"Kamu harus janji, Al! Nanti ajakin aku liburan ke resort ini lagi."Jasmine, dengan langkah yang sedikit dipaksakan berjalan menaiki tangga jet pribadi milik Ryota Grub. Keluarga ibu kandung Alan yang berada dari jepang memang terkenal dengan desain otomotifnya yang menawan. Semua itu tentu tidak pernah gagal memanjakan setiap pengunjung yang ingin memilikinya. Meski per unit di bandrol dengan harga fantastis. Nyatanya selalu berebut dan habis di hari launching saja.Seperti jet pribadi yang sedang Jasmine naiki bersama Alan kali ini. Lebih mirip dengan kamar pribadi dengan berbagai fasilitas yang lengkap, yang bisa membuat penumpangnya tidak terasa sedang melakukan perjalanan penerbangan."Mau jadwalkan bulan madu?" Alan mengusap kepala Jasmine yang bersandar di pundaknya."Kita nikah udah tiga bulan yang lalu, Al." Jasmine mengingatkan Alan."Apa masalahnya? Bahkan aku maunya sampai nanti kita menua bersama, kita tetep seperti pengantin baru terus." Alan membubuhkan satu kecupan d
Seminggu dari pemakaman Fatma baik Jasmine maupun Alan sama-sama disibukan oleh pekerjaan mereka. "Kamu jadi ke Singapure besok?" Jasmine bertanya pada Alan.Alan bergumam sebagai jawaban," mau ikut?"Jasmine tidak langsung menjawab. Wanita Itu terlihat sedang berfikir, "Andai jadwal aku gak padat!" Jasmine mendengkus kesal. Wanita itu sangat ingin ikut Alan ke Singapure. Namun, nyatanya berbagai pertemuan penting sudah mengantri untuk dihadiri."Mau berhenti bekerja?" Alan kembali menawarkan Jasmine pilihan untuk yang kesekian kalinya. Kekayaan yang dimilikinya tentu lebih dari cukup untuk hidup mereka."Belum bisa, Al! Kamu tau perjuangan aku bangun perusahaan ini? Aku masih mau seperti ini."Ya, Jamsine memang membangun brand skincare pilihannya dengan penuh perjuangan. Kala itu Jamsine ingin mandiri, membuktikan pada keluarga yang mengangkatnya anak bahwa Jamsine bisa sukses mandiri. Dan bukti ini pulalah yang membuat Fatma mantab mewariskan 80% kekayaan pada Jasmine.Bagaimana t
Dengan hari ini, sudah tiga hari lamanya Alan berada di Singapure. Pria itu masih berjuang menyelesaikan pekerjaannya agar bisa pulang secepat mungkin ke tanah air. Bahkan Alan selama di Singapure hanya tidur satu sampai dua jam saja dalam sehari, mengingat padatnya kegiatan yang dirinya sengaja ingin cepat selesaikan, "kita bisa pulang hari ini, kan?" tanya Alan, memastikan pada sahabatnya Tio yang ikut mendampinginya di Singapure."Mungkin, Lo baru bisa balik nanti malam bro. Ini masih ada beberapa pertemuan penting, " jawab Tio. "Tapi gue masih gak percaya, ini jadwal kegiatan Lo selama seminggu di sini, Lo bikin hanya jadi tiga hari?"Tio menggeleng berkali-kali. Meski berhasil menyusun ulang semua jadwal meeting penting dan pertemuan bisnis. Nyatanya pria itu, yang menjadi sekretaris masih tidak menyangka dengan kegilaan Alan dalam bekerja.Deerttt ...Panggilan di ponsel Alan masuk dari Jasmine, "iya sayank?"Alan langsung mengangkatnya. Jarang-jarang pria itu bisa stand by hp
