Share

Bab 88

Penulis: Chocoberry pie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-25 13:27:30

“Alea ….”

“Bukan aku ngelarang kamu buat wujudin impian kamu, tapi aku nggak suka kamu dekat-dekat sama Bu Ella. Belum lagi kalo kamu main mata sama siswi-siswi kamu.”

“Tapi aku nggak pernah main mata sama siapapun.”

“Ah … yang bener,” godaku, “aku sering keliatan kamu salah tingkah loh, di kelas.”

Lelaki itu merebahkan aku di atas ranjang kami. Kulihat wajahnya yang seperti tersipu.

“Itu … karena kalian pake rok selutut. Dan meja sekolah kita tidak berpenutup. Kamu bisa bayangkan siapapun yang berada di depan kamu, pasti bisa melihat bagian yang tak seharusnya,” keluhnya.

“Astaga, jangan katakan kalau … pemandangan seperti ini yang bikin kamu betah jadi guru di SMA Merah Putih,” tebakku setengah menggodanya.

“Ah … akhirnya kamu tahu juga,” sahutnya alih-alih mengelak dari tuduhan itu, “aku bisa melihat sepasang paha sekaligus dengan celana dalam beraneka warna.”

“Ish! Mesum!”

Lelaki itu tiba-tiba menyentuh pahaku. “Tapi aku tidak perlu lagi melihat atau membayangkannya. Aku ba
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ayu Widia Susanti
jgn bilang jejak cupang ya ven .. hahahaha di tunggu kelanjutannya Thor 🫶
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menikahi Guru Killer   Bab 89

    “Ya … jejak, Al. Jejak,” ulang Vena seperti tak sabar, “kamu tandain biar orang lain tau kalo dia udah punya pasangan.” Aku menjentikkan jariku. “Macem stiker atau baju bertulisan gitu kan? Tapi … pasti dia nggak mau pake, deh.” “Duh … serah, deh. Mau kamu kasih jejak apa juga. Mau kamu sablonin kaos pake gambar muka kamu juga nggak papa.”“Ah! Ide bagus itu! Aku buatin macem gitu deh,” balasku, “captionnya apa ya?” “Ya udah, tulis aja. Punya Alea! Macem di tip ex kamu itu.” “Tapi dia bukan barang. Dia manusia. Jadi nggak manusiawi dong, kalo cuman gitu tulisannya.” “Ya udah, ganti aja. Pacar Alea,” jawabnya dengan suara yang terdengar sedikit lebih ketus.“Kamu marah, ya?” “Ya jelas! Jelas banget aku marah,” balasnya, “nggak nyangka banget kalo Alea, temen aku yang cerdas itu ternyata lola.” “Ish! Kok lola sih. Tapi … ide kamu bagus, kok. Aku buat deh. Lumayan, kita belum punya nih.” “Ya udah, suka-suka kamu deh.” Cukup lama kami menghabiskan waktu di salon itu. Tentu saja p

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Menikahi Guru Killer   Bab 90

    “Gimana sih? Aku makin nggak ngerti deh,” sahutku,”nggak mungkin Doni bisa cari tahu pembunuh bapaknya. Kan dia cuman bisa tiduran di ranjang rumah sakit.” “Seharusnya gitu kan. Tapi Doni curiga sama ibunya. Jadi diam-diam dia ngerekam pembicaraan ibunya, tengah malam ibunya menghubungi seseorang saat ia tidur. Lalu rekaman itu dikirimkannya ke aku. Dan … saat aku jenguk dia, Doni suruh aku ambil ponsel ibunya buat diserahin ke polisi,” terang Audrico, “nyatanya dari pesan-pesan dalam ponsel itu, ibunya memang otak dari kejadian ini. Dia bayar orang buat bunuh mantan suaminya.” “Jadi … si Doni apes, karena pas itu ada di tempat kejadian. Tapi …. Wait! Buat apa dia bunuh mantan suaminya?” “Urusan pribadi, pastinya. Udahlah, biar polisi yang bereskan masalah ini. Kita nggak perlu ikut campur lebih dalam lagi,” sahut Pak Jonathan.“Tapi ….” “Iya. Mungkin saja urusan uang atau bisa juga urusan hati,” potongnya. “Kamu abis belanja, ya?” Sepertinya Pak Jonathan diam-diam mengamati pape

