Roselly menggapai gagang pintu dan membukanya. Betapa terkejutnya semua orang saat pintu terbuka dan mendapati Zira yang berdiri di depan pintu dengan air mata yang berlinang.
"Aku mendengar semuanya," ucap Zira.
"Zira," ucap Steve yang langsung menghampiri dan menarik tubuh Zira ke pelukannya.
Cherry menghampiri ibunya, ia menggenggam tangan ibunya karena merasa gugup dan takut. Cherry sudah nyaman dengan kehadiran Zira tapi mungkin saat ini kakak iparnya akan berbalik membencinya. Roselly menatap putrinya, ia menggerakkan ujung matanya seakan menyuruh Cherry melakukan sesuatu.
Cherry memberanikan diri untuk mendekat kearah Zira. "Kak Zira...," ucap Cherry sedikit terbata, "maafk
"Apa kamu akan berbicara masalah tadi lagi dengan mamah?" tanya Zira."Tidak, tapi tentang seseorang yang membuat kita merasa tidak nyaman di kantor."Jawaban Steve pun langsung di mengerti oleh Zira. "Baiklah aku akan naik keatas dulu. Selamat malam semuanya." Zira pun berlalu menaiki tangga di susul Cherry yang juga pergi ke kamarnya."Ada masalah apa lagi di kantor Steve?" tanya Roselly memulai obrolan terlebih dahulu."Mah, apa maksud mamah menerima Bella di kantor kita? apa mamah mengenal siapa dia dengan pasti?"Roselly tersenyum. " Tidak, Mamah sama sekali tidak mengenalnya dengan pasti, mamah hanya ingin mem
"Ehmm. Ternyata seorang Cinderella bisa melamun juga." Zira menoleh ke arah suara yang tak lain adalah Bella."Kamu benar-benar tidak tau sopan santun Bella, apa tanganmu sudah patah hingga untuk mengetuk pintu pun kamu sudah tidak sanggup," ucap Zira menatap tajam Bella."Tuan Steve tidak ada di sini, lalu untuk apa aku mengetuk pintu. Lagipula aku juga masuk untuk meletakkan ini di meja bosku, aku bahkan tidak tau jika kamu tengah melamun di depan jendela seperti wanita tak berguna," ejek Bella.Zira hanya diam malas berdebat dengannya, Bella menyeringai lalu melangkahkan ke arah pintu. "Oh ya Nona Zira..., aku lupa sesuatu, amplop kecil itu untukmu, mungkin isinya sebuah keberuntungan untukmu," ucap Bella lalu pergi dan hilang di balik pintu.
"Hmmm, benar juga. Oh aku baru ingat, tadi siang aku menyuruh Bella meletakkan berkas di meja tuan Steve, aku tidak menerima ada surat dari luar, jadi aku tidak tau darimana amplop itu berasal. Apa mungkin dia…?""Panggil jalang itu cepat!" pekik Steve yang mulai geram."Baik tuan.""Will tunggu...," ucap Doni menghentikan William, "aku juga akan pergi, pekerjaanku sudah selesai di sini aku harus kembali ke rumah sakit." Doni tau saat ini Steve sedang tidak bersahabat, jadi dia memilih untuk segera pergi dari sana. "Steve jaga istrimu baik-baik dan jangan biarkan dia terlalu stress karena itu akan menggangu kesehatannya.""Diam dan segera pergilah."
