Sesuai perintah sang mami mertua, Eliza langsung peluang begitu selesai kuliah. "Mami, papi, Liza pulang." Eliza berkata dengan manja dan senyum cerianya. "Kamu siap-siap, langsung berangkat," kata Mawar ketika Eliza mencium punggung tangannya."Berangkat ke mana mi?" Eliza yang baru saja pulang belum mengerti arah bicara Mawar. "Papi sudah siapkan pesawat. Saat ini pesawat kita sudah menunggu di bandaraq. Karena itu kamu langsung ke bandara dan berangkat ke Swiss. Mata Eliza melotot mendengar perkataan dari Papi mertuanya. "Maksud papi, Liza l ke Swiss, tempat Mas Nathan?""Ya, temani suami kamu di sana. Dia nggak bakalan bisa konsentrasi jika Eliza tidak ada," kata Hermawan dengan tersenyum.Hermawan tahu seperti apa gelisah nya sang putra karena tidak bertemu dengan istrinya. Jika hanya 3 atau 5 hari, Nathan pasti bisa menahan diri. Namun bagaimana jika sampai 3 Minggu. Putranya itu mungkin bisa sakit. Atau Nathan kembali ke Indonesia sebelum pekerjaan selesai. "Papi serius,
Eliza sampai di bandara Soekarno-Hatta. Dalam pikirannya ia akan berangkat ke Swiss memakai pesawat penumpang. Namun ternyata, salah. Hermawan dan Mawar menyiapkan jet pribadi. Begitu sampai di depan pintu pesawat, ia langsung di sambut kapten pilot serta pramugari. Hal seperti ini jauh dari mimpi Eliza. Dulu ia hidup dalam kemiskinan. Bisa makan lezat saja sudah membuat hatinya bahagia. Tidak pernah terfikir sekalipun untuk bisa ke luar negeri dengan jet pribadi seperti ini. Eliza tidak menyangka bahwa hidupnya akan begitu sangat sempurna Setelah berpisah dari mantan suaminya. Jika mengingat yang dulu, rasanya begitu sangat menyakitkan. Sekarang dia berkumpul dengan orang-orang yang sangat menyayanginya. Ah, untuk apa juga Eliza teringat dengan mantan suaminya itu. "Kapten Jef, Saya percayakan menantu saya kepada anda." Hermawan berkata ketika mengantar Eliza naik pesawat."Siap pak," kata kapten pilot. Eliza berpamitan dengan Mawar dan juga Hermawan. Sebenarnya ia ingin sekali
Jantung Sherly berdebar dengan cepat ketika melihat sosok tampan yang sedang duduk di sofa, tepatnya di sebuah restoran yang berada di hotel. Dewi Fortuna sungguh berpihak dengannya. Sherly tidak menyangka akan bertemu Nathan di Swiss. Albert tersenyum miring ketika melihat cara Sherly menatap Nathan."Apa kamu ingin ikut, bertemu dengan rekan bisnisku?" Sherly tidak menjawab. Dia terlalu fokus dengan Nathan. Ingin sekali ia berlari dan kemudian memeluk pria tersebut. Jika mereka sudah bertemu, bisa dipastikan hubungan mereka akan berakhir di atas tempat tidur."Sayang, apa kamu ingin ikut bersamaku, menemui rekan bisnisku?" Albert berkata sambil memandang Sherly. Wanita itu sangat fokus dengan mantan suaminya, sampai tidak menyadari bahwa Albert sudah mengepalkan tangannya. Wajah pria itu juga merah padam memandangnya. Sherly tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu. Aku juga sangat lelah dan ingin istirahat." Ia hanya memandang Alber
