"Ok! biar aku saja yang makan di sini, kamu pergilah ke restoran mewah," imbuhnya sambil melangkahkan kaki.
Steve menggapainya tangan Zira. "Tunggu…," langkah Zira seketika terhenti. "Apa kamu akan tetap pergi jika aku tak ikut denganmu?"
"Aku sudah sampai di sini, sayang sekali jika aku tidak jadi menikmati makanan favoritku."
Steve mendengus kesal. "Baiklah, tapi ingat, cari makanan yang sehat."
"Siap," ucap Zira tersenyum senang, ia segera menggandeng tangan Steve menuju pedagang langganannya. Steve yang belum terbiasa dengan tempat seperti itu pun hanya bisa menahan rasa kesalnya karena ia sudah berjanji pada Zira sebelumnya.
"Pfffttt, aku pikir pria itu masih bujangan."Zira melirik suaminya."Jadi dari tadi kamu cemburu karena mengira dia masih bujang," ucap Zira."Cemburu...?" ucap Steve terpotong. Zira menatap ke arahmu. "Untuk apa aku cemburu, aku yakin kamu tidak akan meninggalkan aku untuk pria yang lain. Karena aku tau tidak ada yang lebih baik selain diriku untukmu." ucap Steve dengan senyum di wajahnya penuh percaya diri.Zira hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Steve yang enggan mengakui bahwa dirinya sedari tadi murung karena rasa cemburu.Mereka menyantap bakso dengan nikmat.Mata Steve berulang kali menatap ke arah penjual ba
Zira diam mendengarkan ucapan Steve, mungkin benar jika Mia kecewa. Bukankan Mia selalu bilang, jika sebelum Zira kehilangan ingatan, dia dan Rian pernah menjalin sebuah hubungan, bahkan mereka merencanakan sebuah pernikahan."Kenapa diam?""Apa kamu sedang cemburu?" tanya Zira menatap Steve. Namun Steve hanya diam menatap lurus ke depan. Zira menyandarkan kepalanya di bahu Steve. "Sayang, kamu tidak perlu cemburu pada siapapun karena sekarang aku adalah milikmu, orang yang sudah sah menjadi istrimu.Keheningan pun menyapa setelah perdebatan kecil mereka, jalanan kota yang macet membuat Zira sedikit merasa lelah, ia pun memejamkan matanya dalam pelukan Steve. Saat mobil sudah melewati keramaian tiba-tiba sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Zira menoleh kearah Steve karena bingung dengan ucapan Keysa. "Apa yang kamu bicarakan, siapa yang kamu maksud?"Keysha menitikkan air matanya. "Beni. Dia bukan ayah yang baik, aku dijual pada pria gila yang selalu memaksaku untuk melayaninya setiap malam. Aku takut, tolong selamatkan aku Zira, dia akan membunuhku jika aku tidak menuruti kemauannya. Zira, beni sangat jahat dulu dia juga menjual kamu padanya tapi kamu berhasil lari dari si gila itu," jelas Kesya dengan suara terbata-bata.Mendengar penjelasan Keysa, Zira pun merasa kaget. "Menjual ku padanya?"Steve tak mengeluarkan suaranya, karena dalam hatinya dia sangat membenci apa yang di lakukan Keysha pada Zira sebelumnya."Zira,
Steve terus menenggak wine gelas demi gelas. Sementara Zira dalam kamar tengah menyesali apa yang sudah ia katakan."Kenapa aku begitu bodoh. Ucapanku pasti menyakiti hatinya, kenapa aku masih saja meragukannya, apa yang harus aku lakukan sekarang." Zira terus menerus menyalahkan dirinya, ada dalam hatinya ingin segera menyusul Steve, tapi ia sendiri bingung dan tidak tau kemana suaminya pergi. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya mondar mandir di kamar dan menunggu Steve kembali. Hingga larut malam Steve belum juga kembali. Karena merasa lelah Zira akhirnya tertidur.Steve yang mulai merasa mabuk pun akhir memutuskan untuk kembali ke kamar hotel. Dengan langkahnya yang sempoyongan karena mabuk, ia berjalan melewati lorong-lorong kamar hotel. Ia menghapus gagang pintu kamar, lalu menempelkan sebut benda pada pintu tersebut