Bel apartemen Jasmine berbunyi tiga kali, membuat wanita itu terpaksa segera beranjak dari posisinya yang tengah duduk menganalisa dugaannya pada sebuah kertas. Seperti biasa Jasmine menuju layar monitor lebih dahulu, memastikan siapa yang datang. Sebelum membukakan pintu.Ketika mendapati Alan yang ada di balik pintu apartemennya, Jasmine panik tidak karuan. Bagaimana tidak? Alan mengatakan malam baru akan on the way pulang. Namun, nyatanya saat itu sudah ada di balik pintu apartemennya.Dengan langkah seribu, Jasmine merapikan kertas yang berserakan di meja. Wanita itu belum berniat memberi tahu Alan perihal paket yang menerornya beberapa hari belakangan.Jasmine menyembunyikan coretan analisa tadi di dalam laci lalu kembali menuju pintu. Khawatir Alan menjadi curiga jika dirinya terlalu lama membukakan pintu untuknya.Ceklek!Handle pintu Jasmine buka dari dalam, bersaman dengan itu Alan mengucapakan salam yang langsung Jasmine ikut menjawabnya."Padahal tahu nomor PINnya. Kenapa
"Jadi kamu pengirim coklat itu?"Jasmine memasang wajah kesal ulah perbuatan Gery. "Bunga juga kamu yang nitip ke kurir," sambung Jasmine lagi."Bunga?" Dahi Gery berkerut, menandakan pria itu benar-benar tidak tahu perihal bunga yang Jasmine maksud. "Coklat iya aku yang kirim. Sebagai salam sapa," tutur Gery, apa adanya."Kamu gak lagi bohongi aku, kan?" tanya Jasmine, penuh selidik mencari kebohongan di iris mata Gery."Apa untungnya berbohong sama kamu? Aku sayank kamu, gak mungkin aku bohongi kamu."CK!Jasmine berdecak kesal mendengar pengakuan sayank Gery untuk kesekian kalinya. "Aku sudah menikah, kalo kamu lupa!"Jasmine mencoba mengingatkan Gery, agar tidak berulah semakin jauh. Wanita itu tentu sangat khawatir jikalau sampai Alan tahu, bisa habis Gery di tanganya.Tok!Tok!Suara pintu diketuk dari luar berhasil membuyarkan lamunan Jasmine. Wanita itu kembali memikirkan ucapan Gery yang menyangkal sebagai pengirim bunga beberapa hari kebelakang untuknya. Kurir yang bertemu
"Ayah anda, seperti opa saya di Jepang," jawab Alan, apa adanya. Namun, justru membuat Rio bingung sebab jawaban Alan sama sekali tidak memuaskan pertanyaannya tadi.Setelah semua siap mereka berangkat ke kota kembali dengan dua mobil. Rio mengemudi mobilnya seorang diri sebab sang ayah justru memilih satu mobil bersama Alan.Sebelum sampai di kota, Alan sebelumnya sudah meminta Tio untuk menyiapkan semuanya. Sehingga saat petang sampai, Alan langsung membawa ayah dari Rio itu ke rumah sakit tujuan.Sebuah ruangan VIP Alan siapkan untuk ayah dari detektif swasta yang akan membantu menyelesaikan permasalahannya kembali."Apakah ini tidak berlebihan, tuan?"Rio merasa tidak enak dengan fasilitas yang ayahnya dapat, terlalu mewah menurutnya.Akan tetapi, bukannya Alan menjawab justru mengalihkan fokus obrolan mereka. "Ayah anda akan mendapat perawatan terbaik di sini, jika butuh apa-apa hubungi langsung kami."Rio hanya bisa mengangguk berkali-kali. Tidak berniat berniat berkomentar lagi
Di kamar mandi Alan benar-benar hanya membantu Jasmine membersihkan diri. Meski bersusah payah menahan diri, nyatanya pria itu berhasil menepati janjinya. "Tahan sebentar, ya! Mungkin akan sedikit pedih," ucap Alan, sebelum membubuhkan salep pada area sensitive wanitanya itu.Jasmine reflek mencekal tangan kekar Alan yang akan mengoleskan salep itu. "Aku, bisa sendiri!" CK!Alan berdecak kesal mendapati Jasmine masih saja malu terhadapnya. "Aku udah lihat semua punya kamu. Kalo lupa!"Setelah mengucapkan itu, Alan segera melancarkan aksinya mengolesi salep di area sensitive Jasmine.Dapat dilihat wanita itu meringis menahan pedih meski hanya sesaat."Sudah!" seru Alan. Pria itu kemudian menutup salep, lalu meletakkannya kembali di kotak p3k."Bisa jalan?"Alan sengaja menanyakan itu, karena tadi saat hendak pergi ke kamar mandi, Alan yang membopongnya ke dalam toilet."Aku coba jalan pelan, ya!"Jasmine berdiri perlahan, mulai melangkah meski setengah di seret. Wanita itu benar-benar