Otaknya seakan berhenti berpikir. Dengan bodynya wanita itu menempel kartunya di pintu kamar Nathan, namun sistem menolak."Aku yakin pasti bisa." Sherly tidak akan menyerah dengan mudahnya. Ia kembali menempatkan kartunya. Lagi-lagi sistem menolak dan mengatakan kartu tidak terdeteksi. "Sialan, mengapa kartu bodoh ini tidak bisa digunakan?" Katanya dengan geram. Mengapa cerita nyata tidak sama di dalam film drama pendek. Didalam adegan, si perempuan dengan mudahnya membuka pintu kamar si laki-laki. Padahal si wanita itu salah kamar. Selanjutnya si toko wanita dan pria akan berakhir mandi keringat diatas tempat tidur. "Kali ini pasti bisa." Dengan jantung berdebar cepat, ia kembali mencoba. Namun hasilnya tetap sama.Tanpa mau menyerah, wanita itu kembali mencoba dan mencoba lagi. Hingga ia lelah dan menyerah. Jika kartu ini tidak bisa membuka pintu, ia harus mencari jalan lain. Pasti ada cara untuk membuka pintu kamar Nathan.Sherly kembali ke restoran. Lagi-lagi dia memilih untuk
"Tuan Niko, jam berapa biasanya suamiku pulang?" Eliza berkata ketika Niko memberhentikan mobilnya tepat di basement hotel. "Maaf nyonya, Saya tidak bisa memastikan. Tuan Nathan pulang sore jam 5. Namun sering juga malam. Tuan sangat fokus dengan pekerjaannya. Dia ingin secepatnya menyelesaikan pekerjaan di sini agar bisa segera pulang ke Indonesia." Pria berkulit putih itu menjelaskan secara detail."Apa tuan Niko selalu mendampingi suami saya?" "Ya nyonya."Eliza melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jika Nathan pulang malam, itu artinya ia menunggu sangat lama. Jika mengatakan bahwa ia sudah berada di kamar hotel, itu artinya gak jadi kejutan dong. Jika Nathan tidak tahu keberadaannya, itu artinya Eliza harus menunggu sampai malam. Tidak, ini tidak boleh terjadi. Eliza harus memikirkan bagaimana cara agar suaminya itu bisa pulang ke hotel detik ini juga. "Apa anda membutuhkan bantuan saya untuk menghubungi taun Nathan?" Niko menawarkan jasa. Eliza menggelengkan
Nathan diam memandang wanita cantik di depannya. Namun hal itu hanya terjadi beberapa detik saja. Detik selanjutnya pria itu justru mengucek matanya. Seakan ingin memastikan bahwa yang dilihatnya memnag nyata.Setelah mengucek mata sosok wanita cantik itu tidak menghilang. Bahkan semakin berjalan mendekat ke arahnya. Mungkin rasa rindu yang terlalu besar terhadap istrinya membuat Nathan sampai berhalusinasi seperti ini. Baiklah jika ini halusinasi maka dia akan memanfaatkannya sebaik mungkin. "Hubby." Eliza berkata sambil menyapa suaminya. Respon yang diberikan Nathan berbeda dengan apa yang dia bayangkan. Sebelumnya Eliza membayangkan Nathan akan langsung berlari dan memeluknya. Namun ternyata suaminya itu hanya dia memandang saja. "Iya," jawab Nathan tanpa mengedipkan matanya. "Katanya rindu Liza, tapi kenapa nggak meluk." Eliza berkata sambil mengembangkan tangannya. Nathan masih beranggapan bahwa ini hanyalah khayalan. Namun dia tetap menuruti perintah sang istri. Pria itu m
"Kalian tidak menerima uangku?" katanya dengan sangat marah. Wajah Sherly merah. Bahkan urat-urat di sekitar kening serta matanya menonjol.Padahal dia sudah memberikan uang untuk resepsionis, tapi mengapa mereka tidak mau membukakan pintu untuknya. "Atau uang ini kurang?" Walaupun dalam keadaan yang sangat marah, wanita itu tetap mencoba bersikap ramah dan membujuk kedua resepsionis tersebut. Jika mereka keberatan karena uang yang diberikannya masih tidak cukup, maka dia akan menambahnya lagi. Wanita yang berdiri di resepsionis itu menggelengkan kepalanya. Hukum Swiss sangat ketat. Mereka yang bekerja di hotel, bisa terkena tindak pidana jika membiarkan orang asing masuk ke dalam kamar tamu, tanpa persetujuan terlebih dahulu. Karena itu hotel di Swiss terkenal paling aman. Tidak ada kasus ciduk terhadap tamu mereka. Apa lagi wanita yang berdiri di depannya, terlihat sangat mencurigakan. Jika memang istri sha, seharusnya bisa memberitahu suaminya. Bukan menyogok petugas hotel seper
