Pak penghulu menyelesaikan tugasnya setelah menghalalkan pasangan suami, istri tersebut. Pak Ibrahim memberikan sedikit education tentang pernikahan. Meskipun yang disampaikan adalah hal yang sederhana namun ini sangat penting dalam suatu pernikahan. Tidak sedikit pasangan suami istri yang bercerai hanya karena masalah sepele seperti ini."Setelah menikah, aib suami adalah aib istri, aib istri adalah aib suami. Dalam artian jika istrimu memiliki kekurangan maka simpan kekurangannya itu hanya untukmu. Jangan sampai ada seorangpun yang tahu. Begitupun dengan istri. Jika suamimu memiliki kekurangan maka cukup kamu saja yang mengetahuinya jangan kamu sebar luaskan kekurangan suamimu kepada siapapun termasuk sanak keluarga. Ibarat memakai kain sarung, tarik atas terbuka di bawah, tarik bawah akan terbuka di atas. Seperti itulah jika istri membuka aib suami, yang malu siapa? Istri itu sendiri. Begitu Pula sebaliknya. Pak penghulu menjelaskan secara panjang lebar. Eliza dan Athan mengan
"Sekarang Eliza sudah jadi menantu papi. Posisi mommy Noah tidak bisa digeser lagi." Hermawan berkata sambil mengusap kepala Eliza. Memberikan ibu yang baik untuk Noah adalah impian dari seorang kakek. Cukup satu kali cucunya ditelantarkan oleh ibu kandungnya sendiri dan Hermawan tidak ingin hal seperti ini terulang untuk yang kedua kalinya. Eliza tersenyum dan kemudian menganggukkan kepalanya. Sebagai istri yang baik, Eliza harus bisa bersikap baik di depan Mami serta Papi mertuanya. Namun setelah ini dia akan membuat perhitungan dengan Nathan. "Tapi kenapa nikahnya nggak kasih tahu Liza?" Eliza memandang Hermawan dengan bibir mengerucut ke depan. Hermawan sosok ayah yang sangat baik dan bijaksana, Eliza yakin bahwa pria itu tidak akan tega melihatnya diperlakukan seperti ini."Nathan larang papi kasih tahu." Hermawan berkata sambil memandang ke arah putranya. Nathan menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Bagaimana mungkin Mami serta papinya begitu kejam terhadapnya. Jelas-je
Malam semakin larut, hujan turun dengan derasnya.Kilat masuk melalui celah jendela seakan siap menyambar. Di dalam kegelapan, seorang wanita muda sedang menangis sambil memeluk tubuh kecil bayinya.Meskipun suara petir menggelegar dan memekakkan genderang telinga, Eliza Afrina tidak takut. Yang dia pikirkan saat ini hanyalah anaknya yang sedang panas tinggi. Obat penurun panas yang diberikan bidan, sudah dia berikan. Tapi, tak kunjung meredakan panas sang putra."Nak?"Eliza menahan tangis sembari memeluk bayinya yang sudah pucat itu. Bahkan tiap beberapa menit sekali, wanita itu meletakkan jari telunjuknya di bawah lubang hidung bayi laki-laki itu untuk memastikan sang putra masih bernapas.Berkali-kali ditelponnya sang suami, tetapi tak diangkat.Tetangganya juga banyak yang sedang pergi ke luar untuk menghabiskan weekend bersama keluarga.Kebetulan, kawasan perumahan yang di tempatnya, jauh masuk ke dalam dan masih sangat sepi. Jalan kiri dan kanannya bahkan masih hutan lebat
