Share

Pt. 07 - Tsunderella

"Kita pergi ke kantor, hubungi John untuk melacak lokasi Faniya." Ujar Kayasaka setelah dirinya memastikan kalau Faniya tidak ada di kost-annya. Sekretarisnya itu seolah lenyap dalam semalam. Membuat Kayasaka sedikit gusar karena Faniya kali ini tidak main-main.

Louis hanya mengangguk, lalu dia dan Kayasaka pergi ke perusahaannya yaitu K'Yeast Group yang bergerak di bidang perbankan dan wirausaha mandiri. Kayasaka menggeluti bidang ini hampir 10 tahun lamanya. Dari awal merintis karir dia mengerjakannya hampir seorang diri.

Kayasaka terlalu riskan meminta bantuan orang lain. Dia terbiasa hidup dengan aturan dan caranya sendiri. Bisa dibilang, rasa empatinya sudah mati, egoisme sudah menyelimutinya sampai ke pangkal nadi.

Menjadikannya sosok dingin dan keras kepala yang tak suka dengan bantahan dan kekalahan.

Hanya Faniya orang pertama yang bisa melewati batas-batas egoisme itu. Sosoknya yang mirip seseorang dihidup Kayasaka membuat lelaki itu tak sungkan menerima semua bantuan dan kehangatan Faniya. Dan sekarang, gadis itu ingin pergi.

Kayasaka tentu tak bisa merelakannya begitu saja.

Selama ini dia sudah cukup menerima begitu banyak kehilangan. Dia tidak ingin lagi merasakan sepi yang menyusup di sela-sela sumsum tulangnya.

"Kau di mana Faniya?" Kayasaka gusar, berkali-kali menghubungi nomor yang bahkan dia hapal diluar kepala. Tapi lagi-lagi tak ada sambungan, tak ada nada dering atau semacamnya.

Faniya benar-benar memutus semua akses yang Kayasaka miliki untuk melacak lokasinya.

Di kantor, Kayasaka langsung pergi ke ruangannya di dampingi Louis. Di sana sudah ada seorang lelaki yang nampak berdiri di depan Kayasaka takut. Kemejanya yang kusut menandakan pekerjaannya yang tidak berjalan dengan lancar dan damai.

"Katakan apa yang kau dapatkan, John."

"Lokasinya tidak terlacak, Tuan. Bahkan terakhir kali ponselnya hanya menunjukan lokasi rumahnya yang biasa."

Kayasaka menatap John dingin. Direktur bagian IT itu mendadak merasa merinding. Dia tak berani menatap kilatan mata hazel yang marah itu.

"Pergilah. Aku berikan hari libur gratis untukmu."

Kayasaka menepuk pundak lelaki itu, berjalan melewatinya untuk masuk ke ruangannya lebih dalam.

John membeku. Tak senang sama sekali mendengar kalimat itu. Kalimat yang secara tidak langsung menyatakan pemecatan tidak terhormatnya. Dengan langkah gontai, lelaki itu pergi meninggalkan Kayasaka dan Louis di dalam sana.

John harus berlapang dada, setidaknya kali ini hanya pekerjaannya saja yang melayang dan bukan nyawanya sendiri.

Di dalam ruangan bernuansa navy dan abu-abu itu, Louis termundur. Sudah memperkirakan bom dalam diri Bossnya yang akan meledak sebentar lagi. Dan benar saja, Kayasaka mengamuk, membanting semua barang yang ada di meja marmer ratusan jutanya.

Tak peduli dokumen berharga milyaran macam apa yang akan terancam rusak karena kemarahannya saat ini.

***

Zavier masih tertegun di tempatnya. Tak mengindahkan gadis cantik yang menawarinya untuk mengganti rugi. Tapi sedetik kemudian, otak jeniusnya kembali menemukan kesadaran.

"Apa tidak ada ganti rugi lain selain uang? Uangku sudah terlalu banyak, Nona."

Emily mendelik, lelaki yang cukup sombong pikirnya.

"Lalu apa yang kau inginkan, Tuan kaya?" Tanyanya jelas menyindir, Zavier tersenyum mendengar nada manis gadis itu yang lenyap seketika. "Nomor telponmu, mungkin?"

"Bermimpilah selagi itu bisa." Jawab Emily ketus, wanita dengan dress hitam itu berlalu. Tak merasa bersalah lagi setelah mengetahui kalau lelaki yang ditabraknya memang pantas diguyur kopi.

Emily benci tipe lelaki kekanak-kanakan dan tebar pesona sepertinya. Lagi pula, apa yang bisa dibanggakan dari seorang lelaki playboy?

