”Kita sudah sampai,” ujar Pram.
Jasmine tanpa menunggu aba-aba langsung berlari menuju bibir pantai. Ia berdiri di tepi pantai, kakinya tenggelam di pasir dingin.
Jasmine menengadahkan kepala ke langit, menarik napas panjang, lalu melepaskannya dalam teriakan yang menggelegar.
"Aaaaarrrrggghhhhhh!!!"
Teriakannya menggema, terbawa angin laut yang dingin, bercampur dengan suara ’whooosh’ ombak yang menerjang karang. Suara itu meluap, seperti mencoba menandingi gemuruh alam, sebelum perlahan mereda, tenggelam oleh deburan air yang terus memecah.
Angin pantai di ujung kota Artaloka berembus lembut, membawa aroma asin khas laut. Jasmine berdiri di tepi pantai Nyiur Melambai, memandang hamparan air biru yang seolah menyatu dengan langit.
Kakinya tenggelam dalam pasir yang hangat, dan ia membiarkan gelombang kecil menyentuh
"Aku boleh pesan minuman dingin lagi?" tanya Jasmine, yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Pram.Pria itu kemudian memanggil pramuniaga dan memesan satu minuman dingin sesuai permintaan Jasmine.Jasmine baru saja meletakkan ponselnya ketika sebuah pesan masuk dari Noah. Hatinya berdegup kencang, dan ketika ia membuka pesan tersebut, darahnya langsung mendidih.Noah: "Jika kamu tidak tiba di rumah dalam waktu 30 menit, aku akan menyatakan bahwa kamu memutuskan kontrak ibu pengganti dan meminta kamu membayar kompensasinya. Jangan coba-coba menghindar, Jasmine."Jasmine merasa kepalanya berputar sejenak, panik dan kesal. Emosinya langsung memuncak. Ia tidak bisa percaya pria itu bisa sebegitu tega."Huft!" Jasmine menghembuskan napas frustrasi, sambil menekan ujung pelipis matanya. ’Kesalahan apa lagi yang ku buat, sampai menyinggung dia? Apa soal panggilannya dengan Pram tadi? Sudah pasti itu.’Tidak lama kemudian, Pram mendengar Jasmine menghembuskan napas panjang penuh kekesalan
Noah menatap layar ponselnya, membaca kembali pesan yang baru saja diterimanya dari Jasmine. Ketegangan semakin mengeras di dadanya.Kata-kata terakhir Jasmine, "Dasar ES Batu Berbulu Pink sialan!" terus terngiang di telinganya. Tanpa sadar, ia menggenggam ponselnya lebih erat, seolah ingin menghancurkannya.Waktu terasa berjalan lambat, detik demi detik. Namun, saat pintu rumah terbuka, Noah menoleh, dan di sana, berdiri Jasmine dengan wajah penuh kecemasan.Ekspresinya seketika membuat Noah merasakan sesuatu yang asing dalam hatinya. Ia ingin tertawa, bukan hanya amarah, tetapi juga sedikit penyesalan. Namun, secepat itu juga Noah menepis perasaan tersebut dan memilih untuk mengungkapkan kata-kata penuh hinaan."Jasmine!" katanya dengan nada penuh penghinaan. "Ternyata kamu benar-benar menjual dirimu demi uang, kan? Itu yang kau inginkan, kan? Dekat dengan Pram karena dia kaya, bukan karena perasaan."Jasmine terkejut. Tatapannya berubah tajam, darahnya mendidih mendengar tuduhan it
Pagi itu, Jasmine terbangun dengan tubuh yang terasa sakit semu. Ia menatap nampan makanan yang masih utuh di atas nakas, perasaan bersalah mengendap di hatinya.Namun, ketika teringat kata-kata Noah yang menyakitkan, amarah kembali membakar dadanya."Noah benar-benar tidak peduli..." gumam Jasmine lirih, matanya menatap kosong ke arah dinding.Ia merasa dirinya tak lebih dari alat bagi Noah dan Zoah untuk memproduksi keturunan. Pikiran itu membuatnya ingin menangis, tapi ia menahannya dengan menarik napas panjang."Aku harus kuat," ucap Jasmine pelan, seolah meyakinkan dirinya sendiri.Ketukan lembut di pintu membuyarkan lamunannya. Nikmah muncul dengan wajah ramah, membawa susu, roti lapis cokelat, dan salad buah. Jasmine menyambutnya dengan senyum kecil, mengambil nampan yang disodorkan Nikmah."Apakah Nona ingin makan sesuatu yang lebih berat? Saya bisa m
