Sekali lagi Mikail menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Entah berapa kali ia melakukannya demi menenangkan dirinya sendiri. Ya, dengan semua pekerjaan yang menumpuk di meja kerjanya, kemudian usaha kerasnya untuk memendam gosip tentang affair antara istri dan sepupunya, ditambah kekesalannya karena Megan ketiduran dan membuat Kiano menunggu di sekolah hingga setengah jam lebih. Seolah kemarahannya tentang Nicholas yang belum mereda kini semakin ditumpuk. Ia sedang berusaha keras untuk Megan, yang malah sibuk dengan keegoisan wanita itu.Mikail membanting tubuhnya di tempat tidur, tetapi setelah setengah jam berlalu dan matanya tak juga terpejam. Mikail pun memutuskan untuk bangkit dan keluar kamar. Menyusul Megan ke kamar Kiano. Hanya itu satu-satunya tempat yang selalu menjadi tujuan Megan ketika wanita itu sedang emosi.Ia akui, selama beberapa hari ini dirinya sengaja mendiamkan dan menghindari wanita itu. Ia tahu pertemuan Megan dan Nicholas karena didoro
Esok paginya, Megan terbangun dengan suasana hati yang penuh keceriaan. Terbangun dalam pelukan hangat Mikail dan bisa memandang wajah tampan sang suami ketika matanya terbuka. Tangannya terangkat dan menempelkan telapak tangannya di pipi Mikail. Memanjakan pandangannya dengan menatap wajah Mikail, merekam wajah pria itu di ingatannya untuk diingat ketika pria itu berangkat ke kantor nanti. Megan mendekatkan wajahnya ke wajah Mikail, mendaratkan kecupan di bibir pria itu dengan hati-hat karena takut membangunkan sang suami. Akan tetapi, ketika Megan hendak menarik diri, tiba-tiba punggungnya ditahan dan bibir mereka yang saling menempel mendadak berubah menjadi lumatan. Kedua mata Megan melebar terkejut, kesiapnya dibungkam oleh lumatan dalam Mikail. “Kau sudah bangun?” tanya Megan ketika Mikail sudah membebaskan bibirnya. Mikail terkekeh, mempertahankan jarak di antara tubuh mereka tetap tak terhalang sehelai benang pun karena gairahnya perlahan mulai mengaliri darahnya. Bibr Mi
Cukup lama keduanya saling terpaku satu sama lain. Dengan kedua pandangan yang saling terkunci. “Maafkan untuk semua luka, derita, dan trauma yang kuberikan padamu.” Kalimat lirih Marcel diucapkan dengan penuh kesungguhan, yang sekali lagi membabat kemarahan Megan pada pria itu. “Maafkan untuk semua keburukan yang telah kuberikan padaku. Aku menyesal dan tapi tak ada yang bisa kulakukan untuk mengubah semua yang sudah berlalu. Aku hanya bisa meminta maaf dan berusaha memperbaikinya semua kesalahan tersebut.” Megan masih membeku, tak mampu berkata-kata. Ia bisa melihat keseriusan Marcel, begitu pun ketulusan pria itu yang entah bagaimana berhasil menyentuh hatinya. “Aku benar-benar menyesali semuanya, Megan.” Megan mengerjap, seolah membangunkan diri dari kuncian Marcel yang menghipnotisnya. Tidak, ia tidak boleh memercayai Marcel semudah itu. Megan pun menyentakkan tangan Marcel dan berkata, “Beri aku waktu untuk memikirkannya.” Marcel melepaskan genggamannya dan membiarkan Megan
Plaakkk… Suara tamparan yang keras menghentikan langkah Megan menuju tangga. Kepalanya berputar dan yakin sumber suara tersebut berasal dari kamar Alicia. Megan bergegas menghampiri pintu kamar, mendekatkan telinga dan mempertaham pendengarannya. Megan bukan tipe wanita yang suka mencuri dengar, tetapi Alicia jelas adalah sebuah pengecualian. Wanita itu menyimpan kelicikan yang jelas tak akan ia maafkan. “Apa kau baru saja menamparku?” Suara Juli dipenuhi ketidak percayaan dan kemarahan yang kental. Matanya melotot hingga memerah. “Ya, agar kau sadar di mana posisimu.” “Aku menyimpan bukti salinannya. Jangan macam-macam kau, Alicia,” desisa Juli tajam dalam ancamannya. “Jangan coba-coba mengancamku dengan cara murahan seperti ini, Juli. Kau sudah mendapatkan bayaran yang lebih dari cukup, bagaimana mungkin kau menjadi tidak tahu diri seperti ini.” “Aku benar-benar akan membuatmu menyesal, Juli. Kau pikir Mikail akan percaya dengan bukti itu? Kau hanyalah orang asing di rumah ini
