"Ayah senang kamu bisa mendapatkan pengganti Camelia, Cal. Tapi kalau penggantinya adalah perempuan itu, itu sama saja dengan menjatuhkan harga diri kita. Dia berada jauh di bawah Camelia. Kamu dan kita semua pasti akan ditertawakan karena kamu lebih memilih perempuan rendahan."Calderon mengeraskan rahangnya mendengar kalimat Tuan Saka. Pria tua itu selalu saja bicara soal atas dan bawah. Ya, Calderon tau Almora berada jauh di bawah Camelia. Calderon juga tau tidak ada yang lebih penting selain kesetaraan. Namun bagaimana bisa aturan tidak jelas itu terus berlanjut. Menikah dengan orang yang tidak dicintai bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi Calderon harus mempertaruhkan namanya hanya untuk bertanggung jawab pada hal yang bukan perbuatannya.Calderon bisa saja menurut kalau saja perempuan itu bukan Camelia dan tidak sedang mengandung anak dari pria lain. Calderon merasa diinjak-injak."Tapi Almora hamil, anak ku. Keturunan aku. Itu jelas lebih baik dari pada bertanggung jawab untu
Calderon menghilang selama tiga hari usai mengajak Almora makan malam di rumahnya. Dia tidak ke kantor dan tidak mengabari Almora. Pesan-pesan yang Almora kirimkan tidak dibaca. Telepon darinya juga tidak diangkat. Operator telepon sering muncul dan mengatakan nomor yang Almora tuju tidak dapat dihubungi. Hal itu membuat Almora berpikir lagi mengenai malam itu. Tuan Saka yang menolaknya dan Calderon yang berjanji untuk menikahinya.Apa jangan-jangan itu memang hanya omong kosong? Janji yang diucapkan untuk menenangkan, tapi tak untuk diwujudkan. Almora merasa ada yang tidak beres. Dia mulai menduga kalau Calderon kabur dan meninggalkannya.Di tengah kekhawatiran yang tengah melanda, kantor mereka kedatangan tamu penting. Joya berlari mengetuk pintu ruangannya. Dengan napas tak beraturan, meminta Almora segera turun karena tamu tersebut mencari Almora. Dia jelas bingung. "Siapa sih, Joy?" tanya Almora penasaran."Tuan Saka."Darah Almora langsung berdesir mendengarnya. Tuan Saka? Ayah
Tidak ada semangat dalam diri Almora saat tahu pesannya diabaikan begitu saja. Calderon sudah membacanya, tapi tak memberikan balasan. Turun dari bus, Almora melangkah lesu menuju kosannya. Almora sudah tak punya tenaga barang untuk melangkah. Rasanya begitu hancur saat sadar dirinya telah dicampakkan. Di depan pagar yang tertutup rapat, Almora melihat Ken berdiri. Menatapnya dengan sorot mata yang berbeda. Dia tampak tidak marah, tampak tidak benci juga. Sorot matanya kembali seperti saat dimana mereka pertama kali jatuh cinta.Apa yang membawa pria itu kembali dengan hati yang tampak lebih lapang? "Ken," panggil Almora begitu berhenti di hadapan pria itu.Ken telah menunggu Almora satu jam lebih lamanya. Bahkan sudah duduk berdua di teras bersama Mona yang menceritakan bagaimana malangnya perempuan yang berdiri kebingungan itu. Mereka buka-bukaan. Ken menceritakan apa hubungannya dengan Almora dan Mona juga menjelaskan kenapa Almora bisa bersikap seperti itu. Ken benar-benar tidak
"Aku harus gimana ya, Ken? Dia masih gak ada kabar. Aku takut dia kabur," keluh Almora. Dia merasa cemas dengan Calderon yang tak kunjung mengabarinya. Pesan-pesan yang baru saja Almora kirimkan hanya dibaca. Telepon darinya juga tak diangkat. Bahkan dimatikan secara sengaja. Sikap Calderon yang demikian membuat Almora skeptis. Apa benar pria itu sungguh-sungguh ingin menikahinya? Apa jangan-jangan selama ini dia hanya mempermainkannya? Jadi, Almora benar-benar dianggap sebagai sampah?Kepala Almora sakit memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk tentang Calderon. Padahal Almora mencintai Calderon dengan sebenarnya. Tidak terbesit di benaknya untuk balas dendam atas perlakuan pria itu padanya. Mungkin ini salah Almora juga karena terlalu mudah percaya pada Calderon. Dia belum tau seperti sifat pria itu yang sebenarnya tapi sudah mau saja saat diminta menjadi kekasihnya. Belum lagi mereka telah melakukan hubungan suami istri seolah-olah Calderon benar-benar akan bertanggung jawab atas a