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Menikahi Guru Killer   Bab 91

    Aku melirik lelaki yang sibuk mengendalikan kemudinya. Sangat terlihat kala ia menahan tawanya. Seperti yang kuduga, panggilan itu justru terdengar menggelikan. Dan sumpah! Aku nggak bakal panggil dia dengan kata itu.“Kan … apa Alea bilang. Dia pasti lebih seneng dipanggil Pak Jonathan daripada panggilan lainnya,” gerutuku. “Sayang, yang bikin aku ketawa itu cara kamu ngomong. Bibirnya nggak usah dimonyong-monyongin gitu lah,” komentar Pak Jonathan. “Kalau gitu, kenapa kamu nggak panggil dengan panggilan yang sama, Alea?” “Panggilan yang sama gimana, Pa? Sama … sama apa?” tanyaku tak mengerti. “Ya itu tadi. Suami kamu udah bener itu, panggil kamu dengan kata sayang,” atur papa seolah konsultan hubungan suami istri.“Ah, harus panggil sayang, ya?” tanyaku dengan perasaan canggung. “Nggak sulit, kan,” ejek Pak Jonathan yang sepertinya mulai menikmati perpeloncoan papa terhadapku. “Iya, iya. Gampang, Pak Jonathan sayang.” “Lah, kok masih pakai kata pak,” protes papa. “Ya … pelan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Menikahi Guru Killer   Bab 92

    “Tahan, sebentar lagi,” sahutnya alih-alih membiarkanku cepat-cepat ke kamar mandi. Lelaki itu justru mengerakkan tubuhnya semakin cepat, cepat dan lebih cepat. Hingga akhirnya aku benar-benar tidak bisa menahannya lagi. “Aku nggak tahan lagi,” lirihku saat merasa cairan hangat itu keluar dari sela pahaku.Alih-alih menceramahiku, lelaki itu justru mengecup keningku dan merebahkan tubuhnya di atasku. Napasku masih saja memburu, debar jantungku masih tak karuan. Ditambah berat tubuhnya yang kini menghimpitku. “Pak Jo, bisa remuk macem geprekan loh, aku,” lirihku. Kedut-kedut itu masih terasa begitu jelas di dalam sana. Tapi sepertinya suamiku masih sekuat tekatnya untuk mendapatkan bayi pertama kami. Ia kembali mengangkat tubuhnya dan mengayunkan pinggangnya dan bergerak dengan intens di bawah sana. Ah ~ dia kembali membawaku ke dalam pusaran yang tiada akhir. Menggulungku dalam ombak yang menelanku dalam hasratnya yang terasa semakin panas. “Jo nath – ah,” pekikku ketika ia men

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Menikahi Guru Killer   Bab 93

    Pagi itu berjalan sempurna, seperti biasanya. Bahkan asisten rumah tangga baruku, ternyata tak kalah cakap dalam pekerjaannya. Ia bahkan datang lebih pagi dari Bik Titin dan segera membantuku dalam urusan dapur. Perawakannya yang gemoi tak membuatnya lamban dalam mengerjakan tugasnya. “Non, mas sama Non itu cocok banget ya. Kata orang mah, kalo jodoh mukanya jadi mirip,” ucapnya siang itu saat ia sibuk mencuci panci bekas masak.Mendengar kalimat yang diucapkannya, mau tak mau aku tersenyum geli. “Memangnya sama dari mana, Mbak Santi?”“Yang satu ganteng, yang satu cantik. Gimana ya jelasinnya, pas banget, gitu Non. Macem liat putri sama pangeran dari negeri fantasi.” “Nah … kan. Mbak Santi cuman berfantasi,” balasku, “atau jangan-jangan maksud Mbak Santi aku putri Viona dan suamiku Shrek?”“Hah? Apa itu Non?” tanyanya, “di kampung aku cuma taunya putri salju, putri aladin sama putri malu.” “Ah … putri malu mana termasuk, Mbak,” sahutku. “Tapi simboknya Mbak Santi bilang, dulu pu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Menikahi Guru Killer   Bab 94

