"Bagus, jangan bertahan sama orang yang tidak berhati. Biarkan saja mereka bahagia dengan kehidupannya sendiri. Kita juga bisa bahagia dengan kehidupan kita sendiri." Perkataan Marwan menjadi isyarat bahwa pria itu mendukung semua yang ingin dilakukan oleh Eliza. "Gimana nak lukanya, apa ada yang mengkhawatirkan?" Marwan bertanya sambil memandang luka-luka di wajah Eliza. "Nggak ada yang serius pa, ini hanya luka ringan saja. Sudah nggak sakit juga. "Eliza tersenyum mengusap pipinya. "Seperti ini lukanya kamu bilang nggak apa-apa?" Nathan langsung memotong perkataan Eliza. Eliza yang dipukul, namun dia merasa kesakitan. Apalagi ketika melihat banyak memar serta luka di kening Eliza yang harus mendapatkan jahitan. Eliza terdiam mendengar perkataan dari Nathan. "Papa harap ini yang terakhir kalinya Eliza diperlakukan seperti ini nak." Marwan berkata dengan raut sedih. Sebagai seorang ayah, dia tidak tega melihat kedua anak perempuannya mendekam di penjara. Perbuatan Tia dan juga
Setelah tertidur cukup lama, Mirna tersadar dari pingsannya. Hal pertama yang dilihatnya hanyalah kesunyian. Persalinan yang lebih cepat dari perencanaan, membuat orang tua berserta keluarganya dari kampung belum datang. Sedangkan Sandy, mungkin saja sudah pergi mencari istri pertamanya. Apakah pria itu sama sekali tidak peduli terhadapnya?Lalu bagaimana dengan mama mertua dan juga kedua kakak ipar? Apakah mama mertua yang dulu katanya sangat menyayangi Mirna sekarang sudah tidak peduli?Mirna baru saja bertarung nyawa melahirkan buah cinta mereka, namun mengapa Sandy pergi tanpa menunggu ia terbangun. Apakah Eliza begitu berharga, sedangkan ia tidak? Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar dibenak kepalanya. Namun tidak ada satupun pertanyaan yang mampu dijawabnya.. Pria itu dingin dan tidak peduli terhadap dirinya. Mirna merasakan kakinya yang seperti kesemutan. Bahkan digerakkan pun sulit. Tenggorokannya kering dan sangat haus. Ia ingin minum namun tidak bisa untuk berger
"Kembalikan anakku." Mirna memandang bayi yang saat ini digendong oleh Eliza."Mbak Mirna, aku itu nggak sejahat kamu. Disaat aku menghubungi mas Sandy, kamu tahu namun sengak tidak memberi tahu dia. Setiap pesan yang aku kirim, kamu selalu baca, kamu tahu seperti apa kondisi anakku, tapi kamu sengaja tidak memberi tahu mas Sandy. Namun, Aku tidak akan tega menyakiti anak bayi seperti ini. Dia anak yang tidak bersalah, dia terlahir tanpa dosa. Apapun yang terjadi di antara kita, aku nggak mau membawa dia ke dalam permasalahan kita." Eliza berkata dengan tenang sambil memandang wajah bayi yang sedang tertidur lelap.Eliza sudah melihat seperti apa Kondisi bayi Mirna. Tidak bisa dibayangkannya seperti apa nanti reaksi Mirna ketika melihat kondisi anak yang begitu sangat dia harapkan.Mirna terdiam tanpa bisa membantah perkataan Eliza. Eliza sengaja mengeluarkan handphone jadul dari dalam saku celana. Ia mulai membaca pesan masuk dari Mirna."[Eliza, aku tahu kamu menghubungi handphone
Wajah Mirna pucat pasih mendengar ancaman dari Eliza. "Kau ingin memeras aku?" Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku gak punya niat mengancam atau memeras, hanya saja aku ingin menyelamatkan mbak Mirna."Anggap saja ini cara Eliza mengambil hak nafkah yang seharusnya di berikan Sandy untuknya, justru di rampas Mirna yang seorang pelakor."Jika aku memberikan uang itu kepadamu, kau akan benar-benar menghapus pesan itu?" Mirna mengeratkan giginya. "Tentu, minum dulu mbak." Eliza kembali menyodorkan Mirna Air mineral. "Mbak Mirna lagi emosi, sebaiknya minum dulu biar ada tenaga untuk marah." Eliza kembali berbicara dengan lembut.Mirna sudah tidak mampu menahan rasa haus. Pada akhirnya ia meminum air yang diberikan Eliza. Setelah Mirna meminum seperempat gelas, Eliza kembali meletakkan gelas ke atas meja. "Aku masih haus." Mirna memprotes."Mbak Mirna baru selesai operasi, jadi belum boleh minum banyak. Nanti setelah kentut baru boleh minum dan makan." Eliza berkata