Apa yang Calderon lakukan bukan untuk dirinya, melainkan untuk Almora. Tuan Saka tidak main-main saat memberikan ancaman. Dia memperlihatkan sendiri bagaimana orang-orang suruhannya datang ke kos Almora, membawa dirigen besar berisi bensin. Kalau saja Calderon tidak mengiyakan, mungkin hari ini dia tidak dapat melihat Almora lagi. Kalau saja Calderon tidak menikahi Camelia saat ini juga, nyawa orang-orang di rumah itu mungkin sudah tak terselamatkan.Andai saja Calderon bisa jujur perihal apa yang terjadi padanya, akan kah Almora bisa memaklumi? Akan kah dia masih mau menerima Calderon? Bukan niat hati ingin mempermainkan perempuan itu. Calderon ingin bertanggung jawab bila Almora ingin menjadi yang kedua. Dia akan menikahi perempuan itu tanpa pengetahuan siapapun. Hidup bahagia di tempat yang jauh. Setidaknya itulah rencana Calderon untuk mempertanggungjawabkan semuanya.Pesta selesai pukul sembilan malam. Para tamu undangan sudah meninggalkan rumahnya. Yang tersisa hanyalah keluarga
"Ruangan saya kenapa masih dikunci? Almora belum datang?" Calderon datang dengan muka masam ke ruangan Joya. Dia telah menghabiskan waktu selama satu jam menunggu sekretarisnya yang bertugas membuka dan mengunci pintu.Joya segera meninggalkan berkas-berkas di meja lalu melangkah mendekati Calderon yang berdiri di depan pintu. Dia lupa memberitahu pria itu mengenai ruangannya dan si pembawa kunci. "Maaf sebelumnya, pak. Almora mengajukan resign. Surat pengunduran dirinya ada di meja bapak."Kening Calderon berkerut tidak mengerti. "Bagaimana bisa? Tadi pintu ruangan saya masih terkunci.""Iya, tadi dia datang untuk merapikan barang-barangnya serta meletakkan surat pengunduran diri lalu kembali mengunci pintu dan memberikan kuncinya pada saya," jelas Joya seraya memberikan kunci pada Calderon.Calderon menghela pelan. "Apa kamu tahu alasannya mengundurkan diri?""Hm.. katanya mau pindah, pak. Tidak tau juga pindah dalam konteks apa dan kemana," jawab Joya.Calderon sudah menduga hal in
"Sudahlah, Tuan. Biarkan saja perempuan itu pergi. Dia sudah menemukan pengganti, Tuan," ujar Max frustasi sendiri. Calderon meremas foto-foto yang Max berikan. Foto Almora yang dipeluk oleh pria bernama Ken, yang Calderon ketahui sebagai rekan kerjanya. "Apa kamu mendengar apa yang mereka bicarakan?"Max menghela napas saat ucapannya diabaikan. "Mereka bicara soal pernikahan."Calderon menggertakkan giginya seraya membuang foto itu ke sembarang arah. Dadanya serasa terbakar mendengar hal itu. "Mereka akan menikah?"Max mengedikkan bahunya. Dia tidak mendengar begitu jelas. Lagipula Max tak berminat mengurus hal sepele seperti ini. Dia hanya duduk di dekat meja Almora tanpa menaruh peduli pada perempuan itu. Ah, sejak awal perempuan itu selalu menyusahkannya dan Calderon malah menggilai perempuan itu."Ken menawarkan diri untuk menikahi, Almora," jawab Max.Bruk!Calderon langsung menyapu semua benda yang berada di atas meja hingga jatuh berantakan. Dia benar-benar tidak merasa tenan
Hati Ken saat ini begitu berbunga-bunga. Almora menyetujui Ken untuk bertanggung jawab. Perempuan itu menerima kalau Ken menikahinya, menjadi ayah untuk anak yang sedang dikandung perempuan itu. Saking senangnya, Ken mengajak Almora ke rumah sakit untuk mengecek kandungannya. Anggap saja ini sebagai hadiah atas ketersediaan Almora menerimanya kembali meski dipaksa oleh keadaan. Ken tentunya sadar dia ada sebagai cadangan. Pria yang Almora inginkan sudah jelas adalah Calderon. Ken hanya bisa menelan kenyataan pahit bahwa dirinya hanyalah tempat pelarian. Namun Almora tidak salah karena Ken sendiri yang menawarkan diri sebagai tempat pelarian. "Aku punya kenalan dokter kandungan yang bagus," ucap Ken melepas sealbeat di tubuhnya. "Perempuan atau laki-laki?" Almora membuka sealbeat yang menyilang di tubuhnya, tapi dia mengalami kesulitan. Melihat itu, Ken dengan sigap membantu. "Laki-laki sih. Tapi tenang aja, dia dokter profesional," jawab