya yang dipenuhi kesialan.Pukul sepuluh pagi Almora meninggalkan makam Ken. Harapan terakhirnya untuk hidup bahagia telah pupus. Satu-satunya manusia yang peduli padanya telah tiada. Almora kehilangan sosok penopang hi
Rasanya belum lama Almora tinggal di kota ini. Belum banyak benar hal-hal menarik yang dia coba. Belum matang pemikirannya dalam dunia bisnis dan corporation. Belum ada kisah-kisah indah yang benar-benar terukir. Namun mau bagaimanapun, Almora harus tetap pergi. Terus-terusan menetap di tempat ini, di kota ini dan di negara ini tidak lagi ada gunanya. Bukan hanya karena Calderon yang mengkhianatinya, bukan hanya karena kematian Ken, melainkan juga tentang dirinya sendiri. Almora butuh tempat yang tenang untuk menyembuhkan dirinya. Butuh jauh dari keramaian yang dia kenal untuk berhenti memikirkan bagaimana caranya mati.Lagipula, kehidupan Almora bukan hanya tentang dirinya sendiri. Ada satu nyawa yang sedang berkembang di rahimnya. Ada gumpalan darah yang tak lama lagi akan menjadi anaknya. Demi bayi ini, Almora akan mencoba bertahan. Mungkin Almora sudah tak punya semangat untuk terus hidup tapi bayi ini, mungkin dia menunggu-nunggu kapan dia akan hidup."Jadi berangkat sekarang?" t
Satu minggu.Dua minggu.Tiga minggu.Calderon kembali mendatangi kosan Almora setelah menghilang selama tiga minggu sejak pertemuan terakhir mereka. Calderon tau Almora tak mungkin mau menemuinya, tapi bukan Calderon namanya jika hanya diam saja. Mau sebenci apapun Almora padanya, Calderon akan terus berusaha mencari maaf dari perempuan itu. Menurutnya, kesulitan dalam hubungan mereka terjadi karena kesalahan dalam berkomunikasi. Almora salah paham, begitu juga dirinya.Mereka akan baik-baik saja jika Almora mau mendengarkan alasan mengapa Calderon menikahi Camelia. Dan mungkin saja Calderon tidak akan membunuh Ken jika perempuan itu tidak menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan.Seperti biasa, Calderon tidak sadar diri. Semestinya dia juga mendengarkan Almora perihal siapa Ken sebenarnya. Bukan asal menuduh kalau Ken adalah kekasihnya yang mana berakhir seperti ini. Walau pada nyatanya, Ken memang akan menikahi Almora.Dari teras, Mona menyipitkan mata. Merasa terancam d
Satu bulan.Dua bulan."Aduh!"Akibat berjalan terburu-buru, Almora menabrak seorang pejalan kaki. Kantong yang Almora bawa jatuh membuat kotak-kotak kecil berisi kue jatuh berserakan dan barang-barang yang dibawa pria yang Almora tabrak juga berserakan di pinggir jalan."Sorry, sorry," ucap Almora bergegas membantu pria itu merapikan buku-bukunya. "Biar aku saja. Rapikan saja barang-barang mu yang juga berserakan," katanya dengan cepat memasukkan buku-buku itu ke dalam kotak.Almora terdiam sejenak, lalu menatap pria asing di hadapannya. Di tempat yang sudah amat jauh ini, Almora masih saja bertemu dengan orang dari negaranya. "Kamu dari Indonesia?"Pria itu tersenyum tipis lalu mengangguk. "Orang Indonesia ada dimana-mana," katanya lagi.Almora turut tersenyum. Kemudian berdiri kala semua kuenya sudah ditata di dalam kantong. Semoga saja kue itu baik-baik saja karena kue ini adalah pesanan orang lain.Sejak tinggal di Kroasia, negara yang terletak di bagian Selatan-Tengah benua Ero