    “Hei! Apa-apaan ini!” teriakku kesal ketika perempuan itu mencekal tanganku dan menyeretku kembali keluar. “Pak Jonathan! Sayang ….” Aku sama sekali tidak menyangka kalau perempuan itu punya tenaga sekuat kuda. Bahkan tanpa bantuan, ia berhasil membuatku keluar dari ruang kerja suamiku. Kuusap pergelangan tanganku yang terasa panas karena cengkraman perempuan itu. “Anita! Kenapa kamu seret istriku keluar?” Suara keras itu tak urung membuatku tersenyum. “Hah? Jadi kamu … Nyonya Alea? Tapi … kenapa masih dia … sangat muda?” ucapnya dengan ekspresi seperti kebingungan. Pak Jonathan tampak gusar. “Dia istriku. Siapapun yang berani ganggu dia, harus berhadapan denganku.” “M–maaf Nyonya.” Spontan perempuan yang dipanggil dengan nama Anita itu langsung minta maaf sambil menundukkan kepalanya. Masih belum hilang rasa terkejutku, Pak Jonathan telah meraih tanganku dan membawaku ke ruangannya. Ruangan yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan ruang sempit kesiswaan di SMA Merah Pu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Menikahi Guru Killer   Bab 95

    “Aku mau culik kamu.” Lelaki itu menghentikan langkahnya, sehingga mau tak mau langkahku pun terhenti. Kucoba menariknya lagi agar ia mengikuti langkahku. Tapi tentu saja itu nyaris mustahil dengan tenaga yang sama sekali tak sebanding. “Silahkan,” godanya tanpa niat untuk bergerak dari tempatnya.“Ayo, kita lari,” ajakku. “Katanya kamu mau culik aku. Silahkan,” ucapnya seakan sengaja membuatku kesal. “Ya udah, ya udah. Kalo gitu kamu aja yang culik aku.” Aku rasa tak akan bisa menghadapinya dengan kekerasan, harus dengan otak. “Tapi … aku sama sekali tidak ingin menculikmu,” sahutnya dengan tenang. Dan ketenangan itu membuatku merasa semakin putus asa. Bagaimana tidak, niatku untuk menghabiskan hari ini bersamanya, tak mendapat respon yang kuinginkan. Dia seperti … sama sekali tak tertarik untuk bersamaku.“Ya udah,” sahutku yang langsung melepaskan genggaman tanganku, “kamu balik aja ke Anita. Toh, nanti juga bakalan ada cowok cakep lain yang mau culik aku dari sini.” Kutekuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Menikahi Guru Killer   Bab 96

    “Hah! Ponselku mati? Jadi dari tadi ponselku mati?” ulangku masih tak percaya dengan ucapannya. Kuambil benda pipih itu dari dalam tas kecilku. Dan benarlah. Layarnya gelap tanpa tanda kehidupan. Aku menghela napas. “Maaf, aku kira kamu nggak telpon atau cari aku sama sekali karena kamu sudah nggak peduli lagi sama aku.” “Kenapa kamu sampai punya pikiran seperti itu?” “Ya … itu juga gara-gara kamu,” sahutku, “aku udah panas-panas cuman pingin kasih kejutan buat kamu di kantor kamu. Tapi malah aku yang dibuat kesal habis-habisan. Dari satpam kantor, sekretaris, bahkan kamu sendiri juga sepertinya nggak mau aku datang.” “Bukan gitu Alea.” “Kalau bukan itu alasannya, apa lagi? Orang-orang di kantor kamu juga sepertinya nggak suka liat aku datang. Mereka seperti liat alien, apa aku terlalu aneh buat mereka?” protesku lagi. “Jadi itu alasannya kamu mengubah penampilan kamu seperti ini?” tanyanya seperti mencoba memahami perasaanku. Aku menganggukkan kepalaku. “Aku cuma mau terli

