Nathan terbangun ketika mendengar nada dering dari ponselnya. Dengan cepat pria itu menjangkau handphonenya yang terletak di atas nakas. Kening Nathan berkerut ketika melihat nama si penelepon. Dilihatnya jam yang ada di ponselnya. Yang ternyata sudah menunjukkan pukul 2 pagi.Lalu mengapa Mega meneleponnya? Agar tidak mengganggu tidur istri serta anaknya Nathan mengangkat sambungan telepon dan keluar dari kamar. "Halo Tante, ada apa?""Nathan maaf, jika tante mengganggu tidur kamu. Tapi Tante benar-benar bingung dan tidak tahu harus bagaimana."Nathan diam mendengar perkataan wanita tersebut. Dia tahu bahwa wanita itu sedang menangis saat ini. Sebenarnya apa yang terjadi? "Ya Tante tidak apa tapi ada apa?" "Tante sengaja tidak memberitahu Yuna tentang pernikahan kamu. Tante takut jika dia kumat seperti dulu. Namun ternyata dia mengetahui pernikahan kamu lewat berita online." Wanita paruh baya menarik napas panjang dan kemudian mengeluarkan secara perlahan-lahan. Nathan diam sa
Setelah meminum 3 gelas whisky Yuna mulai mabuk. Kondisinya yang seperti ini dimanfaatkan oleh pria yang sejak tadi sudah menginginkannya. Kapan lagi bisa mendapat mangsa yang premium seperti ini. Cantik, putih, mulus dan seksi. Jika dilihat dari wajahnya serta penampilan, Gadis itu berasal dari kalangan atas. Sebagai pria normal, sudah pasti dia ingin menikmati tubuh Yuna. Namun pria itu masih tetap memikirkan dari segi keuntungan. Jika Yuna dijual dengan pria hidung belang sudah pasti akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Meskipun tidak yakin bahwa Gadis itu perawan, namun dia bisa mengeceknya terlebih dahulu. Jika terbukti masih perawan, maka harganya pun bisa sangat tinggi. "Jika ada masalah, kamu boleh cerita pada ku. Aku akan membantu menyelesaikan masal mu. Menurut ku, saat ini kamu butuh teman untuk berbagi." Pria itu memberikan gelas yang di sejak tadi dipegangnya. Gelas itu sudah diberinya obat. Dengan adanya obat ini gadis sombong seperti Yuna, tetap akan menj
Dirga duduk sambil menikmati minuman yang telah dipesan temannya. Tidak banyak yang tahu bahwa pria berwajah ganteng itu pernah menjadi tentara. Diusianya yang sangat muda, Dirga di kirim ke daerah konflik di Papua. Namun karena ia lebih suka hidup bebas tanpa ada ikatan dinas, Dirga mundur dari kesatuan dan melanjutkan kuliah. Kemampuan bela dirinya juga sangat baik. "Sekarang kau sangat sibuk, sehingga sangat sulit untuk kita bisa berkumpul seperti ini," kata teman Anto sambil menumbuk lengan Dirga."Usiaku sudah 30 tahun, aku harus kumpulkan uang yang banyak untuk melamar anak gadis orang." Dirga berkata dengan santai. "Apa kau sudah memiliki calon istri?""Aku masih sedang mencari." Dirga tersenyum dan kembali meminum cairan di dalam gelasnya. Bekerja menjadi asisten pribadi Nathan begitu sangat sibuk. Bahkan di saat tanggal merah pun ia masih terus bekerja. Hal ini yang membuat berdarah Melayu Palembang itu kesulitan mendapatkan kekasih.Dirga memandang ke arah pengunjung yang
Baru saja tertidur Rizky kembali bangun ketika mendengar suara dering di ponselnya. Dengan cepat dokter berwajah manis itu mengangkat sambungan telepon. Karena dia takut nada dering akan mengganggu tidur istrinya. "Halo." Rizky menjawab sambungan telepon. "Halo Dokter Rizky, saya Dirga asisten pribadi Pak Nathan. "Langsung saja, kamu tidak perlu memperkenalkan diri secara detail. Ada apa?" tanya Rizky. Matanya begitu sangat ngantuk. Gangguan telepon di tengah malam seperti ini membuat pria itu sedikit kesal. "Saya bertemu dengan Yuna di diskotik."Dirga diam beberapa saat. Jantung pria itu masih berdebar dengan cepat. Perbuatan Yuna terhadapnya, tidak bisa terlupakan begitu saja. Bahkan sampai saat ini Dirga masih mengingat semua tentang gadis tersebut. Apalagi ketika Yuna mencium bibirnya. "Kamu sudah menemukannya?" Rizky beranggapan bahwa Dirga mencari Yuna karena perintah dari Nathan. Mendengar gadis nakal itu sudah ditemukan, membuat Rizky merasa tenang. "Iya dokter Rizky, h
