"Selamat datang Steve, sungguh sebuah kehormatan untukku, kamu bersedia hadir di acara paman yang kecil ini," ucap pria paruh baya menghampiri Steve.
Steve menatap datar pria tersebut. "Jika aku tak mengingat paman adalah sahabat papah, mungkin aku tidak akan ada waktu dan tidak bisa menyempatkan untuk datang ke sini,"
"Paman mengerti hal itu Steve, kamu adalah anak muda yang sukses dan sibuk, mana mungkin akan sempat datang ke acara biasa seperti ini, pasti banyak hal yang lebih penting dari ini bukan?" jawab Hendarto. Steve pun hanya menyunggingkan senyumnya menanggapi ucapannya.
"Heh! kalo saja bukan karena investasinya yang cukup besar, aku pun tidak akan sudi berbicara dengan anak ingusan yang sombong ini!" gerutu Hendarto dalam hati.
Meski Hendarto sangat membenci steve, namun ia selalu berpura-pura menunjukan kepeduliannya karena tujuan tersendiri, level kekuasaannya yang jauh di bawah Steve membuatnya harus bisa bertahan atas sikap Steve, agar semua bisnisnya berjalan dengan lancar.
Cassandra membawa sebotol wine menghampiri steve dan pamannya yang sedang berbincang-bincang dengan pengusaha lainnya. "Steve ini adalah wine terkenal yang berusia lima puluh tahun lebih, tidak mudah aku mendapatkannya, ini aku khususkan untuk menjamu kedatanganmu," ucap Hendarto menunjukkan botol wine yang di pegang Cassandra.
"Wah! Pak Hendarto anda memang hebat, anda bisa memiliki wine yang istimewa tersebut," ucap salah satu pengusaha yang tau tentang kelangkaan wine tersebut.
"Tentu Tuan Sam, paman selalu me-nomor satukan orang yang spesial," Cassandra menimpali sambil tersenyum ke arah Steve. Steve hanya menatap datar Cassandra.
Sedangkan ucapan mereka membuat Han yang mendengarnya merasa gerah. "Cihhh! dasar para penjilat tidak tau diri!" batinnya.
Derrtttt, deertttt, deerrttt
Ponsel Han bergetar menandakan sebuah panggilan masuk. "Halo Nyonya? ada yang bisa saya bantu?" ucapnya menjawab panggilan dari seseorang.
Steve menghampiri Han yang tengah serius menjawab telepon. "Ada sesuatu yang serius?" tanya Steve yang dengan cepat bisa membaca keadaan.
"Nyonya tidak bisa datang kemari tuan, saya dipanggil Nyonya besar untuk datang ke mansion dan mengantar beliau ke rumah sakit menjenguk temannya yang kecelakaan."
"Teman...?"
"Beliau hanya menyuruh saya untuk segera datang."
Steve mengangguk, "Pergilah!"
"Tapi...," ucapan Han terhenti melihat Casandra menghampiri mereka.
"Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya, aku bisa mengatasinya." Steve paham tatapan Han pada Cassandra.
"Asisten Han apa perlu kamu menatapku penuh curiga seperti itu, sejahat itu kah aku di matamu? Steve apa aku tidak boleh menyesali kesalahanku dan memperbaikinya, lihatlah cara asisten kesayanganmu ini padaku," ucap Cassandra dengan manja.
"Han Pergilah, mungkin ada hal lain kenapa mamah membutuhkanmu."
"Baik tuan Steve." jawab Han mengerti perintah bosnya. Sambil memberikan tatapan mata elangnya yang mematikan pada Casandra, Han pergi meninggalkan mereka. "Sungguh menjijikkan ucapan wanita ular itu!" gumam Han yang sudah meninggalkan mereka.
Sementara Cassandra pun tersenyum puas melihat kepergian Han, "Heh, lihatlah asisten sialan! keadaan berpihak kepadaku, bahkan sekarang Tuhan mempermudah semua rencanaku!" batinnya tertawa.
