Chapter 19
PERTENGKARAN YANG TIADA HENTI
Suasana di dapur begitu sibuk dan pelayan terlihat kelelahan di mata Maudy. Dia bertanya-tanya mengapa tidak diizinkan untuk ikut menyiapkan makan malam atau mengerjakan pekerjaan lain. Dia juga ingin melakukan sesuatu.
"Maaf, Nyonya. Kalau Nyonya terlihat terlalu capek, maka segera kami akan menjadi pengangguran karena dipecat."
Maudy mengerutkan kening dan mengangkat alis. "Apakah tuan mengancam kalian?"
"Hanya mengingatkan, Nyonya. Nyonya jangan melakukan apa pun. Biar kami saja."
Saat mendengar jawaban para pelayan, Maudy untuk pertama kalinya merasa seperti nyonya besar seperti kisah yang ditontonnya dalam drama Korea yang dibagikan Lira padanya. Apakah sekarang dia harus bangga?
Wanita itu hampir tertawa karena membayangkan hidup dalam drama Korea dan memanggil Marcel dengan sebutan "Oppa". Namun, bukankah
Chapter 20MALAM PANASAngin berembus dingin dari sela-sela tirai jendela. Astaga! Sejak kapan udara menjadi sedingin ini? Tadinya Maudy membuka jendela karena udara terasa gerah. Namun, kini dia mulai menutup badannya dengan selimut tipis.Maudy benar-benar berkonsentrasi pada pekerjaan di hadapannya supaya nantinya dia punya banyak waktu untuk mengunjungi adiknya. Akibatnya, dia sama sekali tidak tahu bahwa seseorang yang berbaring di belakangnya mengamatinya sejak tadi.Hanya menyuruh dia berhenti bekerja dan beristirahat, apa susahnya sih? pikir Marcel kesal pada dirinya sendiri.Dia merasa tidak nyaman melihat ada yang masih bekerja di tengah malam begini. Apalagi seseorang tersebut terlihat menahan rasa dingin dengan selimut yang tidak mungkin bisa menghangatkan badan jika jendela tidak ditutup."Apa kamu tidak bisa membedakan siang atau malam?" tanya Mar
Chapter 21PERHATIANNYA SUAMIKUMaudy berdiri beberapa saat di depan barisan pakaian. Seluruh pakaian yang disediakan atas perintah Marcel memenuhi ruangan itu. Dia melongo melihat begitu banyak pakaian yang tersedia meskipun belum bisa dibandingkan dengan barisan pakaian, sepatu, dan jam tangan Marcel.Dengan hati masih takjub dan rasa tidak percaya, Maudy mengamati kembali seluruh isi ruangan itu. Ruangan yang luas itu sudah seperti butik besar.Kemarin, sepertinya para pelayan menggunakan cukup banyak waktu untuk mengerjakan semua ini."Mengapa tidak segera keluar? Aku mau mengganti pakaian."Marcel sudah muncul dari pintu dengan tubuh bagian bawah terlilit handuk sementara tubuh bagian atas terbuka begitu saja."Ini...," kata Maudy ragu-ragu."Mengapa? Kamu ingin ruangan pakaian yang terpisah? Aku rasa memang seharu
Chapter 22Kunjungan Sang CEO'Mengapa akhir-akhir ini aku begitu salah tingkah berada di dekatnya?' pikir Maudy bingung.Dia tidak menduga bahwa dirinya akan begitu mudah terpikat pesona palsu pria berdarah dingin itu. Berkali-kali Maudy mengingatkan dirinya bahwa laki-laki itu hanya ingin memanfaatkan dan membalas dendam padanya, tetapi berkali-kali juga hatinya yang lemah berusaha membela pria itu.Wajah Maudy memerah mengingat kecupan mesra Marcel di keningnya."Mengapa pikiranku malah dipenuhi hal itu, sih?" gerutu Maudy.Tanpa sadar Maudy mencoret kertas yang ada di hadapannya."Ya, ampun. Sepertinya, aku harus ulang lagi dari awal," sesal wanita itu sembari menukar kertas di hadapannya dengan yang baru."Mau berapa kali kamu membuang kertas? Pemborosan itu," goda Poly dengan alis terangkat.&nb
Chapter 23KASTAMaudy sudah selesai presentasi. Meskipun penampilannya sangat bagus, eksekutif yang hadir tidak memberikan respon apa-apa. Mereka menatap Marcel yang berekspresi datar. Kiara duduk dengan tenang di sebelahnya.Marcel sengaja memberikan beberapa pertanyaan yang dapat dijawab Maudy dengan baik.'Ugh! Apakah Marcel sedang berusaha mempersulitku?' Maudy merasa keringat dingin mengalir di tengkuknya.Sesungguhnya, kegiatan ini termasuk kegiatan yang jauh dari bayangan orang-orang. Kejadian yang tidak biasa. Bagaimana mungkin CEO grup Ferrore bisa tiba-tiba hadir di sini?Awalnya pihak perusahaan yang ditempati Maudy saat ini mengira pihak perwakilan atau salah satu eksekutif saja yang akan datang. Tentu saja sambutan tidak akan seperti yang diharapkan. Pimpinan perusahaan ini saja sedang tidak berada di tempat.