Perawat yang berada di dalam ruang NICU keluar memanggil dokter Rizki. "Dokter kondisi pasien semakin kritis." Dokter itu beranjak dari duduknya dan berlari masuk ke ruang ICU. Eliza sudah tidak berkata apa-apa lagi.Wanita itu hanya terus berdoa agar sang putra bisa selamat. Dia tidak sanggup dan belum mampu untuk ditingkatkan putranya. Bahkan, saat hari sudah berganti, wanita itu tetap duduk di depan ruangan.Tulangnya sudah terasa lemas dan tidak sanggup untuk berdiri. Barulah ia merasakan denyutan nyeri di telapak kakinya saat efek bius menghilang. Ceklek!Seorang perawat tampak membuka ruangan NICU.Hal ini membuat Eliza seketika berdiri. "Sus, apa saya boleh masuk ke dalam?" tanyanya."Maaf Bu, kita harus menunggu dokter dulu. Ibu juga di minta ke kasir, untuk menyelesaikan administrasi." "Baik, Mbak."Eliza menuruti perintah perawat untuk kasir. Reaksi obat bius yang sudah mulai hilang membuat dia kembali merasakan sakit dan nyeri di telapak kakinya.Wanita it
Apa yang dilakukan oleh wanita itu membuat orang-orang di sana terkejut! Sandy sendiri langsung mencegah sang ibu. "Mama jangan seperti ini, kasihan Eliza!" ucapnya. "Kasihan kamu bilang? Wanita ini tidak becus. Dia benar-benar wanita kampung yang tidak berpendidikan. Sudah mama bilang sama kamu jangan menikahinya, kamu tetap saja menikahinya. Lihatlah mengurus satu anak pun dia tidak bisa. Lihat cucuku mati karena wanita ini. " Wati menangis dan semakin menarik kuat rambut Eliza. Namun, Eliza seperti sebongkah batu yang tidak merespon apapun. Matanya terus saja menatap tubuh mungil anaknya. "Seharusnya aku hanya memiliki menantu Mirna saja. Mirna wanita hebat, pintar, cerdas, berpendidikan dan memiliki pekerjaan yang baik tidak seperti kau benalu. Bahkan mengurus anak pun tidak bisa." Wati terus saja mengamuk dan menarik rambut Eliza sekuat tenaganya. Lagi-lagi, Eliza tetap tidak merespon perkataan Wati. Bahkan jika wanita itu ingin membunuhnya saat ini juga, dia akan mati
Nathan kini duduk di meja kerjanya.Matanya tertuju ke layar komputer namun pikirannya hanya terfokus dengan bayinya. Dia sudah mengatakan masalah ibu asi kepada maminya dan berharap sang mami bisa dengan cepat mendapatkan pendonor ASI untuk anaknya. Namun ternyata mencari pendonor ASI bukanlah hal yang mudah!Padahal, Maminya sudah mencari lewat perantara asisten rumah tangga, tetangga dekat rumah, dan teman-teman sesama sosialitanya. Namun tidak menemukan wanita yang bisa menjadi donor ASI. Karena untuk menjadi pendonor ASI ,wanita itu memang memiliki ASI yang banyak. Dan biasanya jika anak sudah berusia 1 tahun ke atas, produksi ASI pun berkurang. Kepala Nathan serasa ingin meledak ketika memikirkan ini semua.Jika tidak segera mendapatkan ibu susu untuk bayinya, dia mencemaskan tumbuh kembang anak malang tersebut. Pria itu menjangkau ponsel yang diletakkannya di atas meja dan menghubungi asisten pribadinya. Setelah berbicara dengan orang kepercayaannya itu, Nathan menutup
"Tentu saja rumah sakit ini sangat menerima donor ASI, kalau mbak ingin donor ASI langsung ke ruang perawatan bayi saja di lantai 4." Eliza tersenyum. "Baik mbak, terima kasih." Setelah administrasi selesai, ia pun pergi ke lantai 4 sesuai arahan dari wanita yang duduk di kasir tersebut. Eliza tahu di mana ruang perawatan bayi karena memang Ibnu lahir di sini. Setelah lahir, Ibnu sempat dimasukkan ke box inkubator karena sudah terlalu banyak minum air ketuban. Bahkan bayi Ibnu lahir dengan kondisi bibir biru dan tidak menangis.Jadi, Eliza selalu berkunjung ke ruang bayi sambil mengantarkan ASI untuk anaknya. Rumah sakit ini sungguh bersejarah.Tempat anaknya dilahirkan dan menghembuskan nafas terakhirnya.Dada Eliza seketika merasa sesak kala mengingat itu.Untungnya, dia sudah tiba di ruangan yang dimaksud.Jadi, Eliza berusaha tegar--membuka pintu dan melihat tiga perawat di ruang bayi. "Permisi sus." "Ya dek, ada apa?" tanya perawat yang sedang berjaga di ruang bayi.Mem