Dirga menunggu Rizky dengan gelisah. Suara jeritan Yuna dari dalam kamar membuat bulu kuduknya merinding. Ia kembali masuk kedalam kamar untuk memeriksa kondisi Yuna."Abang, tolong aku, aku sudah tidak sanggup." Yuna menatap Dirga sambil terus memohon. Dirga merasakan Hatinya yang perih ketika melihat Yuna yang begitu sangat tersiksa. Namun ia tidak bisa melakukan apa-apa. "Tunggu sebentar ya, dokter Rizky sedang dalam perjalanan." Dirga mencoba menenangkan Yuna. Yuna menggelengkan kepalanya. Ia sudah tidak tahan, benar-benar tidak tahan. Rasa ini sungguh sangat menyiksanya. Jika Dirga tidak mengikat tangan dan kakinya, Yuna pasti sudah memaksa pria itu untuk memuaskannya. "Bang, tolong buka tagan dan kaki aku. Aku gak tahan diperlakukan seperti ini." Yuna terus saja mengerakkan tangan dan kakinya. Ia berharap tangan dan kakinya bisa lepas. Meskipun tangan dan kakinya sudah memerah bahkan lecet, namun ia tidak merasakan sakit sama sekali."Tunggu sebentar." Dirga berkata ketika m
"Jika bapak berniat memberikan uang, maaf saya tidak bisa melakukan hal itu dengan putri bapak. Saya akan mencarikan laki-laki untuk menolong putri, bapak. Berapa bayaran yang diminta laki-laki itu, bapak bisa langsung membayarnya," kata Dirga dengan raut wajah marah. Dia benar-benar marah dan tersinggung karena Indrawan memberikan imbalan uang. Jika seperti ini sama saja calon mertuanya itu menginjak harga dirinya sebagai laki-laki. Dengan cepat Indrawan menggelengkan kepalanya. Pria baru baya itu langsung bersujud di depan Dirga. Seperti inilah seorang ayah. Orang yang begitu sangat dihormati, disegani, dan berwibawa, seakan sudah tidak memiliki rasa malu serta harga diri. Bahkan ia mau bersujud di depan orang yang usianya jauh lebih mudah darinya. Yang ada di dalam pikirannya hanyalah anaknya. "Maaf nak, bapak salah bicara. Bukan seperti itu maksud bapak. Tolong menikah dengan anak bapak." Tubuh pria itu bergetar sambil memegang kaki Dirga. "Kami mohon, tolong anak, kami. Jika
"Ananda Dirga Pratama bin Ismail sidik, saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan putri saya yang bernama Yuna Arista dengan mas kawin berupa uang satu juta rupiah dibayar tunai." Indrawan mengucapkan kalimat ijab dengan suara gemetar."Saya terima nikah dan kawinnya Yuna Arista binti Indrawan Hakim dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai." Dirga Mengucapkan kalimat dengan satu kali tarikan napas."Bagaimana para saksi?" Pak Ibrahim bertanya sambil memandang ke arah Nathan, Rizky, dan supir pribadi Nathan. "Sah!" jawab para saksi. Indrawan menangis setelah para saksi mengatakan sah. Sebagai seorang ayah dia tidak tahu apakah ini jalan yang terbaik untuk putrinya? Namun jika boleh memilih dia tidak ingin putrinya menikah dalam kondisi yang seperti ini. Proses pernikahan ini tidak sama dengan proses pernikahan yang lainnya. Tidak ada acara sungkeman meminta doa restu terhadap kedua mertua. Begitu dinyatakan sah menjadi suami, istri, Dirga langsung diminta Rizky ke kamar. Dirga