Chapter 24DUA LELAKITerpaksa Maudy menahan diri sambil menutup matanya karena malu. Tangannya meremas kemeja Marcel kuat-kuat.Ting!Lift terbuka. Begitu pintu tertutup, Maudy memberontak minta turun."Lepaskan aku!" kata Maudy marah.Marcel tidak merespon. Dia menatap kosong ke pintu lift di depannya."Marcel! Turunkan aku. Tolong!" kata Maudy mendesak. Kakinya berusaha meloloskan diri supaya bisa berpijak di lantai.Bruk!Tiba-tiba Marcel melepaskan wanita itu sehingga terjatuh. Marcel yang tidak menyangka bahwa tindakannya akan membuat Maudy jatuh terjerembab kini berusaha menolong. Namun, Maudy menepisnya."Apa, sih, mau kamu?" desis Maudy kesal."Kamu yang memaksa turun tiba-tiba," jawab Marcel sambil mengalihkan pandangannya.
Chapter 25PARA PEMANGSAHari yang panas dan keringat tidak membuat seorang pria menggila. Pria yang merupakan CEO muda Ferrore Grup itu benar-benar membuat asistennya, Kevin, kewalahan.Tak! tak! tak!Marcel memukul bola tenis sekuat mungkin. Dia memang biasanya tangkas dan cepat, tetapi pukulannya kali ini jauh lebih kuat dan penuh emosi."Bos! Apakah Anda sedang melampiaskan kemarahan kepada bawahan?" tanya Kevin sambil menghindar dari bola yang dipukul Marcel terakhir kali."Menurutmu?" Marcel balik bertanya."Aku mencium bau-bau cemburu di sini," tuduh Kevin. Dicarinya tempat nyaman untuk bersantai."Tidak mungkin!""Jadi, apa dong?" tanya Kevin. "Dari dulu kamu memang terlalu banyak pertimbangan.""Aku punya alasan tersendiri. Jadi, bagaimana operasinya?"&nbs
Chapter 26KISAH KELUARGA BARET"Skema desain sudah diterima. Skemanya sudah aku saya antarkan bersama berkas yang akan ditandatangani," kata Kevin. Suaranya bercampur dengan bising lalu lintas."Apakah kamu sedang mengemudi?""Ya.""Menuju ke rumah?" tanya Marcel menebak."Benar, Bos. Saya sudah dekat," jawab Kevin."Putar arah. Aku ada di rumah yang satu lagi.""Baik."Kevin langsung paham dengan rumah yang dimaksud Marcel. Rumah yang mana lagi selain rumah baru yang kemarin ditinggali mereka saat baru kembali dari Maldives?Dilihat dari tindak-tanduknya, Marcel pasti ingin memiliki waktu sendiri. Rumah utama mereka dipenuhi para pelayan dan banyak mata-mata yang bisa melaporkan hubungan mereka yang tidak harmonis ke siapa saja yang berkepentingan. Mung
Chapter 27CEMBURUSetelah Charlie pulang, Maudy buru-buru pergi ke apotek rumah sakit. Awalnya, laki-laki itu memaksa tinggal untuk menemaninya, tetapi Maudy bersikeras bahwa dia tidak apa-apa."Sebentar kakak ke apotek dulu, ya. Perutku terasa gak enak," kata Maudy.Alysa yang baru terbangun mengangguk sebagai tanda dia mengizinkan.Seingat Maudy, tanggal bulanannya seharusnya dua hari yang lalu. Apakah mungkin dia hamil? Dari yang dibacanya, jika terlambat datang bulan dan muntah bisa saja pertanda kehamilan. Namun, periode bulanan Maudy memang tidak teratur. Jadi, masih ada kemungkinan untuk datang bulan di hari berikutnya.Maudy mencari testpack lalu membayarnya ke kasir. Setelah sampai di kamar mandi, dia memakai alat itu. Namun, ternyata hasilnya negatif.Maudy bingung harus bersikap. Di satu sisi, dia lega karena merasa