Perawat itu diam selama beberapa detik ketika melihat senyum menawan pria satu anak tersebut. "Iya mas," jawabnya kemudian. Sudah satu minggu ini selalu bertemu dengan Nathan. Namun baru kali ini perawat itu melihat senyum di wajah tampan pria itu. "Asinya juga sangat banyak mas, jadi ini cukup untuk satu minggu ke depan." "Apa ibu itu mau menjadi pendonor tetap untuk anak saya?" "Saya belum tahu mas," jawab si perawat. "Apa saya bisa menghubungi ibu itu." Nathan sangat senang, karena dia tidak perlu susah-susah untuk mencari pendonor ASI. "Maaf mas, saya juga lupa tadi meminta nomor handphone," sesal si perawat. "Apa ibu itu meninggalkan alamat, agar saya bisa datangi ke rumahnya." Tanya dengan penuh semangat. "Maaf mas, alamatnya juga tidak ada." Nathan mendengus kesal. Dia berharap wanita yang memberikan ASI untuk anaknya bisa segera dihubungi namun ternyata tidak. "Kalau saya boleh tahu nama yang mendonorkan ASI untuk anak saya?" tanyanya dengan begitu pena
"Sekarang Eliza sudah jadi menantu papi. Posisi mommy Noah tidak bisa digeser lagi." Hermawan berkata sambil mengusap kepala Eliza. Memberikan ibu yang baik untuk Noah adalah impian dari seorang kakek. Cukup satu kali cucunya ditelantarkan oleh ibu kandungnya sendiri dan Hermawan tidak ingin hal seperti ini terulang untuk yang kedua kalinya. Eliza tersenyum dan kemudian menganggukkan kepalanya. Sebagai istri yang baik, Eliza harus bisa bersikap baik di depan Mami serta Papi mertuanya. Namun setelah ini dia akan membuat perhitungan dengan Nathan. "Tapi kenapa nikahnya nggak kasih tahu Liza?" Eliza memandang Hermawan dengan bibir mengerucut ke depan. Hermawan sosok ayah yang sangat baik dan bijaksana, Eliza yakin bahwa pria itu tidak akan tega melihatnya diperlakukan seperti ini."Nathan larang papi kasih tahu." Hermawan berkata sambil memandang ke arah putranya. Nathan menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Bagaimana mungkin Mami serta papinya begitu kejam terhadapnya. Jelas-je
Pak penghulu menyelesaikan tugasnya setelah menghalalkan pasangan suami, istri tersebut. Pak Ibrahim memberikan sedikit education tentang pernikahan. Meskipun yang disampaikan adalah hal yang sederhana namun ini sangat penting dalam suatu pernikahan. Tidak sedikit pasangan suami istri yang bercerai hanya karena masalah sepele seperti ini."Setelah menikah, aib suami adalah aib istri, aib istri adalah aib suami. Dalam artian jika istrimu memiliki kekurangan maka simpan kekurangannya itu hanya untukmu. Jangan sampai ada seorangpun yang tahu. Begitupun dengan istri. Jika suamimu memiliki kekurangan maka cukup kamu saja yang mengetahuinya jangan kamu sebar luaskan kekurangan suamimu kepada siapapun termasuk sanak keluarga. Ibarat memakai kain sarung, tarik atas terbuka di bawah, tarik bawah akan terbuka di atas. Seperti itulah jika istri membuka aib suami, yang malu siapa? Istri itu sendiri. Begitu Pula sebaliknya. Pak penghulu menjelaskan secara panjang lebar. Eliza dan Athan mengan