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Menikahi Guru Killer   Bab 122

    “Iya, dia ada sama aku. Mama Intan? Ada apa Ma?” tanyaku yang masih terkejut karena tak biasanya ibu mertuaku itu melupakan salam yang biasanya diucapkannya. Firasatku mengatakan ada suatu hal sangat penting yang membuatnya panik. “Papa kamu … dia masuk rumah sakit. Dia kena serangan jantung,” ucap perempuan itu dengan suara gemetar, “kamu sama Jonathan bisa pulang, kan?” Tiba-tiba saja kakiku terasa lemas. Bukan … bukan cuma kakiku. Tubuhku terasa lemas, sampai-sampai ponselku terlepas dari tanganku. “Al … Alea, bangun.” Suara itu yang terakhir bisa kudengar. Sebelum semuanya menjadi gelap.Bau menyengat yang tercium di hidungku, membuatku tersentak kembali pada kesadaranku. Aku semakin kebingungan saat telah berada di tempat yang berbeda. “Syukurlah, kamu sudah sadar.” Wajah cemas suamiku membuatku merasa bersalah. Lelaki itu menggenggam tanganku dan mengecupnya, seakan mengungkapkan kelegaan hatinya,“Jo, kita harus pulang sekarang. Papa butuh kita,” ucapku kemudian. Ingatan

  • Menikahi Guru Killer   Bab 120

    “aku yang seharusnya mengatakannya. Terima kasih Alea, karena kamu telah hadir di dunia ini, di sisiku. Dan ….” Lelaki itu mengecup lembut keningku. “... biarkan aku bertanggung jawab atas setiap penggal kisah hidupmu dan putera kita nantinya.” Kalimat itu membuatku hatiku merasa damai, ia seakan begitu mencintaiku dan calon bayi yang bahkan masih sangat sangat kecil ini. Malam itu Pak Jonathan benar-benar berbeda. Ia bersikap bukan hanya lebih lembut, tapi ia bahkan lebih protektif dalam memperlakukan aku. Ia bahkan tidak menggangguku apalagi merayuku untuk melayaninya. Lelaki itu justru memelukku dengan alasan agar aku tidak kedinginan. Dan aku tak membantah, walau aku justru merasa gerah. “Alea,” panggilnya sembari mempermainkan anak rambut di wajahku, “aku sedang membayangkan seorang bayi cantik, duduk di pangkuanmu. Wajah cantiknya, sangat mirip denganmu. Rambutnya yang ikal dan mata bulatnya sangat indah.” “Tapi Sayang, apa kamu ingin bayi perempuan?” tanyaku yang terkejut

  • Menikahi Guru Killer   Bab 119

    “Kok bengong gitu sih?” tanyaku, “kamu jadi ikutan kecewa, ya?” Tapi Pak Jonathan justru menggelengkan kepalanya. “Kemari … kemari Alea. Kita coba sekali lagi.”“Pak buntal, kalau memang hasilnya negatif. Mau sepuluh merk yang berbeda juga bakal negatif, kan.” “Tapi ini nggak negatif, Al. Ini sama sekali nggak negatif,” ucap Pak Jonathan.“Hah! Kok bisa?” “Kemari! Kita cek dengan merk yang lain.” Sekali lagi Pak Jonathan mencelupkan benda mungil itu, hanya seujung kecil, dibawah garis tanda selama beberapa detik dan mengangkatnya. Tak berapa lama kemudian garis itu muncul, memperlihatkan tanda saling silang di dalam lingkarannya. “Positif!” teriak Pak Jonathan dengan gembiranya. “Ini positif, Sayang!” Lelaki itu langsung memeluk tubuhku dan meluncurkan kecupannya di kedua pipiku, di dahiku … di seluruh wajahku secara bertubi-tubi. “Alea, cintaku, makasih ya. Ini hadiah paling indah yang pernah aku dapatkan seumur hidupku,” ucapnya dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Ia