Air yang masuk lewat hidung hingga ke paru-paru terasa begitu sangat menyakitkan. Air masuk bukan hanya dari hidung namun juga mulut. Mata Sherly memerah menahan rasa sakit dan juga sesak. Sepertinya Albert tidak akan mengampuninya lagi. Ya semuanya memang kesalahan dirinya sendiri. Pria itu sudah begitu baik dengannya. Selama beberapa bulan ini Albert memperlakukannya dengan sangat baik, tanpa ada kekerasan fisik sama sekali. Bahkan pria itu tidak marah ketika Sherly menolak berhubungan badan dengannya. Bukan hanya sikap saja yang berubah manis, perlakukan pun berubah manis dan menghargai. Albert tidak takut mengajak Sherly bertemu dengan orang-orang penting. Namun dirinya sendiri yang tidak tahu diri. Tidak, ini bukan salahnya. Kesalahan sebesar apapun tidak harus dihukum separah ini. Sherly terlalu egois mengakui kesalahannya sendiri.Berbagai pikiran buruk, kini bertempur di otaknya. Mungkin semua ini hanyalah pikiran-pikiran menjelang kematiannya. Di saat Sherly yakin bahwa
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam
Rizky menganggukkan kepalanya. "Abang masih lemas, dek." Pria itu dengan manjang memeluk sang istri."Kenapa ngelakuin transfusi darah?"Semalam ada pasien yang butuh darah. Stok di rumah sakit habis, di PMI juga nggak ada. Dan kebetulan golongan darah pasien sama dengan golongan darah abang. Ya sudah Abang donor aja langsung. Adek tahu sendiri, golongan darah AB, sangat langka." Rizky menjelaskan agar istrinya tidak memiliki pikiran yang aneh-aneh."Iya, golongan darah Bobby juga sama seperti Abang AB. Dulu dia pernah terkena demam berdarah. Pada saat itu, Bobby kekurangan banyak darah. Yang bisa donor darah ke Bobby, cuma Kia. Karena golongan darah kami sama." Kiara berkata dengan wajah tersenyum. Entah mengapa ia teringat dengan adiknya yang super bandel tersebut. Tiba-tiba saja Kiara merasa sesak di dadanya. Rasa sesak seperti sedih yang tidak beralasan."Jadi golongan darah kedua orang tua kalian tidak ada yang AB?" Rizki bertanya sambil memandang Kiara. "Enggak, papa A sedang
"Bagaimana tuan Albert, tuan Thomas, tuan Jhon, apa ada yang mau anda tambahkan?" Nathan bertanya ketika Albert beserta dua orang investor lain selesai membaca rancangan kerja. Para investor itu juga melihat keuntungan yang akan mereka peroleh.Albert tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Menurutku ini sudah sangat baik. Kerja sama ini menguntungkan negara-negara yang ikut bergabung.""Tuan Thomas?" Tanya Nathan."Saya setuju dengan rancangan kerja yang anda buat," jawab Thomas yang tidak banyak berkomentar."Meskipun tuan Nathan masih sangat muda, namun gebrakan yang anda lakukan, luar biasa. Anda memiliki ide yang luas bisa." Pengusaha asal Jerman yang bernama Jhon, ikut memuji kecerdasan Nathan."Saya sudah merancang kerjasama ini sejak 3 tahun yang lalu. Hanya saja saja baru berani mengajukan kerjasama dengan berbagai negara setelah presiden kami menyetujui proyek ini. Saya yakin proyek ini akan sangat bermanfaat bagi warga negara saya.""Jika pengajuan anda di tolak oleh neg