"Halo, tuan, " sapa Rio, di seberang telepon sana."Di mana?" tanya Alan, tidak berniat ber basa-basi."Saya di rumah sakit, sedang temani ayah sarapan, " jawab Rio."Ke markas sekarang! Ada yang harus anda kerjakan!" titah Alan pada Rio."Baik, tuan. Saya ke sana sekarang."Usai mengucapkan itu, Rio langsung berpamitan pada sang ayah. Mengatakan bahwa dirinya ada panggilan kerja.Sang ayah tentu langsung mengiyakan kali itu. Sangat kebetulan, tidak seperti biasanya yang akan drama terlebih dahulu seperti anak kecil yang akan di tinggal orang tuanya bekerja.Sedang Alan juga sama. Pria itu mengecup kening istrinya singkat, lalu ke luar dari ruangan itu, tentu dengan paper bag hitam di tangannya.Sepeninggalan Alan, Gina yang sudah menahan rasa penasaran sedari tadi itu mulai mencecar Jasmine dengan berbagai pertanyaan. "Apa yang sudah Alan lakuin ke kamu? Kenapa sampai kamu harus pakai kursi roda? Apa Alan sekejam itu?"Cep! Gina berhenti bertanya.Jasmine yang tidak ingin mendengar
"Mau coba cek dulu? Kita berhenti di apotik beli tes pack dulu, ya? Kamu kapan terakhir halangan?" Alan memberondong Jasmine dengan pertanyaan, setelah wanita itu lebih dahulu mematikan sambungan teleponnya dengan Gina.Jasmine memiliki pemikiran yang sama. Namun, keinginannya makan rujak kedondong lebih dominan. "Ck! Cari rujak dulu, Al! Lagian belum pasti juga, kan aku hamil," jawab Jasmine, santai. Fokusnya kembali pada benda pipih di tangannya, mengetik huruf di papan pencarian menanyakan tempat yang mungkin menjual rujak kedondong di sana.Cukup lama tidak ditemukan karena waktu memang sudah cukup malam. Ada kedai rujak cukup jauh lokasinya juga ternyata sudah tutup. Akhirnya Jasmine tidak kehabisan akal, mengetik huruf kembali mencari toko buah yang mungkin menjual buah kedondong. Wanita itu berniat membuat rujak sendiri nanti di rumah. Akhirnya, mobil Alan belokan ke sebuah super market besar yang ada di kota itu. "Harusnya di sini ada buah yang kamu, mau," tuturnya.Sebelum
"Saya mendapatkannya," ungkap Rio pada Alan, yang baru sempat melakukan panggilan setelah kesibukannya di Singapura."Di mana dia sekarang?" tanya Alan, to the point."Di rumah sakit. Keadaannya kritis," jawab Rio. "Istri anda belum saya beri tahu, sesuai permintaan anda," lanjutnya.Alan memang memperingatkan Rio untuk tidak menginfokan apapun pada istrinya, sebelum dirinya kembali ke tanah air."Saya usahakan pulang secepat mungkin," kata Alan. "Tetap jaga istri saya dari kejauhan."Alan memilih segera mematikan panggilan, usai mengingatkan Rio kembali. Waktunya tidak banyak di sana agar lekas bisa kembali ke tanah air secepat mungkin. "Istri kamu belum tahu berita di sosial media tentang seseorang tertembak di sekitaran apartemen tadi pagi adalah ulah detektif swasta yang kamu sewa." Gina mengirimkan notifikasi pesan pada Alan. Membuat laki-laki itu langsung melakukan panggilan telepon pada sekretaris pribadi Jasmine. "Iya, Alan," sapa Gina dari seberang telepon sana."Gue se