Chapter 39RAHASIA TERBONGKAR"Maksud Mama apa? Saya tidak paham," kata Maudy. "Marcel sudah menceritakan semuanya. Kamu tidak bisa mengelak lagi. Benar-benar penipu, kamu," maki Kirana. Tangan Maudy gemetar. Ponselnya hampir terjatuh. "Ma-Marcel mengatakan apa pada Mama?""Semuanya. Kalian benar menikah pura-pura, bukan? Dan kamu mau menikah dengan Marcel karena menginginkan uang dua puluh miliar. Wanita macam apa kamu? Selama ini kami sudah sangat percaya kepada kamu dan mau menerimamu apa adanya tanpa melihat latar belakangmu," kata Kirana, menyerang Maudy tiada habisnya.Hati Maudy terasa sakit seolah tertusuk pisau. Begitu teganya Marcel melakukan ini semua padanya. Baru saja dia ingin mempercayai laki-laki itu, tetapi pengkhianatan yang didapatnya kini. Air mata jatuh di wajah Maudy. Dia sungguh sedih dan terluka."Bisakah aku bicara dengannya, Ma? Setelah itu, aku akan menjelaskan semuanya," pinta Maudy. Sekuat mungkin dia menekan nada gemetar dalam suaranya. "Tidak perlu
Chapter 38DONOR UNTUK ALYSAMaudy tidak di sini. Kenyataan itu membuat Marcel tidak puas. Mulutnya menghela napas berkali-kali.Sejak tadi, dia sudah membayangkan pelukan hangat wanita itu sat dia menjemputnya ke bandara, tetapi hal itu tidak akan terjadi hari ini.Marcel menatap jauh keluar jendela. Bayangan malam beradu dengan kelap-kelip lampu perkotaan. Di bawah sana, bayangan pohon-pohon hias meninggalkan area-area gelap nan misterius. Setelah mendengar Maudy tidak akan jadi datang malam hari ini, Marcel sudah memutuskan menikmati malam ini sendirian. Namun, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Semua hal terasa tidak menarik. Dalam pikiran hanya ada Maudy dan rindu yang menyesakkan dalam dadanya. Melihat semua hal yang berada di dalam kamar ini juga hanya mengingatkan dirinya saat Maudy membalas pelukannya. Dia ingin merengkuh wanita itu erat--erat, di sini, saat ini juga!"Argh! Aku bisa gila," kata Marcel, memutar badan tiba-tiba. Beberapa lembar file yang dipegangnya s
Chapter 37ADA PENYUSUP LAIN"Kakek!"Marcel yang baru saja membuka pintu kamar segera berlari memeluk Hartono, kakeknya itu, yang sedang duduk di atas tempat tidur sambil membaca koran."Kamu baru tiba?" tanya Hartono gembira. Rambutnya yang memutih terlihat jauh lebih panjang daripada saat meninggalkan Indonesia."Tidak. Aku baru menyelesaikan pertemuan bisnis barulah datang ke sini," jawab Marcel.Kakek menatap Marcel penuh rasa rindu. Dia sungguh bangga karena cucunya ternyata mandiri meskipun tiba-tiba dijadikan CEO sementara."Untunglah Kakek sudah sembuh," kata Marcel. Ditariknya koran itu dari tangan kakeknya. "Kakek seharusnya istirahat dengan benar. Kakek masih dalam tahap pemulihan, bukan?"Kakek terkekeh."Iya. Kakek baru pegang koran ini. Kakek hanya melihat-lihat judulnya saja."
Chapter 36SENI MEMBUNUHBety Nioma terduduk dalam ruangan tanpa cahaya sedikit pun. Matanya juga tertutup oleh seutas kain hitam tebal. Kedua tangannya terikat ke belakang, tersambung dengan sandaran kursi kayu yang didudukinya sejak tadi malam.Mulutnya terkunci rapat. Dia sudah lelah berteriak minta tolong dan berusaha melepaskan diri hingga kehilangan seluruh tenaganya.Awalnya, dia mengira bahwa semua ini hanyalah salah satu cara bercanda para senior padanya. Dia sempat tertidur. Setelah terbangun dan menyadari bahaya sebenarnya, barulah dia berteriak dan berusaha memberontak. Sayangnya, itu semua hal yang sia-sia.Kini dia sadar telah diculik dan orang yang menculiknya tidak berniat melepaskan dirinya begitu saja. Apa yang harus dia lakukan?Kali ini, dia ingin sekali ke kamar mandi. Dia terlihat gelisah dan terus menggerakkan tubuhnya. 