"Pukul Mas?" Nathan mengulang perkataan dari Eliza. Ia berharap pendengarannya sudah bermasalah.Eliza menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Ya udah pukul aja." Dengan pasrah Nathan memberikan tangannya. Eliza memandang Nathan dengan air mata yang terus saja mengalir. Air mata ini ungkapan perasaannya. Antara haru, bahagia dan juga kesal karena merasa dikerjain. "Mas jahat, kenapa nggak kasih tahu Liza?" Eliza memukul dada Nathan sambil terus menangis. "Maaf." Nathan memegang tangan istrinya dan kemudian memeluknya Eliza merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat ketika Nathan memeluknya. Aroma wangi tubuh pria itu begitu sangat tercium di Indra penciumannya. Pelukan hangat sang suami mampu meredam tangis Eliza. "Seperti ini jika menikah dengan gadis yang belum cukup umur. Kita laki-laki harus sangat sabar." MC yang sejak tadi hanya mengamati akhirnya angkat bicara dan memberikan penilaiannya. MC berkata seperti ini karena tidak tahu permasalahannya. Namun jika tahu apa y
Eliza memandang Nathan dengan hati yang tidak menentu. Rasa rindu, cinta serta kecewa, bercampur menjadi satu. Jika disuruh ikhlas, Eliza akan ikhlas melepaskan Nathan. Ia akan pergi dan menata kembali hati yang sudah porak-poranda."Nona Eliza Afrina," Pak Ibrahim selaku penghulu memanggil nama Eliza. Eliza yang sudah berada di dalam ruangan memandang pria tersebut dan kemudian menganggukkan kepalanya. "Saya Pak." Eliza berkata sambil memegang dadanya. "Iya, silakan duduk di sini." Penghulu itu meminta agar Eliza duduk di sebelah Nathan.Wajah Eliza tampak kebingungan. Apa maksudnya? Kenapa ia diminta untuk duduk di sana? Pertanyaan ini hanya diucapkan dalam hati. Sehingga tidak ada yang mendengar dan tidak ada yang menjawab."Nak, duduk di sana?" Marwan yang berdiri di samping Eliza berkata dengan tersenyum sambil menunjuk ke arah Nathan.Mawar sudah mempersiapkan semuanya dengan sebaik mungkin. Meskipun sudah menganggap Eliza sebagai anak, namun saat ini adalah pernikahan putra
Eliza memandang pantulan wajahnya di depan cermin. Ada rasa tidak percaya ketika melihat sosok bidadari yang ada di depannya. Sosok Itu tampak begitu sangat cantik dan sempurna. "Wow cantik sekali." Perias make up itu tersenyum dan memuji kecantikan Eliza. Eliza tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Liza sampai nggak kenal sama diri sendiri." "Jika Liza secantik ini, apakah tidak membuat pengantin wanitanya kesal dan juga marah? Karena tamu lebih cantik daripada yang memiliki acara." Eliza berkata dengan wajah kesal. Perias make up itu tertawa mendengar celetup Eliza "Jika orangnya sudah cantik, mau di apapun hasilnya tetap cantik. Jika tamunya seperti ini, saya yakin pak penghulu akan salah menikahkan pengantin perempuannya. Dan si pengantin laki-laki akan salah ketika membaca ijab Kabul," kata wanita yang sudah membuat Eliza semakin cantik, bak boneka Barbie.Eliza diam sambil memandang wajah prias make up yang berdiri di belakangnya. Meskipun tidak memandang wanita itu se
Meskipun mengatakan iya, namun Eliza masih berdiri di tempatnya. Sedangkan tatapan matanya hanya tertuju kearah gaun yang diletakkan di atas tempat tidur. "Silahkan nona, jam 9 pagi ini Nona harus sudah siap." Bibi Eli memberikan perintah dengan senyuman. "Baik, bi, ini gaun untuk Liza pakai?" Eliza masih tidak yakin dengan gaun tersebut."Iya," jawab bibi Eli."Kenapa gaunnya cantik sekali ya Bi. Eliza tidak mengerti dengan yang namanya berlian. Namun melihat batu permata yang melekat di gaun itu, ia seakan melihat Kilauan berlian yang begitu sangat indah."Iya Nona, baju ini nyonya Mawar yang menyiapkannya," jawab bibi Eli.Eliza tersenyum. Ternyata Mawar masih mengingatnya. Ia akan menjadi anak yang baik dan menuruti semua yang diperintahkan Mawar. Yang terpenting Eliza tidak diusir dari mansion ini. Karena ia belum sanggup meninggalkan Noah. "Nona suka?" Tanya Bibi Eli."Jika Mami yang memilihkan pasti sangat bagus sekali. Apalagi ini beneran cantik banget. Sudah pasti Liza su