ucapan Steve seketika membuat Zira merasa kaget dan langsung menoleh ke arah suaminya. Ia melangkah menghampiri Steve. "Apa yang terjadi pada Keysha?""Adikmu kritis. Kita harus segera kesana."Zira mengangguk dan langsung merapikan dirinya bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Steve segera menekan layar ponselnya memanggil Han untuk menjemputnya dan mengantarkan mereka ke rumah sakit.Steve dan Zira dan keluar dari hotel dan langsung menghampiri Han yang sudah menunggu mereka di mobil.Dalam perjalanan suasana terasa hening karena Zira yang masih mendiamkan Steve."Han bukankah hari ini kak Rian sudah
Rian menoleh kearah Steve yang ternyata tengah menatapnya tajam. "Zira apa kamu tidak bisa mengingat tentang aku sedikit saja?" Zira menatap Rian dan hanya bisa menggelengkan kepalanya. Steve mendekati Zira dan langsung menggapai tangannya sambil menatap Rian. "Jangan memaksa istriku untuk mengingat sesuatu yang sulit untuk diingat, karena itu akan menyiksanya," ucap Steve yang tak mengalihkan pandangannya. "Kak Rian, maafkan aku. Tapi, aku harap apapun yang terjadi tentang kita di masa lalu yang tidak bisa aku ingat, kami bisa memahami karena keadaanku." "Aku sangat memahaminya Zira. Dan aku harap suatu saat jika kamu mengingatnya, kamu tidak akan menyesal dengan semua yang terjadi sekarang, dan aku harap ini adalah awal dari kebahagiaan untukmu," ucap Rian. Ia menoleh ke arah Steve yang nampak kesal karena ucapannya. "Dan untuk anda tuan, tolong jaga dan bahagiakan Zira." "Aku akan melakukannya tanpa kamu minta," jawab Steve dingin. Ia kembali menoleh ke arah istrinya. "Sayang,
"Tunggu…, dia bilang aku akan di jemput jam enam pagi untuk Zira, apa yang sebenarnya terjadi pada Zira?" Mia masuk kedalam rumahnya kembali membawa pertanyaan dalam hati. "Siapa yang datang?" tanya Rian mengagetkan Mia. "Kak Rian kenapa tiba-tiba ada di depan pintu sih. Bikin kaget saja." "Makannya kalau jalan jangan sambil ngelamun. Tadi siapa?" "Oh, itu tadi tangan kanan suaminya Zira." "Ada apa dia datang kemari? Apa Zira baik-baik saja?" "Hmm, Zira baik-baik saja katanya kak. Dia datang cuma memberitahu, jika besok jam enam pagi akan menjemputmu untuk Zira. Tapi dia tidak menjelaskannya secara detail." "Kenapa kamu tidak minta penjelasan padanya?" Mia mendengus kesal sebelum menjawab pertanyaan kakaknya. "Kak Rian tahu sendiri kan seperti apa tangan kanan suami Zira. Dingin seperti es," ucap Mia yang langsung berlalu pergi ke kamarnya. *** "Selamat pagi sayang?" Cup, Steve memberikan kecupan selamat pagi di kening Zira. "Hmm," jawab Zira singkat. "Kamu masih marah pad
"Berhenti dan diamlah di sini." Perlahan Steve membuka penutup mata Zira.Surpriseeee." Ucap beberapa orang di hadapan Zira.Zira merasa tercengang melihat Mia dan beberapa orang ada dalam butik yang kini bertuliskan namanya. Butik milik keluarganya yang telah lama di jual oleh ayah tirinya yang jahat. Zira meneteskan air mata, ini adalah air mata bahagia. Ia menoleh kearah suaminya."Sayang apa ini milikku sekarang?" ucap Zira dengan suara terbata menahan haru. Steve mengangguk sambil tersenyum kearahnya. "Tapi bagaimana bisa?""Bukankah aku sudah bilang pedamu. Aku akan melakukan apapun agar membuatmu bahagia, jadi aku membelinya kembali tempat ini untukmu. Aku tau kamu sangat menginginkannya, me