Noah merasa kesal saat Jasmine mengabaikannya begitu saja. Biasanya, ia tidak peduli jika ada orang yang tidak memperhatikannya.Namun, kali ini perasaan itu berbeda. Sebuah perasaan yang sulit dijelaskan merasuki hatinya. Seorang ibu pengganti yang sempat ditolaknya, kini membuat Noah merasa direndahkan.Jasmine, yang Noah anggap tak lebih dari objek dalam rencananya, malah memberi rasa sakit yang mendalam."Ke mana kamu, Jasmine?" gumam Noah dengan penuh kekesalan, meremas ponselnya. "Kenapa harus begini... Kenapa dia harus bersikap seperti itu?"Dia mengumpat dengan marah, "Ibu pengganti sialan. Di-baikin malah minta jantung."Namun Jasmine sudah pergi jauh meninggalakan rumah menuju kampusnya, dia tentu saja tidak mendengar umpatan Noah.Telepon Noah berdering. Zora menelepon, menanyakan posisinya. Tanpa berpikir panjang, mereka sepakat untuk bertemu di kantor Di
Noah terlelap dengan pikiran yang masih penuh kekacauan. Namun, tidur itu tidak bertahan lama. Tiba-tiba, suara muntah yang keras dan terputus-putus membangunkan Noah dari tidurnya.Dengan rasa kesal yang mencuat, Noah mengumpat, "Shit! Pram stupid, sudah aku bilang periksa, jangan asal masuk kamar!"Setengah sadar dan masih dalam keadaan setengah terjaga, Noah bangkit dari tempat tidurnya. Suasana hotel yang tenang malam itu tiba-tiba terasa mencekam.”Berasa dalam cerita horor saja, apa ada setan kamar mandi,” gumam Noah kesal.Langkahnya berat, matanya yang masih kabur berusaha menyesuaikan dengan gelapnya ruangan. Tanpa berpikir panjang, Noah membuka pintu kamar mandi dengan tangan yang gemetar sedikit karena masih terpengaruh sisa alkohol.Begitu pintu terbuka, pandangannya terfokus pada sosok yang terkulai di lantai kamar mandi. Seorang wanita tanpa busana, tubu
Noah menatap Jasmine dengan ragu, suaranya rendah namun penuh ketegasan. "Kamu benar-benar yakin ingin melakukannya?" tanyanya, mencoba memastikan.Jasmine hanya terdiam sejenak, seolah bingung dengan perasaannya sendiri, sebelum akhirnya ia melangkah lebih dekat, gerakannya perlahan namun penuh makna.’Aku takut kamu akan marah, jika mengetahui kita melakukannya,’ batin Noah.Tangan yang sebelumnya terulur, kini menyentuh bahu Noah, sebuah isyarat yang membuat suasana semakin tegang. Dalam gerakan itu, ada sesuatu yang mengubah pandangannya, sesuatu yang membuat Noah merasa terperangkap dalam ketegangan yang tak terucapkan.”Lakukan untukku, tuan, lagian kalau aku harus pulang, belum tentu suami kontrak itu akan menyentuhku, melihat saja dia jijik,” gerutu Jasmine dengan mata terpejam.Dia merasa gelisah, namun di sisi lain, ada dorongan dalam dirinya ya