  • Menikahi Guru Killer   Bab 118

    “Pak Buntal! Kamu mau kemana?” tanyaku dengan perasaan frustasi. Kenapa dia langsung pergi tanpa mengatakan apapun? Apa dia tahu apa yang sedang kualami? Apa dia menjauh karena takut ketular? Lelaki itu mengusap tubuhnya dengan handuk sembari menoleh kepadaku. “Kamu tunggu di sini bentar, ya. Aku harus beli sesuatu.” “Beli sesuatu? Aku nggak boleh ikut?” tanyaku lagi. “Nggak. Aku segera kembali,” ucapnya kali ini dengan terburu-buru ia memakai kemeja dan celana pantainya. Baru saja ia hendak membuka pintu kamar mandi, ia kembali melangkah ke arahku dan mendekatkan wajahnya untuk mengecup keningku. “Alea, aku akan segera kembali. Tunggu ya. Tunggu aku di sini,” pamitnya sebelum benar-benar meninggalkanku sendirian. Iya! Dia benar-benar meninggalkan aku sendirian di sini. Di kamar ini. Aku menghela napas dan kupejamkan mataku, menikmati hangatnya air di dalam bak penuh kelopak mawar. Aromanya bahkan membuat perasaanku jauh lebih tenang. Pak Jonathan nggak mungk

  • Menikahi Guru Killer   Bab 117

    Kukeluarkan isi perutku begitu saja. Tentu saja kejadian itu membuat Pak Jonathan terkejut. Dan kali ini aku tak mungkin lagi bisa menyembunyikannya. “Alea, kamu nggak papa?”“Nggak papa, mungkin cuman masuk angin.” “Kamu yakin cuman masuk angin?” tegasnya lagi. Tatapannya jelas menunjukkan kecurigaannya. Haruskah aku mengatakan semuanya sekarang? Tapi … aku tidak mau dia kembali terpukul.seperti saat kehilangan kekasihnya. Haruskah aku menjauh darinya agar ia tidak kembali tersakiti. Tapi aku tak yakin bisa hidup tanpa dia. “Alea,” panggilnya sembari membersihkan bibirku dengan sehelai tisu di tangannya, “aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu.:Aku langsung menggeleng cepat. “Enggak! Memangnya apa yang harus aku sembunyikan?”“Kamu … kamu keliatan aneh hari ini. Tidak seperti biasanya. Seperti ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan,” ungkapnya tentang kecurigaan yang dirasakannya. “Aku nggak suka kepang. Rambutku jadi rusak, kan,” keluhku mengabaikan perkataannya. “Selesai!”

  • Menikahi Guru Killer   Bav 116

    “Jadi beneran udah nggak mau ngomong lagi sama aku, nih?” Aku diam tak menjawab, tentu saja masih dengan perasaan kesal karena sama sekali tak menyangka bahwa dia akan cemburu bahkan pada orang-orang yang sama sekali tak kukenal. Haruskah dia seposesif itu?“Ah … itu kedai gelatonya,” ucapnya. Mendengar itu, mau tak mau aku mengangkat wajahku, mencari tahu kebenaran kalimat yang diucapkannya. Tapi tidak ada kedai gelato semacam itu di depanku. Dia hanya sedang mengalihkan perhatianku saja.Aku melepaskan genggaman tanganku dan hanya terus melangkah menyusuri trotoar yang dipadati oleh pejalan kaki. Tak tahu kenapa perasaanku menjadi semakin kacau. Untung saja tak berapa lama kemudian, aku melihat sebuah kedai gelato. Seharusnya dinginnya gelato dan rasa manis legitnya dapat menenangkan perasaanku. Masih dengan mengabaikan keberadaan lelaki di sisiku, aku masuk ke dalamnya dan membeli tiga scoop varian rasa favoritku. “Sayang … kamu mau ngambek sampe kapan,” tanyanya sembari duduk