"Ke kantor polisi, ngapain?" tanya Mirna dengan jantung berdebar-debar. Apa yang terjadi hingga Sandy harus ke kantor polisi."Aku males cerita tentang masalah ini." Eliza menarik napas panjang dan kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan."Mbak Mirna ingin tahu ceritanya, coba saja lihat di media sosial atau berita online," saran Eliza.Mirna menurut dan langsung mencari berita tentang Wati. Ia terkejut ketika melihat video Wati menghajar Eliza yang tersebar luas. Bukan hanya Wati, kedua anak perempuannya juga ikut mengeroyok Eliza. Video ini langsung viral padahal baru diunggah 3 jam yang lalu. Begitu banyak masuk komentar dari para netizen yang semuanya menghujat Wati, Tia dan juga Tina."Apakah separah ini?""Ya, zaman sekarang sangat enak sekali untuk mencari keadilan. Dengan seperti itu saja orang sudah menuntut keadilan untuk aku." Eliza tersenyum puas."Apa kamu menjebak mereka?" Mirna menata curiga dengan Eliza."Kalau menjebak, kok bawa polisi."Mirna langsung terdiam
"Buka mulut!"Eliza menelan air liurnya berulang-ulang kali ketika mendengarkan perintah pria yang duduk di depannya. Bagaimana mungkin dia bisa menelan makanannya dengan nikmat jika wajah pria itu terkesan menakutkan. "Eliza, cepat buka mulut!" lagi-lagi pria itu memberi perintah. "Mas, Liza bisa makan sendiri. Bisa nggak sakit kok serius ini nggak sakit sama sekali." Eliza berusaha untuk menolak. "Nggak dengar Mas suruh apa?" Ucapan Nathan menjadi pertanda bahwa pria itu tidak menerima negosiasi."Dengar." Eliza sudah tidak berani protes dan memilih untuk membuka mulutnya. Nathan hanya diam memperhatikan Eliza yang sedang mengunyah nasi di mulutnya. Begitu nasi di mulut Eliza habis, ia kembali memasukkan suapan yang baru. "Mas, Liza bisa makan sendiri." Eliza tetap memaksa untuk makan sendiri namun sayang ucapannya tidak akan dihiraukan oleh Nathan."Mas, Liza sudah kenyang." Eliza menolak suapan terakhir dari Nathan."Satu lagi." Nathan yang tidak kenal kompromi tetap memaks
"Dok, istri saya kenapa?" Sandy panik ketika melihat istrinya tegang seperti ini.Dokter Rizki langsung memeriksa kondisi Mirna dan menyuntikkan obat penenang hingga wanita itu kembali tertidur."Bagaimana kondisi istri saya dok?" Sandy bertanya sambil memandang istrinya."Istri anda Shock, namun tidak apa-apa. Saat ini peran Anda sangat dibutuhkan, agar istri anda bisa menerima kenyataan." Hanya Kalimat Ini yang diucapkan oleh dokter berwajah manis tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. "Karena ibunya belum bisa menerima kenyataan tentang kondisi bayinya, sebaiknya bayi ini kami bawa dulu ke ruang bayi." Dokter Rizki berkata sambil mengendong bayi malang tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. Tubuhnya terasa amat lelah dia ingin beristirahat walaupun sejenak. Sandy hanya diam ketika melihat dokter itu menggendong anaknya dan membawanya pergi. "Mengapa harus jadi seperti ini?" Pria itu frustasi dan menarik-narik rambutnya. "Eliza." Sandy kembali mengingat istri pertamanya.