Steve melirik Casandra dan pergi berkumpul kembali dengan pengusaha-pengusaha di acara tersebut, meski sebenarnya ia sangat gerah dengan mereka, tapi demi menjaga imej dan menghormati permintaan mendiang ayahnya, yang menginginkan Steve menjaga hubungan dengan sahabat-sahabat ayahnya, dan saat ini terpaksa Steve ada di acara ini.
Cassandra menjentikkan jarinya memanggil seorang pelayan, dengan segera pelayan tersebut membawa beberapa gelas yang sudah di isi wine termahal di jagat raya itu.
"Steve minumlah wine spesial ini, setidaknya ini adalah jamuan yang disiapkan secara khusus oleh paman untukmu," ucap Cassandra mengulurkan sebuah gelas yang berisi wine. Dengan perasaan malas Steve pun terpaksa menerimanya, mereka bersulang bersama, Steve dan para pengusaha lainnya pun menenggak minuman memabukkan itu.
"Bagaimana? bukankah ini wine yang sangat berkelas?" tanya Cassandra yang hanya mendapatkan tatapan datar yang dingin oleh Steve.
Dia tahu sifat Steve hingga membuatnya tidak heran dengan tatapan datar tersebut,namun ada senyum kepuasan di wajah Casandra melihat Steve menengguk minuman yang ia berikan.
"Tunggu beberapa saat lagi, kamu akan jadi milikku selamanya Steve," ucap Casandra dalam hatinya. "Shit! kenapa kepalaku terasa pusing," batin Steve memegang pelipis kepalanya. "Tuan Steve apa anda baik-baik saja?" tanya seorang pengusaha padanya. "Anda terlihat pucat, mungkin anda kelelahan dan butuh istirahat," yang lainya menimpali. Steve memijat pelipis kepalanya tanpa merespon ucapan mereka. "Steve apa perlu aku mengantarmu ke kamar untuk beristirahat?" tawar Cassandra. "Benar Cassandra antarlah dia untuk beristirahat," imbuh Hendarto. "Tidak perlu! aku tau jalan menuju kam
Malam saat Casandra mencoba mengejar Steve. Cassandra menekan tombol lift berikutnya untuk menyusul Steve, namun saat pintu akan tertutup, tiba-tiba seorang pria menahan pintu liftnya. "Kenapa tidak menungguku Cassandra?" ucap pria tersebut sambil memencet nomor lantai yang berbeda dengan Cassandra. Bukan main kehadiran pria itu membuat Casandra sangat kaget, "L--leo? bagaimana kamu bisa ada di sini?" ucap Cassandra dengan bibirnya yang gemetar. Pria itu menyeringai, "Karena kamu juga ada di sini sayang," ucap Leo. Ia memegang dagu Cassandra hendak mencium bibirnya, namun Casandra langsung memalingkan wajahnya menghindari ciuman leo. Leo pun mengelus lengan mulu
Cassandra turun dari ranjang menghampiri meja tersebut, ia mengambil pisau dan menatap Leo yang tertidur pulas, entah apa yang ada dalam pikirannya namun dengan langkah perlahan ia mendekati ranjang dan tanpa aba-aba Casandra langsung naik di atas tubuh Leo. "Cassandra apa yang akan kamu lakukan?" ucap Leo kaget. Pria itu merasa terkejut saat mendapati Casandra sudah berada tepat di atas tubuhnya menggenggam sebuah pisau dengan raut wajah yang penuh amarah. "Mati kau bajingan! kamu merusak semua rencanaku," teriak Cassandra sambil menancapkan pisau di dada Leo. "Ahhk! Cassandra hentikan." "Aku membencimu, pria brengsek." Sumpah serapah keluar dari mulut Cassandra tanpa menghentikan
Steve duduk di ruang kerjanya sambil memikirkan banyak hal, sesekali jarinya mengetuk meja. Suara pintu ruangan terbuka, Steve langsung menatap ke arah siapa yang datang."Apa kamu sudah mendapatkan petunjuk?" tanyanya pada Han."Belum tuan.""Kenapa kali ini kamu sangat bodoh Han?"Han diam tanpa menjawab pertanyaan Steve, namun dalam hatinya ia menggerutu, "Tuan bagaimana saya bisa menemukan gadis itu sedangkan anda sendiri tidak bisa mengingat wajahnya sedikitpun.""Apa kamu yakin sudah memeriksa cctv setiap sisi dan ruangan hotel?""Saya yakin tuan, dan foto itu satu-satunya petunjuk kita."