Seorang wanita berdiri di cermin sambil mengusap gincu berwarna merah cabe di bibirnya. Bibir tebal wanita itu tampak semakin seksi dan menggoda."Pagi ini Kamu sangat cantik, sayang." Albert yang berdiri di belakang Sherly memuji kecantikan wanita tersebut. Bukan hanya dandanan saja yang terlihat menor, pakaian yang dipakai wanita itu juga tampak begitu menggoda. Padahal saat ini udara sangat dingin. Namun sepertinya wanita itu tidak perduli."Apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?" Sherly berkata dengan gaya menggoda. Pagi ini wanita itu dengan sengaja berdandan sangat cantik. Dia yakin akan bertemu dengan Nathan di restoran nanti. "Hari-hari sebelumnya kau juga cantik." Albert tersenyum sambil menatap ke pantulan cermin."Apa kamu suka?" Wanita itu berkata dengan tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya. "Tentu, aku sangat menyukainya. Apa sudah selesai?" Albert yang berdiri di belakang Sherly, dengan sengaja meletakkan tangannya di leher wanita tersebut. Jantung Sherly
Kursi roda didorong semakin dekat dengan tempat tidur. Rini bisa melihat dengan jelas, sosok yang tertidur di atas tempat tidur adalah putra bungsunya. Kamar berukuran besar ini mirip seperti kamar di rumah sakit. Didalam kamar dilengkapi monitor jantung, serta alat medis lainnya. Ada seorang dokter dan juga seorang perawat. "Bobby!" Teriak Rini. Wanita itu merasa sangat bersalah terhadap anaknya. Jika tidak serakah, Bobby tidak akan merasakan penganiayaan yang sangat kejam dari Rudi. Seharusnya ia juga tidak berkenalan dengan Rudi, dan menawarkan anak sulungnya untuk menjadi istri ke 6 pria tersebut. Mata Bobby terbuka ketika mendengar suara ibunya. "Mama," jawabnya lirih.Wajah anak remaja Itu tampak begitu bahagia ketika melihat ibunya. Dulu dia sempat berpikir tidak diberi kesempatan untuk melihat wanita yang begitu sangat ia sayangi. Namun ternyata takdir berkata lain, dia diselamatkan dan sekarang bisa melihat wajah sang ibu. "Na, bagaimana kondisi kamu?" Rini terus saja m
"Kamu semakin nakal, cantik. "Nathan menatap istrinya penuh gairah. Lama tidak berjumpa, ternyata istrinya semakin agresif."Hubby suka?" Eliza mengeling manja. Jari lentiknya dengan lembut bermain di atas dada bidang Nathan. "Sangat suka, Aku menyukai istri yang over aktif sepertimu." Nathan tersenyum miring menatap bibir Eliza yang basah. Bibir Eliza cemberut ketika mendengar ucapan suaminya. "Hubby kirain Liza autis?"Hahaha...," Nathan tertawa mendengar jawaban dari sang istri. "Tidak seperti itu maksud ku, sweet heart.""Nathan duduk di atas tempat tidur. Sedangkan Eliza masih menempel di tubuhnya. Istrinya itu dengan cepat melepaskan baju kaos yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melepas pakaiannya sendiri. Melihat tingkah Eliza sungguh membuat Nathan senang. Istrinya yang dulu polos sekarang sudah pintar dan juga nakal. "Lakukan apapun yang kamu inginkan cantik." Nathan memejamkan matanya ketika bibir kecil istrinya sudah mencium bagian leher. Sentuhan Eliza, membuat bul