Apa ia tidak salah lihat. Eliza mengucek matanya berulang-ulang kali untuk memastikan bahwa pandangannya benar-benar bermasalah. Tidak mungkin Nathan yang akan menjadi gurunya. Setahu Eliza, Nathan tidak memiliki kemampuan beladiri."Mau sampai berapa lama berdiri di situ?" Nathan memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Eliza masih diam di tempat dengan ekspresi wajah terkejut. Atau lebih tepatnya ia kecewa karena guru yang akan mengajarnya tidak sesuai dengan harapan. Yang jadi supir pribadi, Nathan. Masak yang jadi guru taekwondo juga Nathan. "Kamu sudah melawati 5 menit." Nathan mengangkat 5 jarinya.Eliza menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Harapannya mendapatkan guru yang baik, sabar dan gak pernah marah. Bukan guru galak yang menakutkan seperti ini."Eliza!" Panggil Nathan."Mas Nathan." Eliza menyebut nama sang majikan. Apakah benar bosnya sendiri yang akan menjadi gurunya?Kalau seperti ini bagaimana dengan gaji pelatih?Eliza mengusap keringat di peli
Apa ia tidak salah lihat. Eliza mengucek matanya berulang-ulang kali untuk memastikan bahwa pandangannya benar-benar bermasalah. Tidak mungkin Nathan yang akan menjadi gurunya. Setahu Eliza, Nathan tidak memiliki kemampuan beladiri."Mau sampai berapa lama berdiri di situ?" Nathan memandang jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Eliza masih diam di tempat dengan ekspresi wajah terkejut. Atau lebih tepatnya ia kecewa karena guru yang akan mengajarnya tidak sesuai dengan harapan. Yang jadi supir pribadi, Nathan. Masak yang jadi guru taekwondo juga Nathan. "Kamu sudah melawati 5 menit." Nathan mengangkat 5 jarinya.Eliza menelan air ludahnya berulang-ulang kali. Harapannya mendapatkan guru yang baik, sabar dan gak pernah marah. Bukan guru galak yang menakutkan seperti ini."Eliza!" Panggil Nathan."Mas Nathan." Eliza menyebut nama sang majikan. Apakah benar bosnya sendiri yang akan menjadi gurunya?Kalau seperti ini bagaimana dengan gaji pelatih?Eliza mengusap keringat di peli
"Dok, istri saya kenapa?" Sandy panik ketika melihat istrinya tegang seperti ini.Dokter Rizki langsung memeriksa kondisi Mirna dan menyuntikkan obat penenang hingga wanita itu kembali tertidur."Bagaimana kondisi istri saya dok?" Sandy bertanya sambil memandang istrinya."Istri anda Shock, namun tidak apa-apa. Saat ini peran Anda sangat dibutuhkan, agar istri anda bisa menerima kenyataan." Hanya Kalimat Ini yang diucapkan oleh dokter berwajah manis tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. "Karena ibunya belum bisa menerima kenyataan tentang kondisi bayinya, sebaiknya bayi ini kami bawa dulu ke ruang bayi." Dokter Rizki berkata sambil mengendong bayi malang tersebut. Sandy menganggukkan kepalanya. Tubuhnya terasa amat lelah dia ingin beristirahat walaupun sejenak. Sandy hanya diam ketika melihat dokter itu menggendong anaknya dan membawanya pergi. "Mengapa harus jadi seperti ini?" Pria itu frustasi dan menarik-narik rambutnya. "Eliza." Sandy kembali mengingat istri pertamanya.