Pukul sembilan malam Alan Alan benar-benar pergi ke Singapura lagi, mengikuti penerbangan terakhir hari itu."Aku harusnya ikut antar kamu ke bandara," ungkap Jamsine pada Alan. Wanita itu hanya Alan perbolehkan mengantar sampai basement apartemen saja."Jangan lagi buat aku gak jadi terbang," ujar Alan, mengomentari ungkapan istrinya. Sebenarnya sedari di rumah baru tadi Alan sudah hampir mengikhlaskan tender besar yang di Singapure. Pria itu tidak bisa pergi meninggalkan Jamsine dalam situasi genting seperti saat itu. Namun, pada kenyataannya wanitanya itu pandai meyakinkan Alan untuk tetap berangkat, tentu setelah mengiyakan permintaan Alan pindah ke rumah baru mereka besok pagi."Asisten rumah tangga sesuai spesifikasi kamu datang besok pagi," ucap Alan, sambil menghujani wajah Jasmine dengan banyak kecupan di sana.Jasmine mengangguk, "makasih, ya! Kalo sudah sampai segera kabari aku."Jasmine tahu Alan sedang berat meninggalkannya, sehingga wanita itu memilih tidak banyak menan
"Mau kasih lihat apa?" rengek Jasmine. Menarik-narik tangan Alan, meminta pria itu lekas memberitahunya. "Sebentar lagi, kamu tahu," ujar Alan. Membawa wanitanya ke sebuah kamar yang sudah ia dekorasi sedemikian rupa."Tutup mata! Dalam hitungan ke tiga baru kamu buka!" titah Alan pada Jasmine.Jasmine mengangguk patuh, mulai memejamkan mata.Ceklek!Handle pintu Alan tarik ke bawah, pintu kamar pun terbuka. Semerbak aroma kelopak bunga mawar seketika memenuhi indera penciuman Jasmine ketika baru memasuki ruangan itu."Satu ... dua ... tiga!"Jasmine membuka mata perlahan, tepat setelah Alan selesai menyebutkan angka tiga. Betapa bahagia hati wanita itu, dalam kesibukan Alan masih sempat menyiapkan ini semua untuknya.Jasmine merasa benar-benar beruntung dipertemukan kembali dengan mantan kekasih yang sekarang justru menikah dengannya. "Kamu udah nentuin kamar utama, kenapa tadi masih nanya?" beber Jasmine. "Sengaja mau ngetes?" imbuhnya.Alan hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.
"Ini apa?" tanya Jasmine. Alan yang mendengar pertanyaan itu langsung membungkukkan badan, melihat dengan seksama apa yang wanitanya pertanyakan."Paper bag lagi? Bunga itu," ucap Alan, pelan. Pergerakannya secepat mungkin ke arah luar mobil. Menyelisik ke sekeliling, mencari keberadaan orang yang mengirim itu. "Mungkin belum jauh?""Tadi dikunci, kan mobilnya sebelum masuk cafe?" tutur Jasmine, ingin memastikan."Tio yang bawa mobil. Tapi aku yakin dia udah kunci," jawab Alan, yang mengetahui sahabatnya itu bukanlah tipikal pribadi yang teledor.Alan masih mengedarkan matanya ketika menjawab pertanyaan Jasmine. Sayangnya Alan tidak bisa menemukan siapapun di sana. Tidak terlihat ada orang mencurigakan di area parkir dan sekitarnya. "Apa ini diletakan sedari tadi?" Tidak ingin menduga-duga seorang diri, Alan memilih mengambil benda pipih nya dari saku celana. Mencari nama Tio di sana."Iya, bro," sapa Tio, setelah mengucapkan salam terlebih dahulu seperti biasa. "Ke parkiran sekar
Tap ...Tap ...Tap ...Langkah kaki Alan, menggema kala memasuki cafe yang sudah mulai sepi pengunjung di jam makan siang yang sudah jauh terlewat itu.Jasmine tersenyum lebar mendapati Alan datang menyusulnya. Kemudian berdiri guna menyambut laki-lakinya itu. "Padahal gak bilang mau datang!"Bibir ranum Jasmine mengerucut, sebagai respon dari kedatangan Alan yang tanpa memberi tahunya terlebih dahulu. Cup!Alan mencuri satu kecupan singkat di sana. "Jangan pancing aku sekarang," bisik Alan, tepat di samping telinga Jasmine.Ehem!Tio yang berdiri lima langkah di belakang Alan, berdehem guna mengingatkan. Bahwa di antara mereka berdua masih ada orang lain di sana."Dia kekeh mau nyamperin, Lo. Padahal kita tadi lagi banyak banget kerjaan," ucap Tio asal kemudian duduk di bangku kosong samping Gina.Gina yang mendapati Tio hadir, bahkan memilih duduk di sampingnya itu di buat gelagapan sendiri. Mau bagaimanapun mereka sudah cukup lama tidak bertemu. Tentulah membuat pertemuan itu ter
