“Kalian mau langsung pergi sekarang?” tanya Syabila berusaha terlihat biasa saja— meski sesuatu di balik dadanya saat ini terasa campur aduk setelah mendengar ucapan Arumy sebelumnya.
Lian, Arumy, dan Kuncoro menoleh pada Syabila. Arumy mendekat pada gadis itu. “Maaf ya, Bila. Aku nggak bisa duduk ngobrol sama kamu lagi soalnya aku buru-buru, habis ini aku mesti balik kampung.”
Syabila mengangguk pelan. “Yaudah, gapapa kok.”
Selama menunggu kepulangan Lian tadi, Syabila dan Arumy memang sempat berkenalan singkat. Keduanya bahkan tampak langsung akrab ketika bertukar cerita tentang Lian. Terlebih mereka seumuran, dan Syabila langsung mencoba menarik hati Arumy supaya bisa akrab dengan adik angkat dari pemuda yang disukainya itu.
“Kita berangkat sekarang?” tanya Kuncoro. Lian dan Arumy mengangguk. Syabila menenangkan diri dan buru-buru menyerahkan kantong plastik berisi teh botol dan beberapa cemilan yan
Satu minggu berlalu setelah Arumy menjenguk Cantika dan memberinya restu sebagai kakak ipar. Cantika hampir tiap hari datang ke klinik Lian untuk mengajaknya makan siang. Lian juga mau tidak mau memasak porsi ekstra untuk dimakan bersama Cantika. Meski tugas memasakkan Cantika hanya dua hari sekali, sedangkan di selang hari akan diajak Cantika makan di luar. Seperti hari ini.“Mau makan di mana, Yank?” tanya Cantika sambil fokus dengan jalanan. Lian yang duduk di sebelahnya coba berpikir. “Jangan yang jauh deh pokoknya. Istirahat siangku tinggal 50 menitan,” ucap Lian.“Makanya kamu mau di mana?” desak Cantika. Dia juga bingung kalau Lian tidak memberinya saran.“Warung Bu Endah aja,” ajak Lian. Cantika menelengkan kepala sambil mengernyit. “Deket kok, abis ini ada perempatan, kita belok kiri, lurus aja. Ntar nemu banner gede, warteg Bu Endah gitu hurufnya gede-gede,” terang Lian untuk menjawab
Dada cantika masih berdebar kencang saat melihat laki-laki di hadapannya. Meski Cantika tidak mengenalinya karena dia tidak ada di lokasi penyekapan, namun dia merupakan pimpinan komplotan kejam yang menculiknya kala itu. Lian memerhatikan tubuh Cantika yang agak gemetar, Lian meraih tangan Cantika dan menggenggamnya. “Kamu gak usah maksain diri.”Tapi Cantika malah menoleh pada Lian dan bicara penuh penekanan. “Aku kan udah bilang, aku gapapa.”“Tapi—” Lian ragu, namun akhirnya dia tidak melanjutkan kalimatnya. Lian coba untuk percaya pada Cantika.Lian mengerti jika Cantika sedang emosional— marah pada orang-orang yang menculiknya, dan lebih marah lagi karena dugaannya meleset. Cantika mendekati pria kurus berusia 30 tahunan yang tubuhnya dipenuhi memar itu. Kemungkinan sebelunya dia memang sudah diinterogasi oleh polisi hingga diberi tekanan fisik.“Kamu masih nggak mau buka mulut?” tanya Cant
Mobil yang dikendarai oleh Navi berhenti di halaman rumah Rahadi. Lian yang duduk di samping kemudi segera melepas seat belt. Sore ini Navi memang sengaja samperin Lian di klinik, karena dia cemas melihat Cantika yang berhari-hari tidak mau keluar dari kamarnya.“Sorry, Bro. Sepupu gue emang ngerepotin,” ucap Navi. Meski Lian jelas tahu jika Navi adalah salah satu orang yang paling khawatir dengan keadaan Cantika.“Gapapa, gue sebenernya emang pengen ke sini dari kemarin-kemarin. Tapi Cantika selalu ngelarang gue,” jelas Lian menceritakan yang sebenarnya. Lian dan Navi turun dari mobil, keduanya berjalan menuju rumah.“Gue udah nggak tau lagi harus bujuk dia kayak gimana, udah berhari-hari dia di kamar, udah kayak zombie aja,” omel Navi sambil menepuk bahu Lian. “Lo langsung ke kamarnya aja.”“Oke.” Lian mengangguk lalu melangkah menuju kamar Cantika. Sementara itu Navi naik ke
“... Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Robby Setiawan dengan pidana penjara dua puluh tahun.”TOK! TOK! TOK! Ketukan palu sebanyak tiga kali mengakhiri pembacaan putusan oleh Hakim Ketua.Semua yang hadir langsung riuh. Napas Cantika memburu, tangannya mengepal, perasaannya campur aduk saat bertemu pandang dengan Robby yang langsung dikawal beberapa petugas polisi. Rahang Cantika mengerat melihat ayahnya terus memandangnya dengan ekspresi wajah datar seolah tidak menyiratkan penyesalan.Cantika buang muka karena tidak kuasa menahan emosi negatif di dirinya. Sedangkan Robby ditarik petugas menuju tempat lain. Para pemburu berita gerak cepat merubung pihak Robby maupun Cantika. Namun beberapa orang bawahan Rahadi yang dipimpin Morgan sigap menjaga Cantika. Lian mendekap pundak Cantika sambil berjalan keluar ruang sidang.“Mbak Cantika tolong jawab pertanyaan―”“Mbak, sebentar saja―”“Mbak Cantika―&r