Yuna terbangun dan merasakan seluruh tubuhnya yang begitu amat pegel. Bahkan tubuhnya terasa remuk. Matanya mulai memandang ke setiap sudut yang ada di dalam kamar. "Ini di mana?" Ia baru menyadari bahwa tempat ini bukanlah tempat yang dikenalnya. Penyakit kejiwaan yang dialaminya, membuat ia banyak melupakan apa yang telah dia lakukan. Bagaimana dia bisa keluar dari rumah? Bagaimana cara dia bisa sampai ke diskotik? Lalu bagaimana ceritanya bisa berada di sini?Semua itu tidak akan diingat olehnya.Belum hilang Rasa terkejutnya, Yuna sudah kembali dikejutkan dengan sosok pria yang tidur di sampingnya. "Dia siapa?" Pertanyaan itu dilontarkannya hanya di dalam hati. Dengan kepala yang pusing Yuna mencoba mengingat apa yang telah terjadi. "Aku ingat semalam ada bang Dirga, tapi aku jumpa dia dimana?" Bagaikan gambar puzzle yang berantakan, wanita itu mulai mencoba menyusun satu persatu potongan demi mencoba mengingat apa yang telah terjadi tadi malam.Samar-samar ingatan pun muncul.
Wajah wanita cantik itu tampak cemberut sambil memandang suaminya. Berbeda dengan Nathan. Pria itu memandang Eliza dengan penuh kemenangan."Kenapa liatin seperti itu?" Nathan berkata tanpa rasa bersalah."Liza sudah bilang kalau Liza mau tidur." Eliza berkata dengan wajah kesal. Keputusan Eliza untuk tidur di dalam kamar ternyata salah. Karena nyatanya dia tidak tidur sama sekali setelah makan siang. Hal ini disebabkan suaminya yang selalu saja mengganggunya. Pada akhirnya Nathan baru berhenti menganggu setelah mereka menuntaskan kewajiban suami istri."Iya Hubby tahu, sini tidur biar dipeluk," kata Nathan dengan tersenyum."Nggak mau." Dengan cepat Eliza menolak. "Loh kenapa tidak mau, bukannya kamu senang dipeluk?" Tanya Nathan."Tangan hubby nggak bisa dipercaya." Dengan waspada Eliza menutup bagian dada dan juga aset bawahnya. Setelah itu ia menarik selimut dan menutup tubuhnya dengan selimut. "Setelah olahraga ranjang, dijamin tidur semakin enak." Nathan berkata sambil menga
Rizky bangun dan melihat jam yang menempel di dinding. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11 siang. Kondisi kamar juga dalam keadaan kosong. Setelah tidur cukup lama tubuh pria itu terasa lebih segar. Ia menjangkau handphone yang ada di nakas. Yang pertama kali diperiksanya adalah panggilan telepon. Dilihatnya panggilan masuk dari dokter Teddy. Dengan cepat pria itu langsung menghubungi temannya tersebut. "Halo Dokter Rizky," sahut dokter Teddy dari seberang sana. "Ya Dokter Teddy, apa tadi kamu menghubungiku?""Yang menghubungi anda adalah nyonya Rini."DegJantung Rizki berdetak ketika mendengar jawaban dari sang dokter. Jika Rini yang menghubungi itu artinya Kiara mengetahui apa yang terjadi terhadap adiknya. "Yang menerima telepon istri, anda. Ibu Rini langsung berbicara dengan istri anda.""Apa yang dikatakan Kiara dengan mama mertua saya?" Tanya Rizky.Rizky menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. Ia harus bisa tenang menghadapi masalah
Nathan kembali ke kamar hotel di jam 11 siang. Dengan langkah ringan pria itu masuk ke dalam kamar. Awalnya dia sengaja ingin membuat kejutan untuk istrinya namun di dalam kamar tampak seperti lenggang. Nathan langsung memandang ke arah tempat tidur. Ternyata istrinya itu masih terbaring di atas tempat tidur dengan mata yang tertutup rapat. Wajah pria itu tersenyum sambil melangkah mendekati tempat tidur. Nathan kemudian duduk di tepi tempat tidur sambil menatap wajah cantik Eliza. Apa dirinya sudah sangat kelewatan, hingga membuat istrinya kelelahan seperti ini?Nathan tidak mungkin melakukan hal yang seperti ini jika Eliza tidak memancingnya semalam. Padahal ia sudah berniat untuk tidak mengajak istrinya bertarung. Namun Eliza sendiri yang memancing dan meminta untuk disantap. Bagaikan harimau lapar, sudah pasti Nathan tidak akan menolak makan enak yang disuguhkan sang istri."Hai sweet heart, apa kamu kamu ingin tidur sampai sore?" Pria itu berkata sambil mengusap kepala Eliza."