Pram terkejut membaca pesan dari Noah yang berbunyi:"Pram, tunda kedatanganmu sampai besok pagi. Ada sesuatu yang perlu aku selesaikan malam ini. Jangan khawatir, semuanya terkendali."Pesan itu terdengar singkat, tetapi cukup untuk membakar rasa penasaran Pram. Kalimat terakhirnya, "semuanya terkendali," terasa samar dan penuh misteri. Apa yang sebenarnya terjadi?Namun, meski pikirannya dipenuhi pertanyaan, Pram memilih untuk menghormati permintaan Noah.Bagaimanapun, Noah adalah sahabat sekaligus atasannya. Dengan sedikit enggan, ia memutuskan untuk menurut, sambil berharap semua memang benar-benar terkendali seperti yang Noah katakan."Baiklah, Noah. Aku akan datang besok pagi. Pastikan kamu aman."Sementara itu, di Hotel Gran Dirgantara, Noah memutuskan untuk membuka kamar baru di sebelah kamar 1508. Ketika ia menanyakan status kamar tersebut pa
Noah terkejut saat Jasmine keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya. Rambut basahnya meneteskan air, dan wajahnya masih memerah karena uap hangat dari kamar mandi.“Noah!” serunya kesal ketika pria itu menatapnya dengan ekspresi campuran antara kaget dan bingung.Noah segera bangkit dari tempat duduknya, memalingkan wajah dengan cepat. “Kenapa kamu seksi begitu? Cepat ganti pakaianmu!” katanya sambil mengomel, nada suaranya terdengar gugup.Jasmine yang sudah kesal sejak tadi langsung melipat tangan di dada. “Mau ganti pakai apa, hah? Tadi aku mau bilang kalau aku nggak bawa pakaian ganti, tapi kamu malah nyuruh aku mandi dulu sebelum selesai bicara!”Noah menepuk jidatnya. “Astaga…” gumamnya pelan. Ia merasa sangat konyol. Dalam kesibukannya mengatur banyak hal semalam, ia benar-benar lupa memesan pakaian ganti untuk
Sementara itu, Jasmine dan Noah kembali ke hotel mereka setelah menghadiri resepsi diplomatik kecil yang digelar di Konsulat Lioren. Jasmine merasa kelelahan, namun damai. Dunia tampaknya menyambut pidatonya dengan antusias. Belasan negara telah menyatakan niat bergabung dalam Koalisi Anti-Korupsi Korporat Dunia.Namun di lobi hotel, salah satu staf keamanan mendekati mereka.“Maaf, Ibu Jasmine. Mobil pengawal Anda terlihat mengalami kerusakan. Kami menyarankan Anda untuk naik kendaraan cadangan yang sudah disiapkan.”Kiara, yang datang bersama dari belakang, menyipitkan mata. “Mobil rusak? Tapi tadi pagi sudah dicek.”Noah langsung tanggap. “Tunda. Kita tetap di sini sampai tim teknis kita periksa langsung.”Sementara staf itu berlalu, Jasmine berbisik, “Perasaanmu juga tidak enak?”Noah mengangguk. “Sangat.”Tiga puluh menit kemudian, laporan datang. Salah satu baut rem ken
Jasmine berdiri. Langkahnya mantap menuju podium. Cahaya lampu menyorot wajahnya, dan ribuan mata tertuju padanya.Ia membuka pidatonya dengan suara yang tenang tapi tegas.“Terima kasih atas kesempatan ini. Nama saya Jasmine Jorse. Hari ini, saya tidak hanya berbicara sebagai pemimpin sebuah perusahaan, tapi sebagai saksi dari bagaimana sistem keuangan yang tidak terawasi bisa menghancurkan keluarga, kepercayaan, dan masa depan.”Ia berhenti sejenak. Tatapannya menyapu seluruh ruangan.“Saya lahir dari darah seorang industrialis yang jujur dan seorang ibu yang mencintai keadilan. Mereka dibunuh, bukan oleh peluru, tapi oleh sistem yang membiarkan korupsi tumbuh di balik nama-nama besar.”Hening. Beberapa orang mulai menegakkan badan.“Selama puluhan tahun, banyak dari kita menutup mata atas praktik-praktik keuangan gelap yang dikemas dalam bahasa legal. Kita memberi ruang bagi orang seperti Leonhart Vasmer dan