Zira menggelengkan kepalanya, dan air matanya mengalir semakin deras, ia kemudian menghamburkan tubuhnya ke Steve. "Terimakasih, aku sangat senang dengan ini semua," ucap Zira dalam pelukan Steve. Mia ikut meneteskan air mata bahagianya. Zira menatap Steve sambil bertanya. "Tapi bagaimana kamu tau jika ini adalah kering aku dan kedua orangtuaku?" Steve hanya tersenyum dan mengarahkannya matanya ke Mia. Zira pun menoleh ke arah mia, ia melepaskannya pelukanku pada Steve dan mendekati Mia. "Maafkan aku sempat marah padamu," ucap Zira. "Kamu memang pantas marah padaku Zira," ucap Mia. Mereka pun akhirnya saling berpelukan. "Sebaiknya kita segera masuk, kasian anak-anak yang sudah menunggumu," ucap Steve. Zira dan Mia pun mengangguk, mereka melangkah masuk kedalam ru
"Sudah sampai," ucap Han datar."Terimakasih. Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" ucap Mia dengan tatapan matanya yang mengarah ke depan tanpa menoleh kearah Han."Hemm.""Sepertinya adik bosmu sangat menyukaimu, tapi kenapa kamu terlihat sangat acuh padanya?"Han menoleh ke arah Mia. "Darimana kamu tau dia menyukaiku?"Mia pun menoleh ke arah Han yang menjawab pertanyaannya. "Aku selalu melihat ekspresi wajahnya yang akan langsung berubah masam ketika kamu bersamaku. Aku yakin dia sedang cemburu.""Aku tidak tahu."
"Kenapa kalian semua diam, aku ingin pulang dan bertemu ibu, kenapa dia tidak ada di sini?" ucap Zira kembali."Zira kamu masih sakit, dan harus banyak istirahat. Setelah sembuh kamu pasti akan bertemu dengan ibumu," ucap Roselly."Aku ingin bertemu ibuku.""Sayang, bersabarlah. Percayalah pada kami," ucap Steve. Ia memegang tangan Zira sambil menatapnya."Tuan, aku …," Zira merasa canggung. Dia memang mengenal Steve dan tau persis siapa Steve, namun dia lupa dan belum bisa menerima jika saat ini Steve adalah suaminya."Aku mengerti, tapi aku yakin perlahan kamu akan mengingat tentang hubungan kita."
"Kenapa kalian menatapku seperti itu?" tanya Cherry. Ia tidak sadar jika ucapannya telah salah."Apa itu benar?" tanya Zira. "Tapi bagaimana itu bisa terjadi. Aku, ahh." Zira kembali meringis kesakitan dan memegangi kepalanya."Sayang," ucap Steve. Ia langsung menggenggam tangan Zira. "Kita sudah menikah dan kita baru kehilangan calon anak pertama kita." Ucapan yang begitu saja lolos dari bibir Steve membuat Zira menatap kearah pria yang saat ini tengah menatapnya dengan mata berkaca-kaca."Kita, menikah?" Seakan tidak percaya, Zira menoleh kearah Mia dan mengharapkan jawaban darinya. Mia satu-satunya orang yang bisa ia percayai saat ini. Mia menganggukkan kepalanya dan Zira pun kembali menoleh kearah Steve, ia menarik tangannya dari genggaman Steve d
Mata Cherry penuh kekesalan menatap Mia dan Han. Cemburu itulah yang sebenarnya sedang ia rasakan. 'Han, kamu sungguh keterlaluan. Aku lebih lama mengenalmu tapi sekali pun kamu tidak pernah mengukir senyum untukku. Sedangkan dia? Huh, menyebalkan sekali,' batin Cherry."Cherry," panggil Roselly membubarkan lamunannya."Eh, iya mah?""Apa yang sedang kamu pikirkan, mamah memanggil kamu dari tadi malah nggak nyaut.""Maaf mah. Memangnya ada apa mah?""Pergilah membeli makanan, kita semua belum makan. Jangan sampai kita juga ikut sakit saat Zira sadar nanti."