Jantung Nathan berdebar dengan cepat ketika memandang jas yang akan dikenakannya untuk acara jam 11 siang nanti. Jas berwarna putih dengan dasi kupu-kupu berwarna hitam. Hari ini adalah hari bersejarah untuknya. Namun begitu banyak kecemasan yang muncul di benak kepalanya. Apakah keputusannya ini sudah tepat? Ataukah dia terlalu ingin terburu-buru sehingga tidak memikirkan hal buruk ke depannya? Lalu bagaimana jika Eliza marah, bahkan sampai membencinya? "Jika nanti Eliza marah Aku akan berusaha membujuknya." Nathan bertekad dalam hatinya. Sesulit apapun dia pasti akan berusaha dan berjuang membujuk Eliza agar tidak marah lagi dengannya. Namun bagaimana jika Eliza membencinya? Hal yang begitu sangat ditakutkan oleh Nathan.Rasanya tidak mungkin Eliza sangat menyayangi Noah. Ia yakin Eliza pasti akan menerima keputusan yang telah diambilnya demi Noah.Nathan mulai memakai pakaiannya dan memandang pantulan tubuhnya dari depan cermin. Wajah tampan, tubuh tinggi berisi tampak begitu
Cukup lama menenangkan hati, akhirnya malam ini Eliza bisa tertidur lelap. Eliza baru terbangun ketika hari sudah pagi. Dan dia baru menyadari bahwa tadi malam tidur sendiri, tanpa Noah. Seharusnya ia senang karena bisa tertidur dengan lelap tanpa ada gangguan dari anak susunya. Namun nyatanya hatinya terasa semakin sakit dan juga perih. Apakah memang seperti ini cara Nathan memisahkannya dengan Noha. Lagi-lagi air mata Eliza mengalir dengan sendirinya. Rasa sayang yang diberikannya untuk Noha, benar-benar tulus dan sepenuh hati. Namun mengapa ia harus berpisah dari Noha?Dulu Nathan dan Mawar pernah mengatakan bahwa Eliza boleh menjadi mommy Noha, untuk selamanya. Apakah janji yang mereka ucapkan sudah tidak berlaku? Eliza menangis sambil memegang dadanya yang terasa begitu sangat sakit. Berulang kali mengusap air matanya, namun tetap saja air mata itu meluncur dengan sendirinya. Mungkin terlalu banyak menangis, hingga mata Eliza mengecil dan sembab.Setelah puas menangis, ia
Mengapa waktu berjalan sangat lambat. Eliza sangat tidak bersemangat dan hanya berbaring di dalam kamar. Apalagi Noha dibawa Mawar pergi berkunjung ke rumah kerabatnya. Sudah 3 hari terakhir, Mawar dan Herman tampak sangat sibuk. Sedangkan Nathan, tidak terlihat sama sekali. Eliza tahu bahwa pria itu tidak pulang selama beberapa hari. Namun apa masalahnya, ia juga tidak tahu."Nona Eliza, ini makan malamnya." Bibi Eli berkata sambil meletakkan menu makan malam untuk Eliza."Terimakasih Bi," jawab Eliza dengan tidak bersemangat. Eliza lebih memilih makan di dalam kamar daripada makan di meja makan. Karena hanya dia sendiri yang ada di rumah sedangkan Hermawan dan Mawar belum pulang dari rumah kerabatnya. "Iya Nona Eliza, jika tidak ada yang dibutuhkan, bibi permisi," jawab Bibi Eli dengan tersenyum."Bi, Mas Nathan ke mana?" Eliza tidak tenang karena tidak tahu kabar Nathan. Suasana di masion juga terasa dingin. Tidak ada candaan, ketika sarapan pagi, dan makan malam. Biasanya Natha