Pesawat yang membawa Bobby dan juga Rini mendarat di Bandara Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Begitu tempat tidur pasien diturunkan dari atas pesawat, seorang perawat langsung mendorong tempat tidur ke mobil ambulans yang sudah disediakan rumah sakit. Dengan cepat Bobby dimasukkan ke dalam mobil ambulans. Sedangkan Rini, masuk ke dalam mobil ambulans yang kedua. Ibu dan anak langsung dilarikan ke rumah sakit Abdul Manaf. Rini merasakan dadanya yang terasa sesak setiap kali mengingat Kiara. Rasa bersalah dan malu, membuat ia merasakan sakit hingga uluh hati. Setiap potongan peristiwa terus saja melintas dipandangnya. Bahkan ia seperti menonton cuplikan film yang terus saja berganti-ganti. Begitu banyak dosa yang dilakukannya terhadap Kiara. Setelah nanti ia sembuh, apakah Putri sulungnya itu mau memaafkannya.Rini terus saja menangis. Sejak Kiara lahir hingga sekarang, belum pernah sekalipun ia memperlakukan putri sulungnya itu dengan baik. Bahkan ketika Kiara baru lahir, dengan kejam
Rizky menganggukkan kepalanya. "Abang masih lemas, dek." Pria itu dengan manjang memeluk sang istri."Kenapa ngelakuin transfusi darah?"Semalam ada pasien yang butuh darah. Stok di rumah sakit habis, di PMI juga nggak ada. Dan kebetulan golongan darah pasien sama dengan golongan darah abang. Ya sudah Abang donor aja langsung. Adek tahu sendiri, golongan darah AB, sangat langka." Rizky menjelaskan agar istrinya tidak memiliki pikiran yang aneh-aneh."Iya, golongan darah Bobby juga sama seperti Abang AB. Dulu dia pernah terkena demam berdarah. Pada saat itu, Bobby kekurangan banyak darah. Yang bisa donor darah ke Bobby, cuma Kia. Karena golongan darah kami sama." Kiara berkata dengan wajah tersenyum. Entah mengapa ia teringat dengan adiknya yang super bandel tersebut. Tiba-tiba saja Kiara merasa sesak di dadanya. Rasa sesak seperti sedih yang tidak beralasan."Jadi golongan darah kedua orang tua kalian tidak ada yang AB?" Rizki bertanya sambil memandang Kiara. "Enggak, papa A sedang
"Bagaimana tuan Albert, tuan Thomas, tuan Jhon, apa ada yang mau anda tambahkan?" Nathan bertanya ketika Albert beserta dua orang investor lain selesai membaca rancangan kerja. Para investor itu juga melihat keuntungan yang akan mereka peroleh.Albert tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Menurutku ini sudah sangat baik. Kerja sama ini menguntungkan negara-negara yang ikut bergabung.""Tuan Thomas?" Tanya Nathan."Saya setuju dengan rancangan kerja yang anda buat," jawab Thomas yang tidak banyak berkomentar."Meskipun tuan Nathan masih sangat muda, namun gebrakan yang anda lakukan, luar biasa. Anda memiliki ide yang luas bisa." Pengusaha asal Jerman yang bernama Jhon, ikut memuji kecerdasan Nathan."Saya sudah merancang kerjasama ini sejak 3 tahun yang lalu. Hanya saja saja baru berani mengajukan kerjasama dengan berbagai negara setelah presiden kami menyetujui proyek ini. Saya yakin proyek ini akan sangat bermanfaat bagi warga negara saya.""Jika pengajuan anda di tolak oleh neg