[Obrolan dalam bahasa Inggris]"Bagaimana rasanya? Apakah sudah pas?" Seorang gadis berambut cokelat menghampiri Almora yang sedang menyusun kue di etalase. Tadi dia meminta Almora untuk mencicipi adonan kue, meminta pendapat mengenai rasa adonan tersebut.Almora menoleh. "Oh, sudah pas. Kamu sudah bisa memasukkannya ke cetakan."Gadis itu mengangguk, lalu kembali ke dapur. Almora sendiri masih sibuk menata kue yang baru matang di etalase. Kue-kue yang tadi dia bawa dari rumah sudah dijemput oleh pemiliknya. Kue itu sengaja tidak dibuat di toko karena klien berjanji akan menjemputnya sekitar pukul sembilan sedangkan mereka baru mulai memanggang sekitar pukul sebelas siang.Toko Al's Bakery tidaklah besar. Ukuran normal dengan satu lantai yang kapasitasnya muat sampai 20 orang dengan 5 meja dan empat kursi di setiap mejanya. Selain menjual kue, Al's Bakery juga menyediakan makanan berat seperti pasta, burger dan pizza. Ada juga minuman seperti aneka jenis kopi dan minuman bersoda yang
Sekitar pukul sepuluh malam Almora menutup tokonya. Kue yang diproduksi hari ini lumayan banyak terjual. Ada beberapa yang tersisa dan Almora bagi-bagikan pada karyawannya. Sebagian lagi Almora bawa pulang untuk dijadikan cemilan atau sarapan besok pagi. Dari balkon kamar seberang, Calvin memperhatikan perempuan itu. Berjalan sendirian membawa kantong berisi kue. Pertemuan mereka tadi siang berlangsung cukup lama. Sekitar dua jam lebih Calvin nongkrong di toko kue itu hingga temannya menelpon berkata akan datang ke rumahnya untuk membahas kerjaan. Kalau saja temannya tidak menelepon, mungkin Calvin akan duduk lebih lama di sana. Mereka memang baru satu kali bertemu, dimulai tadi pagi. Lalu siangnya bertemu lagi dan merasa mulai cocok untuk berteman. Namun entah kenapa, Calvin merasakan kecocokan yang berbeda. Dia tidak tau apakah perasaan aneh yang timbul saat bicara dengan Almora bisa dikategorikan sebagai suka atau hanya sebatas kagum karena perempuan itu bisa hidup dengan baik di
Calderon terpaksa pulang lebih awal karena Camelia menelpon, mengatakan ingin sesuatu tapi tidak bisa dikatakan lewat telepon. Calderon pikir mungkin saja keinginan itu adalah bagian dari ngidam Camelia. Seperti janjinya kala itu, Calderon akan memenuhi ngidam perempuan itu. Anggap saja itu bentuk tanggung jawab Calderon sebagai suami. Dan untuk saat ini hanya itu yang bisa Calderon lakukan."Kenapa?" tanya Calderon begitu tiba di rumah. Nyonya Saka dan Tuan Saka sedang pergi ke luar kota. Di rumah itu hanya ada Calderon, Camelia, Max, dua asisten rumah tangga dan beberapa pengawal. Ada banyak orang sebetulnya, tapi yang namanya istri ngidam, tentu akan lebih afdol jika suami yang menurutinya.Camelia menahan senyum melihat kedatangan Calderon. Tidak menyangka pria itu benar-benar pulang. "Bayinya pengen liat kamu."Calderon tidak bereaksi selama sepersekian detik. Pikirannya mendadak kosong saat Camelia berkata bayi itu ingin melihat dirinya. Rasanya aneh. Calderon tidak pernah menga
Calderon menghisap dalam-dalam nikotin yang diapit jari tengah dan jari telunjuknya. Menghembuskan udara kotor itu, berbaur dengan udara malam yang kala itu kebetulan dingin. Semenjak kepergian Almora, rokok menjadi teman Calderon dalam melepas rindu. Dia tidak tau bagaimana caranya mengutarakan rasa rindunya. Tidak tau bagaimana caranya membongkar rasa rindu yang memenuhi dadanya.Mungkin untuk saat ini Calderon sudah berlapang dada dengan pernikahannya. Dia sudah bisa menerima Camelia meski tak sepenuhnya. Meski demikian, bukan berarti Calderon berhenti mengharapkan Almora. Calderon tidak bisa melupakan Almora."Apa kamu belum menemukan dimana perempuan itu?" tanya Calderon, menatap Max yang duduk di sebelahnya.Max menggeleng. Dia tidak pernah berusaha mencari tahu dimana keberadaan Almora. Sebab bagi Max, mencari perempuan itu dan membawanya kembali pulang hanya akan menghancurkan semuanya. Memang sudah benar perempuan itu pergi. Sudah benar Calderon menerima pernikahannya. Mungki