"Buka mulut!"Eliza menelan air liurnya berulang-ulang kali ketika mendengarkan perintah pria yang duduk di depannya. Bagaimana mungkin dia bisa menelan makanannya dengan nikmat jika wajah pria itu terkesan menakutkan. "Eliza, cepat buka mulut!" lagi-lagi pria itu memberi perintah. "Mas, Liza bisa makan sendiri. Bisa nggak sakit kok serius ini nggak sakit sama sekali." Eliza berusaha untuk menolak. "Nggak dengar Mas suruh apa?" Ucapan Nathan menjadi pertanda bahwa pria itu tidak menerima negosiasi."Dengar." Eliza sudah tidak berani protes dan memilih untuk membuka mulutnya. Nathan hanya diam memperhatikan Eliza yang sedang mengunyah nasi di mulutnya. Begitu nasi di mulut Eliza habis, ia kembali memasukkan suapan yang baru. "Mas, Liza bisa makan sendiri." Eliza tetap memaksa untuk makan sendiri namun sayang ucapannya tidak akan dihiraukan oleh Nathan."Mas, Liza sudah kenyang." Eliza menolak suapan terakhir dari Nathan."Satu lagi." Nathan yang tidak kenal kompromi tetap memaks
"Ke kantor polisi, ngapain?" tanya Mirna dengan jantung berdebar-debar. Apa yang terjadi hingga Sandy harus ke kantor polisi."Aku males cerita tentang masalah ini." Eliza menarik napas panjang dan kemudian menghembuskan secara perlahan-lahan."Mbak Mirna ingin tahu ceritanya, coba saja lihat di media sosial atau berita online," saran Eliza.Mirna menurut dan langsung mencari berita tentang Wati. Ia terkejut ketika melihat video Wati menghajar Eliza yang tersebar luas. Bukan hanya Wati, kedua anak perempuannya juga ikut mengeroyok Eliza. Video ini langsung viral padahal baru diunggah 3 jam yang lalu. Begitu banyak masuk komentar dari para netizen yang semuanya menghujat Wati, Tia dan juga Tina."Apakah separah ini?""Ya, zaman sekarang sangat enak sekali untuk mencari keadilan. Dengan seperti itu saja orang sudah menuntut keadilan untuk aku." Eliza tersenyum puas."Apa kamu menjebak mereka?" Mirna menata curiga dengan Eliza."Kalau menjebak, kok bawa polisi."Mirna langsung terdiam
Wajah Mirna pucat pasih mendengar ancaman dari Eliza. "Kau ingin memeras aku?" Eliza tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku gak punya niat mengancam atau memeras, hanya saja aku ingin menyelamatkan mbak Mirna."Anggap saja ini cara Eliza mengambil hak nafkah yang seharusnya di berikan Sandy untuknya, justru di rampas Mirna yang seorang pelakor."Jika aku memberikan uang itu kepadamu, kau akan benar-benar menghapus pesan itu?" Mirna mengeratkan giginya. "Tentu, minum dulu mbak." Eliza kembali menyodorkan Mirna Air mineral. "Mbak Mirna lagi emosi, sebaiknya minum dulu biar ada tenaga untuk marah." Eliza kembali berbicara dengan lembut.Mirna sudah tidak mampu menahan rasa haus. Pada akhirnya ia meminum air yang diberikan Eliza. Setelah Mirna meminum seperempat gelas, Eliza kembali meletakkan gelas ke atas meja. "Aku masih haus." Mirna memprotes."Mbak Mirna baru selesai operasi, jadi belum boleh minum banyak. Nanti setelah kentut baru boleh minum dan makan." Eliza berkata