Pria tersebut menyeringai dan mendekatkan wajahnya pada Bella. "Aku sudah bosan denganmu, sekarang kamu tidak lebih dari seorang sampah," ucap pria tersebut sambil melepaskan cekikannya dengan kasar."Uhk, uhk, uhk." Nafas Bella tersendat-sendat hingga terbatuk akibat cekikan tangan pria tersebut. Ia menatap pria itu dengan penuh keheranan dan takut."Aku tidak akan membunuhmu karena telah membantuku, tapi setiap hartaku yang sudah kamu nikmati, tentu harus kamu bayar," ucap pria tersebut menyeringai. Kemudian ia mengambil bajunya dan memakainya.Pria itu menatap Bella dan menghampirinya, lalu ia menjambak rambut Xena. "Aaaahhhh! sayang jangan sakiti aku," rintih Bella.Tanpa menghiraukan Bel
"Nona, lebih baik anda jangan bertanya atau tubuh anda bisa di jadikan pemuas kami," potong pria yang ternyata adalah orang kepercayaan pria yang telah mengurung Bella.Bella pun bergidik ngeri mendengar ucapan pria bertubuh tinggi besar tersebut. Bella mengambil pakaiannya dan segera memakainya, sementara pria tersebut telah hilang dan menutup pintunya kembali*****Zira telah siuman, perlahan ia membuka matanya. "Mia...," ucapnya sambil menatap Steve. "Sayang, Mia diculik, tolong selamatkan dia," rintih Zira memohon dengan suara lirih."Sayang, makanlah dulu kita akan membahas masalah ini nanti.""Tapi...?"
"Apa kamu tidak percaya padaku?" Zira terdiam sejenak. Bagaimana dia bisa percaya sedangkan setiap Zira tanya tentang Mia, Steve selalu menjawabnya singkat dengan raut wajah datar seakan tak peduli. "Aku percaya, hanya saja aku sedikit mengkhawatirkan Mia." "Bukan sedikit. Tapi kamu terlalu menghawatirkan dia hingga kamu lupa jika ada aku yang akan melakukan apa saja untukmu." Steve Kembali melangkah tanpa mengatakan apapun. "Apa sebenarnya yang membuatnya marah dan mendiamkanku seacuh itu?" batin zira. **** Zira menatap Steve yang terus menyantap makanannya tanpa memperdulikannya. "Heh, apa dia akan mengacuhkan aku terus, apa sebenarnya kesalahanku?" batinnya. Steve melirik ke arah Zira yang terus memandanginya, ia menyelesaikan makan dan meminum jus alpukat yang sudah di siapkan bi Inah. Tanpa berkata apapun Steve berdiri dari duduknya dan melangkah meninggalkan ruang makan. . "Tunggu," ucap Zira menghentikan langkah Steve, "apa kamu akan tetap acuh seperti ini? kenapa kamu
Zira merasa bingung karena Surya masih menunggunya di dalam mobil sambil mengamatinya. Ia harus memikirkan cara agar bisa ke seberang tanpa Surya mengikutinya. Sekarang dalam pikiran Zira hanya bagaimana ia bertemu Mia tanpa memikirkan apa yang akan terjadi padanya."Pak Surya tunggu saja di mobil, aku akan menemui temanku sebentar," ucap Zira yang langsung menyebrang jalan."Nona Zira, tunggu." Surya segera keluar dari mobil, sementara Zira sudah menyebrang jalan. Surya yang menaruh curiga berusaha mengejar Zira sambil memperhatikan Zora yang tengah menghampiri sebuah mobil. Supir mobil hitam itu melihat Hanna menghampirinya. "Segeralah masuk kedalam nona," ucapnya karena melihat Surya yang tengah menyebrang jalan."Nona Zira, jangan pergi," teriak Surya s
"Siapa kamu sebenarnya dan apa maumu?" Leo menyeringai sambil mendekati Zira, "Seorang gadis yang lupa ingatan dan menjadi istri seorang Steve hanya karena nasibnya yang beruntung. Lalu apa yang aku mau darimu...?" ucapnya berdiri tepat di hadapan Zira. "Aku tidak mau apa-apa darimu, tapi aku hanya ingin Steve kehilangan orang yang dia cintai seperti yang aku alami. Aku ingin dia merasakan hal yang sama denganku." Leo berbicara lirih namun terdengar menakutkan. "Jika kamu menginginkan aku dan Steve lalu apa hubungannya dengan temanku dan kakaknya. Sekarang dimana mereka?" ucap Zira meninggikan sedikit suaranya. "Ckckck, apa kamu tau? jika aku tak melibatkan temanmu, mana mungkin aku bisa menuntunmu untuk datang kemari dengan mudah, dan juga permainannya tak akan
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.