Dukungan Mikail pun mendorong Megan untuk mencari bukti atas kebusukan Alicia. Seharian ini wanita tidak tampak batang hidungnya, hanya berbaring di tempat tidur. Marcel sedikit membantu penyelidikan dengan mengusut dan mencari tahu keberadaan Juli, tapi Megan tak akan berterima kasih. Pembicaraannya dan Marcel di kamar pria itu entah bagaimana malah membuatnya merasa canggung. Alicia masih bersandiwara bahwa wanita itu masih begitu terpukul akan pencurian yang dilakukan oleh Juli. Tak percaya perawat itu akan melakukan hal seektrim ini hingga membuatnya yang raput menjadi tertekan. Megan benar-benar hampir tak mampu menahan tawa yang membahana ketika mengekori Mikail yang ingin memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja. Ya, siapa yang tahu kalau wanita licik itu akan kembali meracuni pikiran Mikail. Menggoda suaminya dengan wajahnya yang penuh kepalsuan tersebut. Megan tak berhenti mengamati Mikail lekat-lekat, bukan untuk mengawasi. Akan tetapi, pria itu terlihat mulai tak nyam
Hari ini, Megan harus berhasil. Janji Megan pada dirinya sendiri yang tengah berdiri di depan cermin. Kedua tangannya saling meremas, memberikan dukungan dan semangat untuk dirinya sendiri. Setelah Mikail berangkat kerja dan ia mengantar Kiano ke sekolah, Megan menghabiskan waktu di lantai satu untuk mengintai kegiatan Alicia. Wanita itu hanya keluar untuk makan pagi, dengan memasang raut pucat yang ditampakkan semenyedihkan mungkin. Mikail terlihat ibat, tapi untuk pertama kalinya ia merasa Marcel memihaknya karena pria itu sama sekali tak terpengaruh dengan tampilan Alicia. Pria itu seolah bisa membaca mata batin Alicia yang sesungguhnya. Jika saja sedikit kecerdasan Marcel dimiliki oleh Mikail, tapi ia sendiri tak bisa menyalahkan Mikail. Dirinyalah yang menciptakan ketakutan itu pada Mikail saat hamil Kiano. Dan rupanya itu membekas begitu dalam di hati Mikail sehingga kebaikan hati pria itu dimanfaatkan oleh wanita licik seperti Alicia. Alicia tampak tak tenang ketika di meja m
Akan tetapi, seringai itu hanya bertahan satu detik di ujung bibirnya. Ketika suara langkah kaki yang bergema dari lantai bawah memucatkan seluruh permukaan wajahnya. Dan dari atas ia bisa melihat Marcel yang tercengang menemukan tubuh Megan yang tersungkur di lantai. “Megan?!” Marcel melompat ke arah tubuh Megan yang tergeletak di lantai, tak bergerak dengan kepala yang berdarah. Pria itu terduduk di lantai, membawa kepala Megan dalam pangkuannya. Telapak tangannya menepuk pelan pipi Megan, berusaha menyadarkan wanita itu. “Ada apa ini? Megan?” Mikail muncul, tak kalah tercengangnya dengan Marcel dan ikut duduk di lantai memeriksa keadaan Megan. Marcel mendongak, tatapannya menajam ke ujung tangga. “Alicia?” Sekali lagi Mikail dikejutkan dengan Alicia yang juga tak sadarkan diri di tengah anak tangga. “Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Marcel menyelipkan kedua lengannya di balik punggung dan lutut Megan. Menggendong tubuh Megan dan bergegas membawanya keluar. Mikail ingin m
Alicia tak berhenti berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, kedua tangannya saling meremas dengan gugup. Ia sudah membereskan CCTV, bukti kebusukannya. Tapi masih ada satu bukti yang akan memberatkannya. Bukti yang masih hidup itu harus ia lenyapkan. Janji Alicia pada dirinya sendiri. Kedua tangannya mengepal dengan kuat oleh kegugupan yang tak berhenti menghantui benaknya. Wanita itu mengambil ponselnya, sudah hampir tengah malam. Tapi ia jelas tak bisa tidur dengan semua kegelisahan ini. Tidak, malam ini adalah kesempatannya. Ia harus menutup mulut Megan sebelum wanita itu membuka mulut. Alicia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan berjalan keluar kamar. Membangunkan sopir untuk membawanya ke rumah sakit sambil memegang perut dan berpura kesakitan. Sopir pun bergegas membawa Alicia ke rumah sakit. Baru saja penjaga keamanan menutup pintu gerbang setelah mobil Alicia pergi, penjaga keamanan itu kembali membukakan pintu gerbang untuk Marcel. Sesampai di rumah sakit, Alicia turun