"Hm ... wanita yang menarik." Zavier tersenyum miring, memandangi punggung Emily yang berlalu meninggalkannya. Lelaki itu sudah menyusun rencana gila di otaknya. Rencana untuk mendapatkan informasi terdalam seorang Emilio Fernandes dari adiknya sendiri.

"Tunggu tanggal mainnya, Emily."

Zavier lalu masuk ke toko pakaian terdekat untuk membeli pakaian baru saat itu juga, karena pakaiannya saat ini sudah basah oleh siraman kafein.

Bukankah dia perlu membenahi penampilannya terlebih dahulu sebelum mendekati gadis angkuh itu?

Tentu saja.

Dan Zavier pergi, tepat sebelum sorang gadis tiba di sana dengan dress navy-nya yang cantik. Menenteng sepatu dari brand mewah yang terpaksa dipakainya pagi ini.

"Bahkan Mall ini terlihat sangat nyata, apa ini benar-benar dunia dalam buku?" Naya selalu takjub akan apa yang dilihatnya. Gila saja membayangkan buku yang biasa kita balik, menjelma dunia nyata yang punya kehidupan seperti ini.

"Berarti orang-orang itu figuran bukan?" Tanyanya entah pada siapa, menyaksikan orang-orang yang berlalu lalang di dalam Mall. Tak sadar, sedari tadi dirinya juga jadi pusat perhatian orang-orang karena tingkah anehnya yang masih enggan mengenakan sepatu.

"Huh aku lapar. Jika bukan karena suami gila itu aku sudah bisa menikmati makanan lezat buatan Bibi Marry. Dasar iblis!" Lagi-lagi Naya mengumpat, sesekali melirik puluhan cupcake yang terpajang di etalase toko yang dia lewati.

Kue-kue itu terlihat menggoda, seolah berkata padanya untuk segera dia makan. Apalagi, Naya adalah pecinta makanan manis. Jadi ini merupakan godaan besar.

"Apa aku harus pulang?" Naya mulai ragu, mengusap air liur yang hampir menetes dari mulutnya. Tapi sedetik kemudian, Naya menggeleng yakin. Dia tak boleh pulang hanya karena lapar.

Selain tak tau jalan, dia juga tak ingin menyerahkan nyawanya dengan suka rela.

Saat ini Kayasaka juga pasti sedang mencari Faniya. Jika menurut novel, lelaki itu tak akan menemukannya di manapun. Ini adalah salah satu adegan penting yang memulai ketertarikan Emilio pada Faniya.

Karena saat ini Faniya ada di desa di rumah peninggalan orangtuanya dan Emilio mungkin akan ada di sana dua hari lagi. Jika ingatan Naya benar, pemeran utama lelaki itu akan kecelakaaan dan ditolong oleh Faniya. Dari sanalah benih cinta diantara mereka akan muncul.

Dulu, Naya sempat bersorak bahagia membaca adegan itu. Tanpa tau, dibaliknya Arranaya menderita, karena obsesi gila suaminya yang malah mencari wanita lain dan tidak memperdulikan istrinya sendiri.

Dalam novel, Kayasaka si antagonis, tentu saja tak ikut serta dalam adegan manis ini.

Biar saja dia pusing tujuh keliling mencari pemeran utama wanita yang dicintainya itu. Mungkin ini karma, karena dia meninggalkan Naya sendirian di tempat asing seperti ini.

***

Matahari cepat berlalu, malam dengan cepat datang. Naya keliling Mall sampai kakinya terasa pegal. Saat ini dia tak punya kekuatan untuk pergi kemanapun lagi.

Tenaganya sudah habis, perutnya sudah demo minta diisi. Tapi, sepertinya dia harus mencoba mencari jalan pulang.

Tes .. tes ... tes ...

Naya menengadah, tak jadi melangkah untuk mencoba mencari jalan pulang. Awan yang menggantung di atasnya nampak bergerombol marah. Mengirimkan ratusan rintik air yang tak lama membasahi parkiran Mall malam itu.

"Apalagi ini Tuhan?" Keluh Naya, tapi gadis itu juga tak bisa marah-marah pada siapapun. Dengan terpaksa, Naya mengurungkan niatnya dan hanya berdiri di depan Mall sendirian.

Hujan semakin deras saja, membuat Naya mengeratkan pelukannya pada diri sendiri di depan Mall yang sudah sepi pengunjung.

Dua jam berlalu, semua orang yang Naya lihat berlalu lalang sudah lenyap, digantikan keheningan yang mencekam ditengah malam dan hujan yang dingin.

Naya yang pada dasarnya sudah lelah, pasrah saja berjongkok untuk sejenak mengistirahatkan kakinya.