  • Menikahi Guru Killer   Bab 115

    “Alea,” panggil Pak Jonathan dari suaranya kurasa dia sudah merasa kesal. Tapi aku tetap mengacuhkannya. Tapi tiba-tiba pandanganku menjadi gelap. Bule ganteng yang sedang bawa papan surfing ke arahku itu sama sekali tak terlihat.“Pak buntal! Apaan sih,” tegurku sembari menepiskan tangannya yang sedang menutupi mataku. “Kamu tuh, macam nggak pernah liat cowok ganteng aja,” jawabnya. “Nah … kamu sendiri?” Aku pun tak mau kalah. “Udah … udah, yuk. Kita ke tempat lain saja,” sahutnya mengakhiri perdebatan kami. “Nggak mau,” rengekku, “aku masih mau di sini.” “Ya udah, kalau gitu aku jalan dulu, ya,” pamitnya dan langsung berdiri dari sisiku. Tentu saja aku nggak mau ditinggal sendirian. Kupegang tangannya, menahannya agar tak beranjak dari sisiku. “Eh … eh. Emangnya kamu mau kemana?” tanyaku dengan perasaan enggan. “Jalan. Seingatku ada kedai gelato di sana,” jawabnya sembari menunjuk ke suatu arah. Mendengar kata gelato, membuat semangatku kembali lagi. Membayangkan rasa ding

  • Menikahi Guru Killer   Bab 114

    Aku menggigit bibirku, berusaha menahan rasa sakit yang masih bisa kurasakan saat benda berukuran besar itu tenggelam di dalamku. Bahkan aku dapat merasakan sensasi yang berbeda dari biasanya. Dalam posisi ini, belalai itu bahkan tenggelam lebih dalam lagi. Lebih dari biasanya. Pak Jonathan memegang pinggangku. Dengan mata terpejam ia berusaha membimbingku agar aku mulai bergerak naik dan turun. “Sayang, bergeraklah,” pintanya, “jangan menjepitku seperti ini.” Kuikuti arahannya dengan hati-hati. Entah apa yang dirasakannya, saat aku mulai bergerak, suara erangan keluar dari bibirnya. Tangannya yang semula berada di pinggangku, kini dengan nakalnya membelai tubuhku, menyentuh sepasang gumpalan padat dan meremasnya kuat. Heh! Kenapa sensasi yang kurasakan saat ini begitu hebat. Apalagi saat aku mempercepat gerakanku. Setiap gesekannya menciptakan gelitik yang membuatku melayang dan menginginkan lebih. Bahkan di dalam sana aku merasa penuh, sesak, membuat kedut-kedut itu sema

  • Menikahi Guru Killer   Bab 113

    “Tapi kenapa harus mawar? Dan … kenapa di atas ranjang kita?” tanyaku. Pasti ada alasan dia meletakkan kelopak mawar di atas ranjang kami, walau ia tahu akan tak nyaman rasanya untuk tidur diatasnya.Tapi Pak Jonathan justru tersenyum. “Aku hanya ingin melihat mawarku berada di antara bunga mawar lainnya,” tuturnya, “dan … kau tahu, mawarku paling cantik diantara ratusan mawar di kamar ini.” “Hah! Mana ada. Aku manusia, bukan bunga, Pak Buntal,” sahutku sembari mencubit pinggangnya, walau jujur dalam hatiku berbunga-bunga mendengar rayuannya. “Kamu tahu … aku paling suka liat wajah kamu yang memerah seperti sekarang ini,” pujinya lagi, “terlihat begitu ….”Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik, “... sexy.” Aku menelan kasar salivaku. Gemuruh di dadaku, terasa begitu hebat. Bahkan membuatku gelisah, seandainya saja Pak Jonathan bisa mendengarkan suaranya. Hanya bayangan diriku yang terlihat dengan jelas dalam sepasang mata jernihnya, seakan menyatakan hanya aku yang ada

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status