Cantika terdiam tak percaya dengan ucapan Robby yang mengatakan jika dia bukanlah anak kandung Robby. “Maksud papa apa? Tega banget papa bilang gitu?”“Kenyataannya kamu memang bukan anakku, Cantika… karena mama kamu selingkuh,”ucap Robby tanpa keraguan di matanya. Seolah apa yang dia katakan memang sebuah kebenaran. Cantika menggeleng lemah, tak ingin percaya dengan ucapan Robby yang tak berdasar itu.“Papa yang selingkuh sama tante Ariny, kenapa papa malah nuduh mama? Maling jangan teriak maling!” Emosi Cantika tak terbendung lagi hingga dia bicara dengan nada tinggi pada Robby. Namun Robby malah terkekeh, seperti tidak ada rasa sesal yang tersirat di wajahnya. Hal itu yang membuat perasaan Cantika makin pedih, seperti diremas oleh sesuatu yang tak terlihat.“Saya selingkuh karena mama kamu yang selingkuh lebih dulu— saya tahu itu. Selama ini mama kamu selalu dekat dengan Dokter Septian, bahkan mereka memi
Cantika seolah baru tersadar dengan apa yang dia lakukan. Cantika meraup wajahnya penuh penyesalan, sebelum akhirnya menatap Lian. “Lian, maafin aku… harusnya aku nggak bentak kamu. Aku terlalu kebawa emosi…”Lian masih sedikit terkejut dengan apa yang Cantika lakukan sebelumnya, namun dia mencoba mengerti keadaan Cantika. Apa yang menimpa gadis itu belakangan ini memang cukup mengguncang mentalnya. “Aku ngerti, Can. Gapapa kok.”Mendengar jawaban Lian itu justru membuat dada Cantika menyesak. Dia sangat merasa bersalah pada Lian. Padahal pria itu selama ini selalu bersikap baik dan perhatian padanya. Namun Cantika justru melampiaskan kemarahan padanya. “Aku bener-bener nggak sengaja, Lian,” ucap Cantika dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya benar-benar kacau saat ini. Lian melihat itu jadi bingung sendiri. Dia mengusap bawah mata Cantika yang baru saja mengalirkan bulir bening di sana.“Kamu nggak usah nang
Lian dan Cantika jalan bergandengan tangan menuju lobi rumah sakit. Mereka melihat Septian jalan tergesa sambil mengantongi HP di saku jas putihnya. Septian tampak panik menyambut Lian dan Cantika. Cantika menunduk menahan emosinya yang kembali labil setelah melihat pria bermata sipit yang disebut Robby sebagai ayah kandungnya tersebut.“Can?” bisik Lian. Dia tepuk-tepuk pelan punggung tangan Cantika yang menggenggam erat tangan kirinya. Cantika menghela napas panjang kemudian mendongak. Meski sulit baginya untuk tersenyum, setidaknya dia berusaha untuk tidak terlihat marah.“Kenapa tiba-tiba minta ketemu, Can? Kamu sakit?” tanya Septian begitu posisinya dekat dengan tempat Lian dan Cantika berdiri. Pria itu tampak panik sambil memerhatikan badan Cantika. “Kan bisa langsung hubungi Om aja. Nanti Om langsung samperin ke rumah kayak biasanya,” ujar Septian dengan ramah.Mata Cantika berkaca-kaca. Ingin sekali dia berteriak melua
Cantika menghela napas lega begitu langkahnya melintas keluar dari kafe yang penuh dengan aroma kopi segar. Cahaya senja masih menyinari langit, menciptakan bayangan lembut di atas trotoar. Lian yang melangkah di dekat Cantika perlahan meraih tangan Cantika dan menggenggamnya, seolah meyakinkan gadis itu jika dirinya akan selalu ada di sisinya. Cantika tersenyum dan mereka melangkah bersama menuju parkiran. Di samping mereka, Septian masih melangkah sambil sesekali melirik ke arah Cantika. Wajahnya masih diliputi kecemasan.“Om duluan, ya?” pamit Septian sebelum mereka berpisah menuju mobil masing-masing. Lian dan Cantika mengangguk.“Oke, Om.”Septian pun berjalan menuju mobilnya yang diparkir paling ujung. Lian dan Cantika pun berjalan menuju mobil Cantika. Namun, tepat sebelum mereka tiba di mobil, dering tajam dari telepon Lian menggema di saku celananya. Dengan cepat, Lian mengeluarkan ponselnya. Layar menunjukkan pangg