"Apa kakak baik-baik saja?" tanya Mia membuyarkan lamunan Rian."Aku baik-baik saja.""Nak Rian, aku yakin kamu tahu yang terbaik buat Zira," ucap Roselly."Mungkin aku memang sangat menyayangi Zira, tapi aku juga tidak akan pernah mengambil apa yang sudah menjadi milik orang lain. Hanya saja, aku selalu ingin dia bahagia tanpa ada penderitaan lagi yang ia rasakan. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan dengan keadaannya yang seperti ini?"Semuanya terdiam, Roselly pun tidak bisa berkata apa-apa. Ia tahu anaknya sangat mencintai Zira, namun saat ini Zira belum bisa mengingat apa yang terjadi selama ini bersama Steve. Sedangkan orang yang bisa membantunya perlahan mengingat semua kejadian dua
Suara lirih Zira yang menandakan ia sadar membuat semua mata di ruangan tersebut menoleh ke arahnya. "Ibu tolong aku Bu," ucap Zira yang masih memejamkan matanya.Roselly memencet sebuah tombol di dekat ranjang untuk memanggil dokter, ia lalu menggenggam tangan Zira dan mencoba membangunkannya. "Sayang sadarlah, mamah ada di sini.'"Ibu, jangan pergi. Mia kamu dimana?" Zira masih terus memanggil ibunya, dan kali ini nama Mia pun terdengar dalam ucapannya. Di ruangan yang dingin keringat Zira mulai bercucuran. Rasa takut terlihat dari raut wajah dengan mata terpejamnya.Mia segera menggenggam tangan Zira dan berusaha menyadarkan sahabatnya. "Zira, aku di sini. Sadarlah," bisik Mia.Perlahan mata Zir
"Apa maksudmu, ada kemungkinan dia tidak bisa mengingatku?" tanya Steve lirih. Doni menganggukkan kepalanya. "Ya, tapi itu masih kemungkinan." Steve terdiam sejenak, hatinya merasa gelisah setelah mendengar perkataan Doni. Ada rasa takut dihatinya, takut jika saat Zira sadar ia benar-benar sudah melupakan Steve. Rian keluar dari ruangan tersebut di gandeng seorangpun suster. "Kak Rian," ucap Mia menghampiri. "Tolong minta kakak anda istirahat, karena dia menolak untuk istirahat di dalam. Badannya masih terasa lemas karena sudah mendonorkan darah yang cukup lumayan banyak, nanti dokter Doni akan memberitahu resep obat untuk kakak Anda," ucap suster tersebut pada Mia.
"Aahhhh!" Teriak Zira dengan tubuh yang terguling menuruni anak tangga. "Kak Zira," Teriak Cherry yang melihat Zira terjatuh dari tangga. Ia Pun langsung berlari ke arah Zira sambil berteriak histeris. "Kak Steve, kak Zira jatuh!" Semua orang berlarian termasuk Steve dan Han yang bergegas keluar dari ruang kerja saat mendengar teriakan Cherry. Mereka semuanya berlari menuju tangga menghampiri Zira yang sudah tergeletak di ujung tangga tak sadarkan diri dan berlumuran darah. "Zira!" Teriak Steve yang langsung menghampiri tubuh Zira dan langsung menopangnya. "Zira, sadarlah. Aku mohon sadarlah," ucap Steve. Ia terlihat sangat panik saat melihat darah di pelipis Zira yang mengalir deras, dan pendarahan yang begitu parah.