“Jas... Ada seseorang dari dalam Levara Group mengirimkan pesan rahasia.”Jasmine berdiri. “Siapa?”Kiara menyerahkan sebuah flashdisk dan dokumen cetak.“Namanya tidak disebut, tapi tanda tangannya mencocok dengan seorang analis senior bernama Aline Köhler. Dia dikabarkan sudah lama tidak muncul di media, dan ternyata... dia menyimpan dokumen internal.”Jasmine membuka file pertama di layar laptop. Di sana, terdapat ratusan halaman laporan transfer dana fiktif, rekaman rapat tertutup yang memperlihatkan Leonhart menyuruh stafnya menekan media, dan yang paling mencengangkan: dokumen strategi hukum menyerang Jasmine, tertanggal sebulan sebelum gugatan didaftarkan.“Aline memberikan semua ini?” bisik Jasmine, nyaris tak percaya.Kiara mengangguk. “Dia bilang dalam pesannya: ‘Saya tidak bisa melawan langsung. Tapi saya percaya kamu bisa.’”Jasmine memandang laya
Sore hari, Jasmine menerima kabar bahwa Levara Group secara resmi mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Komersial Internasional Avenhurst.“Gugatan ini tidak berdasar,” ujar Kiara. “Tapi tetap harus kita jawab.”Jasmine membaca dokumen gugatan. Tuduhannya kejam: penyalahgunaan informasi pribadi, sabotase ekonomi, dan pencemaran nama baik.“Dia menyerang dari jalur hukum karena sudah kalah di jalur fakta,” ucap Jasmine pelan. “Tapi kita tidak boleh gegabah. Kita jawab elegan. Kita buktikan kebenaran bisa berjalan lurus tanpa harus menabrak.”Malam hari, setelah hari yang panjang dan rapat yang tak ada habisnya, Jasmine akhirnya kembali ke kamar hotel tempat ia menginap bersama Noah. Penerangan temaram, lampu-lampu kota Eresia berkelap-kelip seperti bintang-bintang kecil dari balik jendela kaca.Noah sudah menunggunya. Ia duduk di sofa dengan mengenakan kaus gelap dan celana santai, rambutnya sedikit acak.“Kau terlihat seperti ratu perang yang baru pulang dari medan tempur,” gumam
Tangannya bergetar.“Noah,” bisiknya saat pria itu menghampiri.“Ada apa?”Jasmine menyodorkan dokumen itu dengan mata basah. “Mereka… mereka tidak hanya berkhianat. Mereka membunuh.”Sesi kedua sidang dibuka dengan panggilan terhadap saksi ahli forensik kendaraan. Ia menjelaskan bahwa tingkat kerusakan sistem rem tidak mungkin terjadi karena usia atau kelalaian servis. Ia menunjukkan simulasi digital yang menunjukkan titik-titik sabotase.Hakim terlihat terguncang. Lucas mulai gelisah. Ia mencoba berdiskusi dengan pengacaranya, tapi mikrofon ruang sidang menangkap ucapannya:“Aku bilang hentikan semua jejak itu. Kenapa masih ada yang muncul?”Sorotan kamera langsung diarahkan ke wajahnya. Raut panik dan kemarahan membuatnya tak lagi mampu menyembunyikan kecemasan.Jaksa Norell lalu berdiri dengan bukti tambahan.“Yang Mulia, kami memohon agar Lucas Greif ditahan tanpa syarat selama penyelidikan. Bukti menunjukkan adanya potensi penghilangan jejak, tekanan terhadap saksi, dan keterlib
Noah, yang melihat semua itu, langsung menghubungi Jasmine.“Aku tahu ini menyakitkan. Tapi jangan biarkan hal-hal itu mengalihkanmu.”“Aku tidak akan mundur,” sahut Jasmine tegas. “Tapi aku tidak bisa bohong, ini melelahkan.”“Aku akan ke Eresia besok,” kata Noah. “Kamu tidak harus hadapi ini sendirian lagi.”Jasmine terdiam sejenak, lalu suaranya melunak. “Terima kasih. Mungkin kali ini... aku memang butuh bahumu lebih dari sekadar kata-kata.”Sore itu, Jasmine duduk sendiri di taman kecil belakang kantor EILI. Suara burung camar terdengar samar. Ia menutup mata sejenak.Langkah kaki menghampiri. Noah datang, lebih cepat dari yang dijanjikan. Pria itu berdiri di depannya, dengan senyum penuh kehangatan.“Aku tahu kau bilang besok,” kata Jasmine, sedikit terkejut.“Aku tahu kau butuh hari ini.”Jasmine berdiri. Mereka saling mendekat, lalu tanpa banyak kata, Noah menariknya ke dalam pelukan. Pelukan itu lama. Lama sekali. Seolah seluruh dunia menjadi latar belakang bisu.Saat Jasmine