"Jadi gadis ini berhutang pada kalian?" tanya Steve masih menatap Zira, "berapa hutangnya?""Dua puluh juta," jawab salah seorang dari mereka.Mata Zira langsung terbelalak. "Tunggu! kenapa kalian menambah jumlah hutangku?""Itu karena ditambah bunganya, ayahmu meminjam sepuluh juta, tapi dalam jangka dua bulan ini dia tidak membayarnya,""Kalian benar-benar memerasku.""Diam!" bentak Steve. "Kalian bawa gadis ini dan enyahlah dari hadapanku," imbuhnya.Steve mendorong Zira ke arah dua pria tersebut, lalu kedua pria tersebut menarik tangan Zira. "Ikut kami dan jangan mencoba untuk kabur, atau kami
"Tuan aku janji akan mengembalikan secepatnya, tapi aku mohon beri aku waktu," rengek Zira.Steve mengambil ponselnya dan terlihat menghubungi seseorang, setelah panggilan selesai tak lama kemudian Han datang menghampiri mereka.Steve menatap Zira tajam. "Aku beri kamu waktu dua hari, jika kamu tidak bisa mengembalikan dalam jangka waktu yang aku berikan maka bersiaplah kamu untuk memuaskanku," gertaknya."Ba-baik tuan saya setuju," jawab Zira."Han antar dia pulang dan pastikan itu adalah rumahnya, aku tidak mau sampai gadis ini kabur dan membohongiku.""Baik tuan. Nona mari ikut saya."Zira melan
Zira tidak terima Keyla berkata kasar pada ibunya, meski memang ibunya kini hanya terbaring di rumah sakit karena penyakit stroke dan gagal ginjal yang dideritanya, hingga hampir setahun ibu Zira harus mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit dan tidak cukup sedikit uang untuk membayarnya.Tapi ibu adalah harta paling berharga bagi Zira, dan ia tidak akan pernah rela siapapun menghina ibunya termasuk adik tirinya.Zira sudah menjual sebagian harta orangtuanya, namun uangnya habis tidak hanya untuk perawatan ibunya saja, tapi juga untuk judi oleh ayah tirinya dan Keyla yang gemar shopping.Meski Zira selalu menegur hobi mereka yang tidak berguna, namun ia selalu kalah dan harus mengalah dengan sifat-sifat mereka.
"Tuan Steve anda benar-benar orang yang istimewa, sebuah keberuntungan bagi seorang wanita bisa ada di pangkuan anda saat ini," ucap seorang wanita sexi yang berpakaian minim tengah bergelayut manja di pangkuan Steve. Steve menyeringai, "Lakukan tugasmu, jika kau mampu memuaskanku malam maka aku akan memberikan apapun yang kau inginkan!" ucap Steve sembari memegang dagu wanita itu. Wanita itu pun tersenyum, lalu mencium bibir Steve dengan lembut, perlahan tangannya membuka satu persatu kancing baju Steve dan melepaskannya. Ia Pun melepaskan kaitan penutup dadanya, tangannya bergelayut pada tubuh Steve yang kekar, dengan lidahnya ia menelusuri setiap inci dada bidang Steve dengan liarnya. Steve berusaha menca
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.