"Kembalikan anakku." Mirna memandang bayi yang saat ini digendong oleh Eliza."Mbak Mirna, aku itu nggak sejahat kamu. Disaat aku menghubungi mas Sandy, kamu tahu namun sengak tidak memberi tahu dia. Setiap pesan yang aku kirim, kamu selalu baca, kamu tahu seperti apa kondisi anakku, tapi kamu sengaja tidak memberi tahu mas Sandy. Namun, Aku tidak akan tega menyakiti anak bayi seperti ini. Dia anak yang tidak bersalah, dia terlahir tanpa dosa. Apapun yang terjadi di antara kita, aku nggak mau membawa dia ke dalam permasalahan kita." Eliza berkata dengan tenang sambil memandang wajah bayi yang sedang tertidur lelap.Eliza sudah melihat seperti apa Kondisi bayi Mirna. Tidak bisa dibayangkannya seperti apa nanti reaksi Mirna ketika melihat kondisi anak yang begitu sangat dia harapkan.Mirna terdiam tanpa bisa membantah perkataan Eliza. Eliza sengaja mengeluarkan handphone jadul dari dalam saku celana. Ia mulai membaca pesan masuk dari Mirna."[Eliza, aku tahu kamu menghubungi handphone
Setelah tertidur cukup lama, Mirna tersadar dari pingsannya. Hal pertama yang dilihatnya hanyalah kesunyian. Persalinan yang lebih cepat dari perencanaan, membuat orang tua berserta keluarganya dari kampung belum datang. Sedangkan Sandy, mungkin saja sudah pergi mencari istri pertamanya. Apakah pria itu sama sekali tidak peduli terhadapnya?Lalu bagaimana dengan mama mertua dan juga kedua kakak ipar? Apakah mama mertua yang dulu katanya sangat menyayangi Mirna sekarang sudah tidak peduli?Mirna baru saja bertarung nyawa melahirkan buah cinta mereka, namun mengapa Sandy pergi tanpa menunggu ia terbangun. Apakah Eliza begitu berharga, sedangkan ia tidak? Begitu banyak pertanyaan yang berputar-putar dibenak kepalanya. Namun tidak ada satupun pertanyaan yang mampu dijawabnya.. Pria itu dingin dan tidak peduli terhadap dirinya. Mirna merasakan kakinya yang seperti kesemutan. Bahkan digerakkan pun sulit. Tenggorokannya kering dan sangat haus. Ia ingin minum namun tidak bisa untuk berger
"Bagus, jangan bertahan sama orang yang tidak berhati. Biarkan saja mereka bahagia dengan kehidupannya sendiri. Kita juga bisa bahagia dengan kehidupan kita sendiri." Perkataan Marwan menjadi isyarat bahwa pria itu mendukung semua yang ingin dilakukan oleh Eliza. "Gimana nak lukanya, apa ada yang mengkhawatirkan?" Marwan bertanya sambil memandang luka-luka di wajah Eliza. "Nggak ada yang serius pa, ini hanya luka ringan saja. Sudah nggak sakit juga. "Eliza tersenyum mengusap pipinya. "Seperti ini lukanya kamu bilang nggak apa-apa?" Nathan langsung memotong perkataan Eliza. Eliza yang dipukul, namun dia merasa kesakitan. Apalagi ketika melihat banyak memar serta luka di kening Eliza yang harus mendapatkan jahitan. Eliza terdiam mendengar perkataan dari Nathan. "Papa harap ini yang terakhir kalinya Eliza diperlakukan seperti ini nak." Marwan berkata dengan raut sedih. Sebagai seorang ayah, dia tidak tega melihat kedua anak perempuannya mendekam di penjara. Perbuatan Tia dan juga
Eliza terkejut memandang pria bertubuh tinggi yang berdiri di ambang pintu. "Papa." Pria itu tersenyum hangat memandang Eliza. Rona bahagia terlihat jelas diwajahnya yang tampan."Papa!" Teriak Eliza sambil berlari dan langsung memeluk Marwan. "Iya nak, bagaimana kondisi Eliza?" Marwan tersenyum sambil mengusap kepala Eliza. Di keluarga Sandy hanya pria inilah yang begitu sangat menyayangi Eliza dan juga Ibnu. Suatu hal yang tidak akan pernah dilupakan oleh Eliza. "Liza baik Pak, maafin Liza yang nggak bisa jagain papa sewaktu sedang sakit," sesal Eliza. "Tidak apa-apa nak, papa ngerti kok seperti apa Kondisi Eliza. Bahkan papa selalu berdoa agar Eliza tidak datang ke rumah. Keputusan Eliza untuk pergi sudah sangat tepat." Marwan berkata dengan raut wajah sedih.Marwan tahu Wati akan menjadikan Eliza babu seumur hidup. Karena itu dia tidak mau Eliza menghabiskan masa muda dan masa depannya bersama dengan suami seperti Sandy. Laki-laki yang tidak memiliki prinsip. "Papa sudah seh