Gadis itu mulai tak peduli jika besok dirinya akan muncul di koran karena ditemukan mati membeku ditengah kedinginan dan kelaparan yang melandanya. Biar saja, ini mungkin lebih baik daripada sengaja dibunuh oleh suami sendiri.

Klik

Lampu Mall padam, menandakan kalau pusat perbelanjaan itu sudah tutup. Bersamaan dengan kemunculan lelaki dengan payung hitamnya, menghampiri Naya yang masih berjongkok tanpa alas kaki.

"Kau benar-benar tak tau jalan pulang?"

Naya mendongak, agak terkejut mendapati mata hazel yang menatapnya lurus ditengah kegelapan. Dirinya tertegun seiring dengan jas yang hitam yang kini tersampir di pundaknya hangat. Membuat Naya tak sadar jadi berdiri, melihat wajah tampan itu lebih dekat.

Apa Naya bermimpi? Ini Kayasaka? Tapi Kayasaka tak mungkin sebaik inikan?

"Kenapa tidak pulang? Apa kau senang merepotkanku seperti ini?"

Naya yang kembali dari keterkejutannya berteriak.

"Kau benar-benar Kayasaka?! Bukan Goblin Ahjussi Atau makhluk astral semacamnya-kan?" Tanya Naya menggebu-gebu, menyebutkan salah satu tokoh k-drama populer yang ditontonnya.

Tokoh yang kadang selalu muncul tiba-tiba seperti Kayasaka.

"Baru pergi sehari dan kau sudah mengenal laki-laki lain?"

Naya mengerjap. Dari nada ketus dan dinginnya, itu memang benar Kayasaka, bukan jelmaannya atau roh tersesat yang mencoba mengganggu Naya di malam yang dingin ini.

"Sudahlah, ternyata kau benar Kayasaka. Kenapa kau ke sini?" Tanya Naya lebih sedikit kalem, walau dengan nada yang agak judes.

"Kau pikir? Kenapa aku ke sini di tengah hujan deras? Kau yang merepotkanku karena tidak pulang sendiri, Nona." Kayasaka menjawab dengan penuh penekanan. Kentara sekali sedang kesal.

Naya kembali dibuat marah dengan jawaban ketus itu. Kayasaka memang tak ada manis-manisnya. "Sudah kubilang aku tidak tau jalan. Kau ini benar-benar menyebalkan. Siapa suruh meninggalkanku sendirian di tempat asing?"

Kayasaka cukup takjub untuk nada berani yang dilontarkan oleh gadis di hadapannya ini. Selama ini, tak ada orang yang mampu mendebatnya dengan sengit.

Tapi tunggu, tempat asing? Apa gadis ini benar-benar lupa kota kelahirannya sendiri?

"Pulang atau aku tinggal." Kayasaka mulai melangkah pergi. Malas melanjutkan perdebatan tak bermutu itu.

Naya yang panik refleks mengikutinya, meski amarah gadis itu masih ada di ubun-ubun. Tapi dia juga tak ingin mati kedinginan di sini.

Naya tau dia tidak konsisten. Dia hanya berusaha menghargai usaha Kayasaka karena sudah menjemputnya di tengah hujan deras. Itu berarti, lelaki itu setidaknya masih punya hati nurani.

Sesampainya di rumah. Naya dengan cepat di sambut Lusi yang nampak khawatir karena seharian ini Naya tak di rumah. Bibi Marry juga nampak terkejut dengan kedatangan Naya dan penampilannya yang sudah berantakan.

"Wahh apa Bibi memasak makanan sebanyak ini untukku?!" Tanya Naya girang, karena sesampainya di ruang makan, dia disuguhi makanan mewah yang bahkan hanya pernah dia lihat di internet.

Di tengah meja panjang itu tak hanya ada menu makan malam. Bahkan ada kue dan cupcake yang dia lihat di toko di dalam Mall tadi. Kenapa Bibi Marry tau sekali akan seleranya?

"Makanlah, Nyonya. Ini semua untuk Nyonya."

"Terima kasih Bibi! Kau yang terbaik!" Naya tak ingin memikirkan soal cupcake lebih lanjut. Memilih mulai makan dengan bahagia.

Melihat wajah antusias Nyonya mudanya itu, Bibi Marry tersenyum. Sesekali mencuri-curi pandang pada Kayasaka yang hanya duduk diam di meja makan, mulai memakan makanannya dengan tenang.

Apa Tuannya itu tak ingin mengatakan sesuatu? Padahal yang menyuruhnya memasak makanan semewah dan sebanyak ini adalah Kayasaka sendiri. Entahlah, Bibi Marry tak mengerti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status