"Tuan kenapa anda menyetujui permintaan ibu anda?" tanya Zira yang masih bingung dengan kejadian tadi. Ini adalah mimpi buruk baginya.
"Bukankah kamu juga menyetujuinya?" jawab Steve dengan entengnya. "Itu berarti kamu bersedia untuk menikah denganku bukan?"
"Tidak, aku tidak setuju."
"Lalu kenapa kamu diam tidak menolaknya, bukankah itu yang kamu harapkan?" ucap Steve. Dia memojokkan Zira.
"Tuan aku tidak akan setuju jika tadi Anda tidak menatap saya seseram itu." Zira coba membela diri.
"Jadi sekarang kamu menyalahkanku?"
Kali ini Zira tidak merasa takut dengan tatapan Steve.
Kali ini Zira yang tengah merasa kesal akhirnya naik pitam. "Apa sebenarnya masalahmu. Kenapa kamu selalu menggangguku hah! asal kamu tau, sebentar lagi aku akan menjadi Nyonya Steve dan kamu hanya sekedar bawahanku. Apa kamu tidak lihat semalam aku berkencan dengannya? bahkan dia menggendongku saat aku tertidur di dalam mobil. Apa kamu tidak melihat betapa dia sangat peduli padaku hah. Dasar wanita aneh yang nggak jelas."Zira meluapkan semua kejengkelannya sambil menunjuk-nunjuk di pundak Bella. Dengan nada setengah berteriak membuat semua orang di lobi mendengar dan menatap ke arah mereka.Bella gelagapan dan merasa malu. Dia hampir tak mempercayai semua ucapan Zira. tapi semalam dia sendiri juga melihat, jika Steve memang yang menggendong Zira dengan pakaian pesta. Dan tidak mungkin seorang Tuan Steve akan melakukan h
"Tuan ada apa ini, kita mau kemana?" ucap Zira tanpa di jawab Steve. Zira berusaha mengimbangi langkah Steve hingga kewalahan."Masuk!" Bentak Steve sesaat setelah sampai pintu mobil.Zira pun hanya menurut. "Lebih baik aku menurut saja daripada serigala ini semakin ngamuk," batinnya.Bragg!Steve membanting pintu mobil. "Jalan!" ucapnya pada Han yang langsung menancap gas mobil menuju kantor.Selama dalam perjalanan suasana terasa hening. Steve masih diam dengan muka datarnya, Zira pun hanya menatap keluar jendela, sedangkan Han tetap fokus membawa mobilnya.Akhirnya mereka sampai di sebuah
Zira akhirnya menandatangani kontrak tersebut."Cari walimu untuk datang di akad kita nanti, dan ingat aku tidak mau mamah tau tentang ibumu yang terbaring di rumah sakit itu," ucap Steve.Muka Zira berubah masam ketika mendengar ucapan Steve. "Kenapa keadaan ibuku harus di rahasiakan?""Aku hanya tidak mau mamah terlalu memikirkannya," jawab Steve datar. "Lagipula, Han bilang ibumu sudah tidak berdaya. Kita juga hanya berpura-pura menikah, jadi apa pentingnya memberi tahu mamahku tentang hal tersebut?"Zira hanya diam dan tak mau membantah. Dia sudah terlanjur terjun ke permainan ini, mau tidak mau dia harus menjalaninya sesuai peraturan pria di hadapannya saat ini.
Seorang gadis menghampiri mereka. Mia dan Zira langsung menoleh ke arah suara yang tidak lain adalah Grace bersama dua gadis lainnya, mereka semua adalah teman kuliah dulu."Hai Grace. Terimakasih sudah mengundang kami di acara ulang tahunmu."Grace tersenyum kecil. Selin yang berdiri di samping Grace terkekeh. "Oh Mia, jika Grace tidak mengundang kalian maka orang akan menilai buruk tentangnya, diapun terpaksa mengundang kalian, apa lagi dia," ucap Selin menunjuk Zira.Dina pun ikut mengeluarkan suaranya, "Harusnya kalian sadar, jika kalian memang tidak pantas datang di acara Grace yang mewah dan dipenuhi orang-orang penting.""Sudah, kalian tidak boleh berkata seperti itu pada Mia dan Zir
Grace menatap Zira penuh amarah. "Apa kamu berusaha mencari perhatian Tuan Steve di hadapanku."Zira mengernyit dahinya. "Untuk apa aku mencari perhatian dari pria sepertinya. Aku tidak mau berdebat denganmu. Bukankah ini hari bahagia yang harus kamu rayakan. Dan terima kasih untuk undanganmu, tapi sepertinya kehadiran kami disini tidak diharapkan,""Syukurlah kalau kalian sadar diri."Mia menatap Grace. "Tidak menyangka orang yang terlihat dari keluarganya kaya justru sangat menjijikkan. Mengirimkan sebuah undangan hanya untuk mempermalukan."Plaaaak!Grace mendaratkan tamparan di pipi Mia. "Jaga mulutmu cewek kampungan. Asa
"Itu kemauan mamah yang takut calon Kakak iparmu lari dari Kakak," jawab Steve sambil mengangkat alisnya."Tapi aku kan akan pulang hanya dalam waktu seminggu lagi, tapi Ka Steve...?" komplain Kiran."ini hanya akad saja nggak ada pesta, jadi kamu nggak perlu untuk hadir!" ucap Steve memotong ucapan adiknya. "Sudahlah, acara akan segera dimulai jangan membuang waktu berhargaku." Steve langsung mematikan sambungan telepon sambil tersenyum, ia tau jauh di sana adiknya pasti sedang mengumpat karena sambungan telepon di matikan secara sepihak.ibunya pun hanya menggelengkan kepalanya melihat Tingkah kedua anaknya."Han jemput Zira ke tempat akad, aku dan mamah akan di antar pak Surya!"
"Kak, bagaimana kalau kita ke rumah sakit sekarang, mungkin Zira ada di sana," ajak Mia yang langsung melangkah sembari menarik tangan Rian.Zira yang masih memakai baju kebaya putih untuk pernikahannya kini tengah memaksakan kakinya untuk tetap berlari, Dengan langkah yang gontai dan air mata yang tak berhenti mengalir ia menyusuri lorong rumah sakit menuju ruangan ibunya.Braaak!Zira membuka pintu dengan tergesa-gesa. "Ibu!" ucap Zira tercengang melihat ke arah ibunya. Tubuh ibunya yang sudah tertutup rapat membuat langkah Zira semakin lemah, kedatangannya membuat para perawat yang tengah membereskan alat medis yang sudah terlepas dari tubuh ibu Zira menoleh ke arahnya yang baru saja masuk."Apa yang kalian lakuk
Steve melihat panggilan yang tak terjawab dari Han sebanyak enam puluh lima kali dan ibunya tiga puluh kali.Ia pun bangkit dari ranjangnya setelah melihat jam yang menunjukkan pukul sembilan pagi.Steve segera mengemudikan mobilnya, ia mencoba menghubungi Han namun ponselnya tidak aktif, dia tau itu pasti perintah ibunya yang menyuruh Han untuk mematikan ponselnya.Mobil Steve terparkir sempurna di halaman rumah mewah keluarga Willson, ia menghela nafasnya melihat mobil yang biasa dibawa Han terparkir juga di sana. Steve langsung masuk dan mencari ibunya ke ruang kerja.Tok, tok, tok!Han yang ada di dalam ruangan pun membukakan pintu u
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.