Seorang wanita berdiri di cermin sambil mengusap gincu berwarna merah cabe di bibirnya. Bibir tebal wanita itu tampak semakin seksi dan menggoda."Pagi ini Kamu sangat cantik, sayang." Albert yang berdiri di belakang Sherly memuji kecantikan wanita tersebut. Bukan hanya dandanan saja yang terlihat menor, pakaian yang dipakai wanita itu juga tampak begitu menggoda. Padahal saat ini udara sangat dingin. Namun sepertinya wanita itu tidak perduli."Apakah hari-hari sebelumnya aku tidak cantik?" Sherly berkata dengan gaya menggoda. Pagi ini wanita itu dengan sengaja berdandan sangat cantik. Dia yakin akan bertemu dengan Nathan di restoran nanti. "Hari-hari sebelumnya kau juga cantik." Albert tersenyum sambil menatap ke pantulan cermin."Apa kamu suka?" Wanita itu berkata dengan tersenyum sambil mengigit bibir bawahnya. "Tentu, aku sangat menyukainya. Apa sudah selesai?" Albert yang berdiri di belakang Sherly, dengan sengaja meletakkan tangannya di leher wanita tersebut. Jantung Sherly
Kursi roda didorong semakin dekat dengan tempat tidur. Rini bisa melihat dengan jelas, sosok yang tertidur di atas tempat tidur adalah putra bungsunya. Kamar berukuran besar ini mirip seperti kamar di rumah sakit. Didalam kamar dilengkapi monitor jantung, serta alat medis lainnya. Ada seorang dokter dan juga seorang perawat. "Bobby!" Teriak Rini. Wanita itu merasa sangat bersalah terhadap anaknya. Jika tidak serakah, Bobby tidak akan merasakan penganiayaan yang sangat kejam dari Rudi. Seharusnya ia juga tidak berkenalan dengan Rudi, dan menawarkan anak sulungnya untuk menjadi istri ke 6 pria tersebut. Mata Bobby terbuka ketika mendengar suara ibunya. "Mama," jawabnya lirih.Wajah anak remaja Itu tampak begitu bahagia ketika melihat ibunya. Dulu dia sempat berpikir tidak diberi kesempatan untuk melihat wanita yang begitu sangat ia sayangi. Namun ternyata takdir berkata lain, dia diselamatkan dan sekarang bisa melihat wajah sang ibu. "Na, bagaimana kondisi kamu?" Rini terus saja m
"Kamu semakin nakal, cantik. "Nathan menatap istrinya penuh gairah. Lama tidak berjumpa, ternyata istrinya semakin agresif."Hubby suka?" Eliza mengeling manja. Jari lentiknya dengan lembut bermain di atas dada bidang Nathan. "Sangat suka, Aku menyukai istri yang over aktif sepertimu." Nathan tersenyum miring menatap bibir Eliza yang basah. Bibir Eliza cemberut ketika mendengar ucapan suaminya. "Hubby kirain Liza autis?"Hahaha...," Nathan tertawa mendengar jawaban dari sang istri. "Tidak seperti itu maksud ku, sweet heart.""Nathan duduk di atas tempat tidur. Sedangkan Eliza masih menempel di tubuhnya. Istrinya itu dengan cepat melepaskan baju kaos yang melekat di tubuhnya. Setelah itu melepas pakaiannya sendiri. Melihat tingkah Eliza sungguh membuat Nathan senang. Istrinya yang dulu polos sekarang sudah pintar dan juga nakal. "Lakukan apapun yang kamu inginkan cantik." Nathan memejamkan matanya ketika bibir kecil istrinya sudah mencium bagian leher. Sentuhan Eliza, membuat bul