Pagi di Eresia tiba dengan udara dingin dan kabut tipis yang menyelimuti gedung-gedung tinggi kota pelabuhan itu. Tapi suasana kantor Kejaksaan Tinggi justru panas sejak dini hari. Setelah pernyataan resmi dibuka untuk publik, penyelidikan atas Leonhart Vasmer dan Lucas Greif berubah dari rumor menjadi aksi nyata.Media lokal dan internasional berkumpul di depan gedung, berebut tempat terbaik untuk mendapatkan gambar pertama dari dokumen penyitaan yang sudah ditandatangani. Wartawan menggali lebih dalam, memunculkan artikel-artikel investigatif yang selama ini terkubur, kini mendapat perhatian kembali.Di ruang kerja Jasmine, yang sementara dipinjam dari kantor hukum EILI, Kiara datang membawa berita besar."Lucas Greif ditangkap tadi pagi di perbatasan selatan Valmora," ucapnya cepat, napas sedikit terengah.Jasmine bangkit dari kursi. “Benarkah?”Kiara mengangguk. “Dia mencoba kabur ke wilayah netral, tapi ditahan setelah surat penangkapan internasional keluar malam tadi.”Suasana r
Pagi menyelimuti Eresia dengan cahaya keemasan yang lembut, tapi di dalam ruang rapat kantor hukum internasional EILI, ketegangan menyatu dengan antusiasme. Jasmine duduk di kursi utama, diapit oleh Kiara dan penasihat hukum Eresia. Di hadapan mereka, berkas-berkas hasil investigasi yang telah diperkuat oleh pernyataan saksi Grego Marven dan dokumen asli dari arsip Ardian Jorse tersusun rapi, siap diserahkan ke otoritas hukum Eresia.“Dengan ini, kami menyerahkan semua bukti sebagai dasar pembukaan kembali kasus tertutup tahun 2005 atas nama Lucas Greif dan Leonhart Vasmer,” ucap Jasmine dengan tegas.Dokumen itu diterima oleh perwakilan Kejaksaan Eresia, Tuan Adelric Norell, seorang pria muda dengan reputasi bersih yang dikenal gemar menindak kasus korupsi lintas negara. Ia membaca sekilas, lalu mengangguk.“Materi ini cukup kuat untuk membuka jalur hukum formal. Dalam waktu 48 jam, kami akan keluarkan surat penyelidikan resmi. Jika terbukti valid, nama Leonhart akan masuk daftar pen
Langit Eresia diselimuti kabut pagi ketika pesawat pribadi yang ditumpangi Jasmine, Kiara, dan tim hukum mendarat di bandara internasional kota tersebut. Meski Eresia dikenal sebagai kota pelabuhan yang sibuk, pagi itu terasa seperti menyimpan rahasia yang siap terbongkar.“Selamat datang kembali di tempat masa lalu ayahmu pernah bergema,” bisik Kiara saat mereka menuruni tangga pesawat.Jasmine mengangguk pelan. “Dan semoga kita pulang membawa kebenaran yang selama ini dikubur.”Tim mereka langsung menuju kantor hukum independen yang sebelumnya bekerja sama dengan Ardian Kartika Jorse. Pria yang menyambut mereka adalah Lucian Velmar, mantan asisten hukum Ardian dua dekade lalu, kini kepala penasihat hukum di Eresia International Law Institute.“Jasmine Jorse…” ucapnya dengan nada emosional saat melihat wajah Jasmine. “Kau mewarisi mata ibumu, dan ketegasan ayahmu.”“Terima kasih, Pak Lucian. Aku datang untuk mengungkap apa yang belum sempat Ayah dan Ibu ungkapkan,” jawab Jasmine.Mer