Chapter 35PENYUSUP"Apa tidak masalah bos pergi tanpa memberitahu apa-apa, pada Nyonya? Bukankah bos sedang berusaha memperbaiki hubungan dengannya?" tanya Kevin."Hubungan kami bisa dikatakan semakin membaik," jawab Marcel semringah.Kevin menatap Marcel dengan curiga."Oh, ada sesuatu yang terjadi rupanya kemarin? Berarti laporanku yang sudah melebihi tebal skripsi itu sudah berhasil menunjukkan manfaatnyakah?!" ucap Kevin."Aku mau mengucapkan terima kasih soal itu. Ada juga manfaat kemampuan detektifmu," kata Marcel sambil mengedipkan matanya."Apa-apaan itu? Aku masih normal," kata Kevin dengan menampilkan ekspresi jijik. "Jangan lupa janjimu. Bonus dan asisten...," kata Kevin."Asisten memangnya perlu asisten? Masa jeruk minum jeruk?" goda Marcel kepada sahabatnya sejak kecil itu.
Chapter 34HATI DI ATAS RANJANG 2"Itu... Aku hanya mencoba untuk bersikap romantis," kata Marcel dengan malu-malu.'Ternyata Marcel bisa bersikap malu-malu juga,' pikir Maudy.Maudy menahan dirinya atas banyak pertanyaan yang timbul di benaknya dan mengizinkan Marcel memberikan perhatian yang diinginkan. Dia ingin menikmati saja makan malam ini dengan baik. Dia merasa lapar seharian ini. Dia bahkan tidak ingat untuk makan siang karena kasus di kantor tadi."Tambah lagi, ya. Aku memasak banyak," kata Marcel menawarkan.Sejujurnya, Maudy masih kurang yakin Marcel yang memasak makanan seenak ini. Namun, bagaimana pun ini semua tetaplah usahanya. Maudy tidak ingin menghancurkannya.Maudy mengambil sedikit makanan lagi ke piringnya lalu memakannya dengan lahap. Dia tidak berpikir untuk bersikap malu-malu karena itu bukan gayanya. Dia termasuk o
Chapter 33HATI DI ATAS RANJANG"Kamu sudah datang, Sayang," sambut Marcel di depan pintu.Maudy tidak bisa sembarangan bertindak di sini karena para pelayan sedang mengawasi. Inikah tujuan laki-laki ini meminta sopir menjemput Maudy untuk kembali ke rumah utama? Apakah supaya Maudy menuruti keinginannya?"Jangan sentuh. Aku kotor baru dari luar. Pasti banyak debu di pakaianku," kata Maudy untuk mengelak dari sentuhan Marcel.Maudy terpaksa memberikan seulas senyum di bibirnya."Tidak apa-apa. Aku juga belum mandi, Sayang. Aku hanya merindukanmu," kata Marcel yang tiba-tiba menarik tubuh Maudy ke dalam pelukannya.Mau tidak mau, Maudy terpaksa membalas pelukan itu. Sementara pelayan berbisik senang. Bagaimana tidak, mereka baru saja bersandiwara mengatakan baru pulang tadi pagi dari liburan bersama, tetapi sore hari ini sudah langsung
Chapter 32RAHASIA SANG CEOKayla baru saja meninggalkan ruangan karena ada hal penting yang harus dibicarakan dengan departemen lain. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing ketika Lira mendadak membuat keributan."Gila," teriak Lira tiba-tiba.Suara teriakan Lira membuat semua orang terkejut. Mereka ingin tahu apa yang membuatnya seribut itu."Buka ponsel kalian. Dah banyak keluar berita dan videonya. Di televisi juga," katanya. "Tentang CEO Ferrore Grup.""Ada apa?"Maudy membuka ponselnya dan mengetikkan kata kunci. Puluhan postingan tentang Marcel langsung muncul."Jadi...dia sudah menikah? Betulan?" seru Vivian.Maudy merasa panas dingin. Dia menonton video pengakuan Marcel di depan pers."Jangan ribut...aku mau dengar siapa istrinya," ucap Lira
Chapter 31 RENCANA BESAR Mobil warna hitam baru saja memasuki pekarangan. Maudy yang sudah selesai bersiap-siap mau pergi ke kantor langsung meraih tasnya dan keluar. "Kevin? Mengapa kamu yang datang?" tanya Maudy. Dia terlihat bingung. "Aku yang memintanya. Sopir kamu sedang kurang enak badan." "Sopir bukan hanya satu orang, bukan?" tukas Maudy. "Mereka sedang ada pekerjaan lain. Jadi, Kevin yang akan membawa kita," kata Marcel lalu masuk ke mobil. Maudy bergeming. Dia tidak ada niat mengikuti permainan suaminya itu. "Bukankah mobilmu ada di garasi? Mengapa tidak bawa sendiri?" "Ah, mobilku sedang ada sedikit masalah. Kalau tidak aku akan meminta Kevin naik busway saja dan membawa kita pakai mobil yang itu," kata Marcel mencoba meyakinkan Maudy.