"Data pemilik sidik jari sudah keluar," ungkap Rio pada Alan juga Tio yang baru tiba di markasnya. "Dari data yang ada, sidik jari ini menunjukan milik tuan Aris. Namun, saat ini keberadaannya tidak diketahui," sambungnya."Apa dia sudah tidak ada di kota ini?" tanya Tio, lebih dahulu berkomentar."Atau mungkin juga ganti identitas."Alan akhirnya ikut berkomentar, sambil memutar berkali-kali pena yang ada di jarinya. Posisi pria itu saat ini tengah duduk di bangku, terlihat santai. Namun, pikirannya berkelana memikirkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi. Tatapan mata Alan hanya lurus ke depan, gaya Alan seperti itu justru menambah kesan tampan pada dirinya. Berkali-kali lipat lebih mempesona."Bisa jadi itu, jika ganti identitas. Identitas baru pasti terdaftar, dan terlacak sistem." Tio menimpali. "Apalagi sekarang berbagai fasilitas publik membutuhkan scan sidik jari bahkan wajah," ujarnya."Tidak ada laporan kematian atas nama tuan Aris. Kemungkinan besar dia masih hidup.
"Halo, tuan, " sapa Rio, di seberang telepon sana."Di mana?" tanya Alan, tidak berniat ber basa-basi."Saya di rumah sakit, sedang temani ayah sarapan, " jawab Rio."Ke markas sekarang! Ada yang harus anda kerjakan!" titah Alan pada Rio."Baik, tuan. Saya ke sana sekarang."Usai mengucapkan itu, Rio langsung berpamitan pada sang ayah. Mengatakan bahwa dirinya ada panggilan kerja.Sang ayah tentu langsung mengiyakan kali itu. Sangat kebetulan, tidak seperti biasanya yang akan drama terlebih dahulu seperti anak kecil yang akan di tinggal orang tuanya bekerja.Sedang Alan juga sama. Pria itu mengecup kening istrinya singkat, lalu ke luar dari ruangan itu, tentu dengan paper bag hitam di tangannya.Sepeninggalan Alan, Gina yang sudah menahan rasa penasaran sedari tadi itu mulai mencecar Jasmine dengan berbagai pertanyaan. "Apa yang sudah Alan lakuin ke kamu? Kenapa sampai kamu harus pakai kursi roda? Apa Alan sekejam itu?"Cep! Gina berhenti bertanya.Jasmine yang tidak ingin mendengar
Di kamar mandi Alan benar-benar hanya membantu Jasmine membersihkan diri. Meski bersusah payah menahan diri, nyatanya pria itu berhasil menepati janjinya. "Tahan sebentar, ya! Mungkin akan sedikit pedih," ucap Alan, sebelum membubuhkan salep pada area sensitive wanitanya itu.Jasmine reflek mencekal tangan kekar Alan yang akan mengoleskan salep itu. "Aku, bisa sendiri!" CK!Alan berdecak kesal mendapati Jasmine masih saja malu terhadapnya. "Aku udah lihat semua punya kamu. Kalo lupa!"Setelah mengucapkan itu, Alan segera melancarkan aksinya mengolesi salep di area sensitive Jasmine.Dapat dilihat wanita itu meringis menahan pedih meski hanya sesaat."Sudah!" seru Alan. Pria itu kemudian menutup salep, lalu meletakkannya kembali di kotak p3k."Bisa jalan?"Alan sengaja menanyakan itu, karena tadi saat hendak pergi ke kamar mandi, Alan yang membopongnya ke dalam toilet."Aku coba jalan pelan, ya!"Jasmine berdiri perlahan, mulai melangkah meski setengah di seret. Wanita itu benar-benar